Sudah sering saya menonton televisi. Sesering itu juga saya mendengar kalimat basa-basi. Tidak, alasan saya membahas basa-basi di sini bukanlah karena saya tidak suka basa-basi. Saya malah menganggap basa-basi itu penting. Saya juga menganggap bahwa basa-basi itu diperlukan. Dan percayalah jika saya katakan bahwa isi dari paragraf pertama ini hanyalah basa-basi belaka.
Saat saya berkata menyukai basa-basi, tidak berarti saya menyukai semua basa-basi. Ada beberapa kata atau ungkapan berbasa-basi yang kurang saya sukai. Salah satu ungkapan basa-basi yang kurang saya sukai adalah ungkapan, “Kalau boleh jujur…” Ya! Ungkapan itu! Ungkapan itu! Mengapa hanya untuk berkata jujur saja kita harus meminta izin? Itu menandakan seakan-akan kalau jujur itu unik. Jujur itu unusual. Seakan-akan selama ini kita diharuskan berbohong.
Ungkapan basa-basi lain yang saya kurang sukai adalah ungkapan, “Jujur saja, aku itu...” Untuk jujur saja kamu harus bilang? Apakah selama ini saya berbohong? Tidak heran mengapa orang jujur kurang disukai di sini. Toh, selama ini kita semua selalu berbohong.
Mungkin Anda akan bertanya, “Apakah salah mengatakan basa-basi ‘jujur saja..’?” Saya tegaskan bahwa ungkapan itu tidak salah! Ya, tidak salah! Tidak salah jika Anda selama ini memang selalu berbohong. Tidak salah jika Anda selama ini adalah Detektif Conan yang berbohong untuk menyembunyikan identitasnya. Tidak salah jika selama ini Anda berdusta soal nama asli Anda. Tetapi untuk apa menggunakan ungkapan itu jika kita tidak berbohong sebelumnya?
Saya pernah menonton sebuah acara talk show. Kira-kira beginilah yang mereka bicarakan,
Host: Apakah menjadi selebritis adalah cita-cita Anda
Tamu: Jujur saja, saya tidak pernah bercita-cita menjadi selebritis.
Host : Oh ya?
Tamu : Jujur. Saya jujur bahwa saya tidak pernah.
Saat menonton bagian itu, saya berkata dalam hati, “Ayolah… ngapain ngaku jujur sampai tiga kali begitu? Yang dapat saya simpulkan dari acara tersebut adalah: selama ini selebritis itu berbohong kepada publik dengan mengatakan bahwa sejak kecil ia selalu bercita-cita menjadi selebritis.
Kalian sadar kan? Banyak sekali yang menggunakan basa-basi tersebut. Tidak heran mengapa Negara ini memiliki sedikit orang jujur. Kalian mungkin akan protes: “Apa hubungannya berbasa-basi seperti itu dan sikap kita?” Loh, bukankah salah satu cara kita menilai orang lain adalah dari ucapannya? Jika ucapan kita saja menunjukkan bahwa kita tidak terbiasa untuk jujur, maka kita sendiri akan tersugesti untuk terbiasa berbohong.
Basa-basi itu memang penting, tetapi harus yang benar dong! Maksud saya, pakailah basa-basi yang baik. Untuk apa minta izin untuk bilang jujur? Berarti jika kita tidak bilang “Jujur saja…” di awal kalimat, kita berbohong? Mungkin kalian akan bilang, “Gak mungkin kali, tiap ngomong harus bilang ‘jujur saja’ atau ‘kalau boloh jujur’ itu tuh ngerepotin dan gak penting!” Kalau kalian bilang gitu, berarti seharusnya tidak perlu ngomong ungkapan itu. Iya gak?
Ayo, kita rubah diri kita. Dimulai dari memerbaiki bahasa, kita ubah diri kita. “Negara adalah saya.” Jika kita berubah, barulah kita boleh berkata bahwa kita akan merubah Indonesia. Indonesia berubah? Kenapa nggak?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H