Pendidikan merupakan sebuah sarana untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang sangat penting dimiliki oleh setiap warga negara tanpa terkecuali. Dengan pendidikan, seorang manusia dapat membedakan baik-buruk, benar-salah, serta melakukan pengamalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan yang tinggi dapat menunjang kehidupan seorang manusia. Dapat kita renungkan bagaimana jika seorang manusia sama sekali tidak mempunyai pendidikan. Pendidikan sendiri dapat diperoleh dimana saja, baik di lingkungan formal maupun non formal. Seorang anak mendapatkan pengajaran dasar di lingkungan non formal yaitu lingkungan keluarga yang meliputi aspek budi pekerti, sopan santun, etika dan sebagainya. Kemudian dia akan mempertegas pengetahuannya pada lingkungan masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan tenggang rasa, cara berkomunikasi dan bersosialisasi berdasar kepada norma-norma yang ada dilingkungan masyarakat sesuai fungsinya sebagai makhluk sosial. Setelah itu dia akan melakukan pengembanganilmu dan pengetahuan pada lingkungan yang lebih formal yaitu lingkungan sekolah demi mendapatkan ilmu pengetahuan yang ilmiah.
Sekolah adalah institusi akademik yang mencetak kader penerus bangsa olehnya itu banyak kalangan menganggap bahwa sekolah sangat penting dalam membentuk dan meningkatkan sumber daya manusia dari segi ilmu pengetahuan. Untuk mengoptimalkan proses pembelajaran, pemerintah menetapkan kurikulum sebagai acuan pembelajaran sesuai dengan sistem pendidikan nasional.
Pada tahun 2006 silam, pemerintah menetapkan Kurikulum Satuan Pembelajaran (KTSP) sebagai pedoman pengajaran di sekolah-sekolah, banyak pihak yang menganggap bahwa KTSP adalah kurikulum yang tepat untuk diterapkan pada sistem pendidikan di Indonesia karena KTSP sesuai dengan karakter peserta didik yang ada di Indonesia. Hanya saja M.Nuh yang pada saat itu sebagai Mendikbud RI mengganti KTSP menjadi kurikulum 2013. Kurikulum 2013 masuk dalam masa percobaan ditahun 2013 dengan menjadikan beberapa sekolah sebagai sekolah percobaan dan ditargetkan pada tahun 2014 Kurikulum 2013 sudah diterapkan di Kelas I, II, IV, dan V sedangkan untuk SMP Kelas VII dan VIII sementara SMA Kelas X dan XI. Diharapkan pada tahun 2015 sudah diterapkan diseluruh jenjang pendidikan.
Konon katanya kebijakan ini semata-mata untuk meningkatkan mutu pembelajaran bagi peserta didik. Namun, perdebatan mewarnai kebijakan pemerintah ini. Bagaimana tidak, selain tidak melakukan evaluasi terhadap KTSP, Kurikulum 2013 menuntut siswa agar lebih mendominasi dalam melakukan proses pembelajaran ketimbang si penyaji materi (guru) dengan kata lain siswa harus lebih aktif, inovatif, dan kreatif serta menuntut siswa sebagaicritical thinking dalam menerima materi pembelajaran. Guru hanya sekedar memberikan materi suplemen atau materi rangsangan yang kemudian akan dikembangkan oleh peserta didik dengan metode pembelajaranCooperative Learning. Mungkin, kurikulum 2013 ini sangat tepat apabila diterapkan di kota-kota besar yang mempunyai fasilitas lengkap sehingga peserta didik mempunyai sumber daya yang berbeda dengan daerah-daerah terpencil. Selain itu peserta didik yang berada di kota-kota besar berkesempatan untuk mengakses materi pembelajaran via internet atau semacamnya. Karakter peserta didik yang jauh berbeda, sebut saja peserta didik yang ada di Indonesia bagian timur khusunya di Kota Baubau dan Kabupaten Buton cenderung kurang pro aktif dalam menerima materi pembelajaran, mereka juga sangat jarang bersentuhan dengan akses internet dalam upaya mengembangkan materi yang ia dapat pada proses pembelajaran. Disisi lain, kurikulum 2013 menghilangkan beberapa mata pelajaran