Fokus film "selesai" adalah Broto Hadisutedjo (Gading Marten) dan Ayudina Samara (Ariel Tatum). Pihak ketiga dalam pernikahan mereka menjadi kusam seperti roti tanpa mentega dan tidak lagi harmonis. Puncaknya adalah saat Ayu menggendong Dia menemukan pakaian dalam wanita dengan nama Anya (Anya Geraldine) di dalam mobil Broto saat pulang ke rumah. Saat itu, Ayu langsung mengajukan gugatan cerai dan ingin kabur dari rumah. Namun, di luar dugaan, ibu mertuanya Sriwedari Hadisutedjo (Marini Soerjosoemarno) tetap tinggal. di rumah mereka untuk sementara waktu.
Meski sudah berkali-kali mengetahui perselingkuhan suaminya, Ayu memilih bertahan karena tak ingin menyakiti perasaan ibu mertua tercinta. Namun kali ini, Ayu tetap meninggalkan rumah dengan tenang. Sayangnya, kebijakan penguncian telah dimulai dan rumah mereka disegel, sehingga tidak ada yang bisa keluar atau masuk ke rumah mereka
Ayu juga ingin tidak ingin terjebak di rumah dengan amarah memuncak ke suami tetapi di dikala yang sama wajib pura- pura harmonis di depan mertua. Sedangkan itu, Broto juga mulai mencium terdapat suatu yang janggal serta disembunyikan Ayu darinya. Klimaksnya, rahasia demi rahasia juga kesimpulannya terkuak di meja makan serta memakan korban perasaan yang berat.
Secara tema, film ini sesungguhnya lumayan menarik, ialah tentang fenomena pendamping suami istri yang sepanjang karantina COVID- 19 ini bukannya kian mesra, malah jadi kerap cekcok serta menguak rahasia yang sepanjang ini dirahasiakan di ponsel tiap- tiap, tercantum perselingkuhan. Tetapi jangan bayangkan film ini hendak semacam film perkawinan semacam Marriage Story ( 2019) yang lumayan sungguh- sungguh dan mentally draining. Kedatangan Tika Panggabean selaku Asisten Rumah Tangga bernama Yani serta Imam Darto selaku Bambang, pacar Yani yang bekerja selaku supir serta secara diam- diam di kamar Yani muncul sebagai pemeran yang mencairkan ketegangan di film ini .
Seperti yang terlihat di trailer, ffilm ini memanglah tidak ragu menunjukkan adegan ataupun diskusi yang lumayan frontal, mulai dari adegan seks di mobil, adegan Gading mandi yang memperlihatkan badan bagian belakangnya yang telanjang, sampai umpatan- umpatan agresif dalam dialognya. kata agresif dalam diskusi penuh emosi itu memanglah diperlukan di film ini yang membuat akting Gading serta Ariel jadi lebih cair serta meyakinkan. Meski banyak pula bagian yang dialognya terasa kaku serta klise.
Secara visual film ini cukup baik namun nampak seperti film horor, walau banyak juga yang merasa terganggu dengan tone warna kuning yang mendominasi banyak adegan di film ini. Â Secara teknis dan produksi, rasanya tak ada kesalahan fatal dari film ini.
Terlepas dari pro dan kontranya, film ini sukses meraih 100 ribu penonton dalam waktu kurang dari seminggu, tak termasuk yang menonton secara ilegal. Suka atau tidak suka, hal ini termasuk kabar bagus bagi perfilman Indonesia yang turut terdampak selama pandemi dan menyiratkan bahwa penonton Indonesia masih bersedia menonton film-film lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H