“...ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country." - John F. Kennedy
Hampir semua orang sudah tahu kutipan tersebut. Kutipan terkenal yang meminta kita untuk terus berkontribusi kepada negara. Meski demikian, saya sendiri agaknya kurang setuju dengan kutipan tersebut. Mengapa?
Pertama, kutipan tersebut diucapkan oleh Presiden, pemimpin sebuah negara. Gue tahu ini suudzon, tapi kok kesannya kutipan ini tuh biar orang-orang gak pada demo aja ga sih?
Kedua, ada yang namanya social contract theory, yang intinya bilang kalo warga negara patuh pada peraturan negara karena negara memberikan hak-hak warga negaranya. Lah, kalau kita gak mempertanyakan hak, berarti social contract ilang gitu aja?
Ketiga, itu kutipan misahin warga sama negara. Seolah-olah kita sama negara itu gak sama, gak nyatu. Demokrasi kan berarti negara di tangan rakyat.
Terus maksudnya apa nih?
Hahahaha, maapin yak daritadi serius amat. Jadi ya gitu deh, gue agak gak setuju aja kalo kita (warga) dipisahin sama negara. Maksud gue gini, gue setuju banget kalo kita harus mempertanyakan kembali “Apa yang bisa kita kasih untuk negara?” Dan menurut gue, salah satu jawabannya adalah, “Melanggengkan apa yang ada di negara, apa yang dibentuk oleh negara dan kita.”
Budaya.
Melestarikan budaya Indonesia (ya, negara kita) menurut gue adalah hubungan resiprokal antara dikotomi negara dan masyarakat. Di situ warga dan negara membaur, mencipta dan menjaga budaya untuk kemajuan negara kita, Indonesia.
Teman saya, Betari Salsya Ismayandra a.k.a Chia, nampaknya mengerti akan hal itu dan membuat sebuah projek bernama “umahkita”. Ia berencana membuat sebuah tempat seperti rumah di Karang Anyar sebagai tempat kebudayaan Indonesia. Di sana akan ada acara-acara dan galeri seputar kesenian dan kebudayaan Indonesia. Gak cuma itu, cuy, umahkita juga bisa jadi tempat saling sharing tentang budaya dan saling ngajarin.