Mohon tunggu...
Rakan Zaky
Rakan Zaky Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga Tahun 2023

Halo saya adalah mahasiswa Universitas Airlangga tahun 2023

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Fenomena Stres dan Depresi pada PPDS, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

15 Juni 2024   11:20 Diperbarui: 15 Juni 2024   11:38 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi fenomena depresi pada PPDS (Sumber: https://unair.ac.id/depresi-kecemasan-dan-stres-pada-mahasiswa-kedokteran-universitas-airlangga/)

Depresi merupakan suatu gangguan kesehatan mental yang dapat mempengaruhi mood atau afektif ketika individu mengalami penurunan suasana hati yang signifikan dan hilangnya minat atau kesenangan di hampir semua aktivitas. Kondisi ini juga disertai dengan berbagai gejala psikologis, fisik, dan kognitif yang mempengaruhi fungsi sosial atau pekerjaan individu. Beberapa gejala depresi yang sering terjadi adalah perasaan sedih atau mood depresi yang terjadi pada sebagian besar hari (hampir setiap hari), kehilangan minat atau kesenangan dalam semua atau hampir semua aktivitas, perubahan berat badan atau nafsu makan, insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari, agitasi atau retardasi psikomotor yang terlihat oleh orang lain.

Selain itu, termasuk perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak tepat, kelelahan atau kehilangan energi secara teratur, kesulitan berkonsentrasi atau berpikir, membuat keputusan yang tidak pasti, dan pikiran tentang kematian, bunuh diri, atau percobaan bunuh diri. Untuk didiagnosa sebagai depresi, biasanya diperlukan bahwa salah satu dari gejala-gejala ini terus terjadi selama minimal dua minggu dan disertai dengan perubahan dalam fungsi tubuh sebelumnya. Ada korelasi yang cukup kuat antara depresi dan ide bunuh diri. Orang yang menderita depresi sering mengalami perasaan putus asa dan tak berdaya, yang dapat menyebabkan mereka berpikir tentang bunuh diri sebagai cara untuk mengakhiri penderitaan mereka. Seseorang yang mengalami depresi juga dapat mengalami penurunan kemampuan mereka untuk mengatasi stres. Mereka merasa mereka harus melakukan hal ini karena keadaan ini. Meskipun tidak semua individu yang mengalaminya.

Menurut penelitian dari kelompok Depression in Medical Students (2023), satu dari empat mahasiswa kedokteran melaporkan gejala depresi dalam data global yang dikumpulkan. Data ini juga dikonfirmasi melalui penelitian terbaru dari Kementerian Kesehatan RI, yang menyatakan bahwa sekitar 22,4% dari peserta PPDS mengalami gejala depresi, dimana 4% termasuk dalam gejala depresi sedang, 1,5% gejala depresi sedang-berat, dan 0,6% gejala depresi berat. Persentase ini tentunya tidak kecil dan merupakan burden of disease yang tidak dapat diabaikan pada mahasiswa kedokteran. 

Pendidikan kedokteran seringkali membutuhkan usaha dan kerja keras yang penuh stressor, dan sering dilaporkan sebagai penyebab burnout, ansietas, depresi, dan masalah psikososial pada residen. Stres yang terjadi meningkat seiring dengan program residensi sebagai akibat meningkatnya pengharapan dan tanggung jawab, karena residen diharapkan untuk menjadi klinisi, pendidik, peneliti, dan administrator yang baik di akhir masa pendidikan. Konsekuensi dari tingginya stres dapat berujung pada depresi, burnout, kemarahan, iritabilitas, ansietas, kurang tidur, kelelahan, hingga penyalahgunaan zat. 

Prevalensi depresi tinggi di kalangan residen dalam berbagai program spesialisasi. Depresi di kalangan dokter mengalami peningkatan prevalensi hingga 30% terutama di tahun pertama setelah kelulusannya sebagai dokter umum. Program pendidikan dokter spesialis seringkali menimbulkan stres pada kehidupan profesional seorang residen. Residen diharapkan mampu memenuhi tuntutan klinis, akademis, fisis, dan sosial, sementara bekerja hingga 80 jam per minggu. Stres dapat menjadikan seorang dokter tidak mampu bertanggung jawab secara penuh terhadap diri dan pekerjaannya.

Mengutip dari pernyataan Ketua Umum PB IDI pada Zoom ID (19/04/2024), diperlukan pemberian hak insentif kepada peserta didik program spesialis. Hal ini dikarenakan PPDS tidak hanya mendapatkan pembelajaran tetapi juga menjalankan pelayanan. Pihak yang melakukan pelayanan kesehatan maka termasuk tenaga medis. Terlebih, mayoritas PPDS berada di rentang usia 30 dan sudah berkeluarga sehingga ekonomi menjadi masalah yang cukup krusial. Sebelumnya pemberian insentif kepada PPDS diatur dalam Undang-Undang No 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran pasal 31 yang didalamnya tidak hanya mengatur pemberian insentif tetapi juga perlindungan hukum dan waktu istirahat. Akan tetapi, undang-undang tersebut telah dicabut dan diganti menjadi Undang-Undang No 17 Tahun 2023 dimana didalamnya telah disebutkan terkait insentif tetapi tidak spesifik ditujukan untuk PPDS.

Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan untuk mengurangi permasalahan adalah:

  • Pemaksimalan pengimplementasian undang-undang tentang pendidikan kedokteran termasuk di dalamnya waktu istirahat seperti pengaturan jam kerja untuk mencapai work life balance dan perlindungan hukum.
  • Menyediakan insentif yang layak dengan mekanisme yang jelas dan diatur sesuai dengan undang-undang/peraturan yang berlaku.
  • Menyediakan fasilitas pendukung termasuk layanan dukungan psikologis yang terjangkau dan mudah diakses.
  • Dilakukannya konsolidasi terkait persamaan persepsi terkait kebutuhan dan kemampuan pelaksanaan PPDS antara pemerintahan, instansi, dan seluruh pihak yang terkait.
  • Pemberlakukan evaluasi dan perbaikan program yang berkelanjutan.

Pendidikan kedokteran, yang sering kali penuh dengan tekanan dan kerja keras, telah diidentifikasi sebagai penyebab utama burnout, ansietas, depresi, dan masalah psikososial lainnya pada residen. Dampak dari tingkat stres yang tinggi ini dapat beragam, mulai dari depresi dan burnout, hingga kemarahan, iritabilitas, ansietas, kurang tidur, kelelahan, dan bahkan penyalahgunaan zat. Oleh karena itu, Ketua Umum PB IDI menyarankan pada tanggal 19 April 2024 bahwa peserta didik program spesialis harus diberikan hak insentif, mengingat mereka tidak hanya belajar, tetapi juga memberikan pelayanan. Kesimpulannya, penting untuk memberikan dukungan dan insentif yang tepat kepada mahasiswa kedokteran untuk mengurangi dampak negatif dari stres dan tekanan yang mereka hadapi selama masa studi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun