Peperangan Asimetris (Asymmetric Warfare) mengacu pada bentuk konflik atau perang di mana pihak-pihak tidak seimbang dalam kekuatan, sumber daya, dan strategi. Istilah ini sering dikaitkan dengan masa kolonial dan imperialis, ketika Kekuatan besar dapat mendominasi Kekuatan yang lebih kecil dengan cara-cara seperti ekspansi militer, penaklukan wilayah, dominasi budaya, atau ekonomi.
Dari perspektif kolonial, jika penggunaan metode konvensional dapat menghabiskan banyak biaya, waktu, dan energi  akan berdampak negatif pada negaranya juga. Oleh karena itu, gagasan tentang Asymmetric Warfare digunakan sebagai cara yang murah, mudah untuk memenagkan tanpa harus menundukan pasukan miliiter penuh.Â
Bahkan negara kolonial menggunakannya sebagai strategi untuk mendapatkan kemerdekaan, berdasarkan gagasan perang asimetris yang digunakan oleh hegemoni. Kebebasan dan kemerdekaan yang diperoleh Amerika Serikat adalah contoh perang asimetris di zaman kolonial dan imperialis.Â
Amerika melakukan pergerakan dan perjuangkan melalui bukan hanya taktik gerilya namun juga jalur diplomasi serta pemanfaatan kesalahan atau kelemahan musuh. Pertempuran melawan Inggris dikenal sebagai Perang Revolusi Amerika. Â Pasukan Revolusi Amerika juga menggunakan taktik gerilya dan pertempuran cepat untuk melawan pasukan Inggris yang lebih besar dan terlatih.Â
Mereka memanfaatkan pengetahuan tentang medan perang yang rumit di Amerika dan mendapatkan dukungan dari masyarakat sipil untuk menang.
Di era modern, peran teknologi informasi dan media telah menjadi sangat penting untuk memengaruhi opini publik, memanipulasi narasi, dan mengontrol aliran informasi untuk mempertahankan kekuasaan dan dominasi. Salah satu aspek perang asimetris adalah penggunaan hegemoni melalui media informasi dan teknologi.Â
Contoh lain termasuk pengawasan dan pemantauan yang luas dari komunikasi dan kegiatan online; ini memungkinkan pengumpulan data pribadi, pengamatan massal, dan penggunaan kecerdasan buatan untuk menganalisis data yang dikumpulkan.Â
Hal Ini memberikan kekuatan besar dalam mengawasi dan mengendalikan kegiatan individu dan kelompok yang dapat mempertanyakan atau menantang hegemoni. Dengan memanfaatkan keunggulan teknologi informasi dan media, kekuatan besar dapat mempertahankan dominasi mereka dan melindungi kepentingan politik, ekonomi, dan keamanan nasional.
Asymmetric warfare adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan tindakan militer yang bergantung pada kekuatan yang berbeda dari lawan mereka, sering dengan pendekatan yang tidak konvensional atau tidak tradisional. Dalam konteks ini, Perang asimetri mengacu pada penggunaan kemampuan, taktik, atau strategi yang berbeda untuk menghindari kekuatan lawan, yang mengakibatkan mereka menghadapi biaya yang tidak proporsional dalam hal waktu, ruang, atau sumber daya.Â
Keuntungan utama dari perang asimetris adalah kemampuan untuk menghindari pertempuran langsung dengan musuh yang jauh lebih kuat secara konvensional.
Peperangan asimetris tidak hanya terbatas pada konflik ancaman militer, tapi juga dapat diterapkan dalam ancaman non-militer, namun berdampak pada stabilitas kedaulatan negara seperti pandemi Covid-19 dan pemilu, di mana strategi dan taktik yang tidak konvensional digunakan untuk mempengaruhi, mengendalikan, atau mengubah hasil. Konteks ini dapat dimanifestasikan melalui perang informasi dan propaganda.Â
Negara atau aktor non-negara dapat memanfaatkan situasi pandemi untuk mempromosikan agendanya sendiri, menyebarkan misinformasi, atau mempengaruhi opini publik. Misalnya, teori konspirasi tentang asal-usul virus, keefektifan vaksin, dan kebijakan lockdown dapat disebarluaskan untuk menciptakan ketidakpercayaan atau kebingungan di masyarakat.Â