Mata pejabat Negara di pusat cenderung buram melihat detail persoalan di daerah. Telinganya tidak cukup sensitif mendengar suara-suara ketidakpuasan. Masalah penundaan pelantikan bupati dan wakil bupati Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) di Kalimantan Tengah, yang sudah ditetapkan Mahkamah Konstitusi sejak 7 Juli 2010, tak kunjung tuntas hingga ke pelantikan. Mendagri hanya meresponnya dengan mengeluarkan SK Mendagri Nomor 131.62-584 tertanggal 8 Agustus 2011, dan janji akan meminta arahan presiden. Butuh satu tahun lebih bagi Mendagri untuk mengeluarkan sebuah SK, yang tidak berarti banyak jika tidak diikuti dengan pelaksanaan pelantikan. Dan butuh beberapa bulan lagi untuk bicara dengan presiden mengenai masalah pelantikan bupati Kobar ini.
Tapi saya masih bersyukur jika persoalannya memang karena mata pejabat negara yang buram atau telinganya yang tidak cukup sensitif. Saya cukup menyikapinya dengan bersabar dan memaafkan. Tapi, jika tindakan penundaan yang keterlaluan ini disengaja karena ada kepentingan yang mengganjal penegakan hukum di Kobar, entah penilaian apa yang harus dijatuhkan kepada pejabat negara seperti ini.
Sekadar mengingatkan, bahwa definitif-nya pasangan Ujang-Bambang sebagai bupati dan wakil bupati Kobar mengacu kepada putusan Mahkamah Konstitusi. Bupati yang ditetapkan KPUD Kobar didiskualifikasi oleh MK karena terbukti melakukan banyak kecurangan. Pilkada Kobar hanya diikuti oleh dua pasangan calon, maka Ujang-Bambanglah yang kemudian definitif menjadi bupati dan wakil bupati Kobar. Alas hukumnya kuat, putusan MK. Tinggal lagi persoalannya berpindah ke tangan Mendagri Gamawan Fauzi dan Gubernur Kalteng Teras Narang.
DPRD Kobar bersikukuh tidak mau menyelenggarakan sidang paripurna istimewa untuk melantik pasangan Ujang-Bambang. Alasannya, pasangan ini bukan pemenang Pilkada yang ditetapkan dan diusulkan oleh KPUD Kobar untuk dilantik. Gubernur juga turut menguatkan, menolak melaksankan pelantikan dengan alasan yang sama, kemudian mengembalikan mandat kepada Mendagri. Sampai di sini, dengan menggunakan akal sehat yang sederhana saja sudah bisa ditarik kesimpulan. Gubernur, KPUD, dan DPRD Kobar memerlihatkan dirinya sebagai pemihak kecurangan yang sudah terbukti dilakukan oleh pasangan Sugianto-Eko dalam Pilkada Kobar. Dengan sedikit ancaman bakal terjadi kerusuhan jika Ujang-Bambang dilantik, sebuah kepentingan berhasil membuat Mendagri mengulur-ulur waktu pelantikan. Takutkah Mendagri ini? Atau memang turut serta menjadi pemihak kecurangan bersama KPUD, DPRD Kobar, dan Gubernur Kalteng? Saya tidak tahu!
Terdorong oleh rasa penasaran, saya bertanya kepada kawan-kawan di kampung halaman, Kobar. Dan berhamburlah segala cerita. Katanya sudah menjadi rahasia umum. Pasangan Sugianto-Eko memang berkepetingan untuk menjadi penguasa di Kobar demi mengamankan jaringan bisnis ‘patron’-nya, pengusaha dan pemodal yang punya jaringan nasional. Karena strategisnya posisi bupati, maka kecurangan pun ditempuh untuk memeroleh suara yang lebih besar dari pasangan Ujang-Bambang. Saya meringis mendengar cerita ini.
Maka ketika MK, kata kawan-kawan lagi, mendiskualifikasi Sugianto-Eko, mereka kalang kabut. Mereka membeli sebuah rumah jelek dan dibakarnya sendiri, demi menunjukkan seriusnya ancaman kerusuhan jika Ujang-Bambang dilantik. Aparat keamanan tidak melihat ini, apalagi Mendagri dan Presiden, tegas seorang kawan.
Dengan kondisi status quo, Pj Bupati sudah lebih setahun di tangan gubernur, berarti sudah seperlima kurun pemerintahan dan pembangunan memihak kepentingan Sugianto-Eko dan jaringannya. Bukan masyarakat Kobar kebanyakan. Itulah pikiran warga Kobar, seperti SMS yang saya terima dari beberapa anggota DPRD Kobar sendiri. Dengarkan suara mereka!
“Sangat setuju dilaksanakan pelantikan bupati definitif supaya roda pemerintahan dan pembangunan berjalan maksimal karena adanya pemangku kebijakan. Semuanya itu tentu akan berimbas pada kesejahteraan dan kemakmuran, serta kemajuan Kobar, yang terabaikan selama ini,” ujar Titik Sriyanti, anggota DPRD Kobar dari Fraksi Partai Demokrat.
“Seharusnya bupati definitif yang dinyatakan menang oleh MK sudah dilantik. Partai kami konsisten mendukung pelantikan itu secepatnya demi kelangsungan pembangunan di Kobar,” tambah Suratman, anggota DPRD dari Fraksi Partai Hanura.
Harapan tinggal penantian. Keuntungan sudah didapat oleh pasangan Sugianto-Eko dan jaringan di belakangnya, dengan penundaan pelantikan pasangan Ujang-Bambang. Dan kerugian, jelas diderita oleh masyarakat karena roda pemerintahan dan pembangunan tidak berjalan semestinya di Kobar.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H