baik di SD, SMP maupun SMA. Sebut saja bidang studi Bahasa Inggris yang sebelumnya menjadi mata pelajaran muatan lokal di Sekolah Dasar, kebijakan kurikulum 2013 dengan meniadakan bidang studi Bahasa Inggris pada tingkat SD adalah kebijakan yang salah. Karena dalam perspektif pemerintah, mempelajari Bahasa Inggris di usia dini dapat menjadikan siswa di Sekolah Dasar mengalami krisis bahasa ibu (bahasa daerah) maupun bahasa Indonesia, namun yang terlupakan oleh pemerintah adalah dalam menghadapi era globalisasi seperti berlangsungnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015, bahasa Inggris adalah alat komunikasi yang sangat ampuh dalam menghadapi pasar global ataupun kegiatan lain yang bersentuhan langsung dengan negara luar, sehingga mempelajari bahasa Inggris sejak usia dini sangat diperlukan oleh peserta didik atau masyarakat sehingga masyarakat Indonesia ke depannya tidak menjadi penonton di negeri sendiri dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan negara lain. Begitu pula mata pelajaran Teknologi Informasi Komputer (TIK) yang dihilangkan pada jenjang SMA. Dampak negatif apabila pelajaran TIK di di SMA dihapuskan, yaitu : Siswa Indonesia akan sangat tertinggal di bidang TIK dibandingkan dengan siswa dari negara lain, keterampilan pengguna komputer akan berkurang khususnya bagi siswa di daerah terpencil yang tidak memiliki komputer dirumahnya dan sebagainya. Namun, kebijakan ini sirna dengan hadirnya sosok mantan rektor Universitas Paramadina yang sekarang menjabat Menteri Budaya Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan. Figur intelektual yang berkecimpung di bidang akademisi selama bertahun-tahun. Anies menilai bahwa yang perlu dilakukan adalah pembenahan terhadap tenaga pengajar dalam mendistribusikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik bukan tentang kurikulum mana yang baik untuk diterapkan, sehingga ia mengeluarkan Surat Edaran pemberhentian dan melakukan evaluasi terhadap kurikulum 2013 dengan catatan pemberhentian tidak dilakukan secara menyeluruh, pemberhentian akan dilakukan oleh sekolah yang belum menjalankan kurikulum tersebut selama tiga semester. Sementara itu, sekolah yang sudah menggunakannya diatas tiga semester akan menjadi percontohan bagi sekolah-sekolah yang lain. Ketika percobaan ini berhasil sesuai target yang ditentukan maka kurikulum 2013 akan diterapkan secara menyeluruh pada tahun 2019.
Penulis menilai bahwa kebijakan sang menteri sangat tepat, mengingat khususnya di kota Baubau dan Kabupaten Buton belum mampu untuk menerapkan secara langsung kurikulum 2013 tanpa masa percobaan, dikarenakan sumber daya manusia dari peserta didik yang tidak memadai sehingga ketika implementasi pada awal tahun ajaran baru yang lalu para guru, kepala sekolah, maupun siswa yang ada di Kota Baubau dan Kabupaten Buton mengalami kesulitan dalam mengaktualisasikan kurikulum baru ini, begitupun pada aspek penilaian. Persiapan yang matang harus dilakukan oleh instansi terkait dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Baubau maupun Kabupaten Buton dalam rangka menyambut kurikulum 2013 pada tahun 2019 nanti. Peran masyarakat sebagai orang tua peserta didik penting untuk diperhatikan dalam melakukan pengawasan terhadap peserta didik itu sendiri, Pemerintah harus lebih progres melakukan persiapan dalam menyambut kurikulum 2013 diterapkan. Kiranya waktu ± 4 tahun ini dapat dioptimalkan dengan melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah, melakukan workshop tentang kurikulum 2013, serta pelatihan bagi tenaga pengajar dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan semangat UUD 1945.(end)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H