Sudah satu tahun tiga bulan lebih sepuluh hari, sejak Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang bersifat tetap dan mengikat atas sengketa Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar). Pelantikan pasangan Ujang-Bambang seharusnya dilakukan tidak lama setelah MK mengeluarkan putusannya pada 7 Juli 2010. Saling lempar antara Gubernur, Menteri Dalam Negeri, dan Presiden terus terjadi hingga hari ini. Di antara hiruk-pikuk isu-isu nasional, masalah Kobar kian terabaikan, atau sengaja diabaikan. Wibawa hukum dan negara jelas dipunggungi oleh sekelompok orang di Kobar yang tidak menghendaki dilaksanakannya putusan MK. Dan mereka menang sejauh ini.
Ketika mengeluarkan SK pengangkatan pasangan Ujang-Bambang sebagai Bupati dan wakil Bapati Kotawaringin Barat, Mendagri Gamawan Fauzi menyebutnya sudah melalui kajian yang mendalam, bahkan sudah dikonsultasikan dengan Kemenko Polhukam, Polri, Forum Kominda Kalteng, dan juga Plt. Bupati Kobar Teras Narang sendiri. SK lantas dikirim langsung oleh Dirjen Kesbangpol Kemendagri,Tanribali Lamo dan Dirjen Otda Kemendagri, Djohermansyah Djohan, ke tangan Teras Narang.
Saat itu, Teras menyatakan akan mengambil langkah-langkah terbaik, dengan melaksanakan SK mendagri dimaksud. Intinya, ada kesiapan gubernur melakukan pelantikan saat itu. Sayangnya, pelantikan belum juga dilakukan karena pimpinan DPRD Kobar tidak bersedia menggelar paripurna istimewa. Alasannya DPRD merasa tak pernah mengusulkan Ujang-Bambang. Padahal, mendagri mengambil keputusan berdasarkan putusan MK yang sudah bersifat final dan mengikat. Teras mengembalikan mandat kepada Mendagri. Mendagri mengatakan pelantikan tidak harus dilakukan di depan DPRD. Tapi Teras Narang tetap juga tidak melaksanakan mandat Presiden yang disampaikan lewat Mendagri. Dia mengembalikan lagi mandat pelantikan kepada Mendagri.
Beginikah sikap para pemimpin di negeri ini? Saling melempar tanggung jawab atas jabatan yang dulu begitu didambakannya? Gubernur dan Mendagri, setali tiga uang! Mengabaikan putusan hukum dari MK.
Di balik penyebutan alasan DPRD Kobar tidak mau menggelar rapat paripurna istimewa oleh Teras Narang, mudah diduga, karena pasangan Ujang-Bambang bukanlah pasangan Bupati-Wakil Bupati partainya gubernur. Sementara alasan penolakkan Mendagri, sangat susah diterima. Padahal proses pemerintahan dan pembangunan Kobar sudah berjalan seperempat jalan dalam kondisi status qou. Jangan-jangan, Mendagri atau pemerintah pusat begitu mudah ditakut-takuti oleh ancaman kerusuhan yang hanya isapan jempol belaka. Kalau toh ada ancaman kerusuhan, bukankah negara tidak seharusnya kalah oleh para perusuh?
Jika tidak ingin negara ini disebut lalai dan abai terhadap keputusan hukum, segeralah laksanakan pelantikan terhadap pasangan Ujang-Bambang, atas nama hukum dan konstitusi negeri ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H