Rekrutmen Calon Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) diduga penuh dengan rekayasa yang telah diatur oleh mafia dan sindikatpencaloan dengan nilai ratusan milyar rupiah. Praktek ini sudah berlangsung lama yang diduga melibatkan oknum Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) serta pemangku kebijakan di IPDN. Akibatnya sistim pendidikan di dalam sangat memprihatinkan dan perlu dibongkar, sebab tidak hanya merugikan negara, tapi juga masyarakat.
Setiap anak yang mendaftar menjadi calon praja di IPDN dikenakan antara Rp. 100 juta s/d Rp. 300 juta, jika ingin diloloskan. Tanpa adanya uang pelicin tersebut, meski prestasi dan nilainya bagus akan mengalami kesulitan bisa lolos. Untuk itu Presiden SBY perlu mencermati ini agar nantinya IPDN benar-benar menghasilkan siswa yang potensial. Ini merupakan temuan dari LIRA Lira Seluruh Indonesia, kemarin
Sebenarnya banyak para orang tua calon praja (siswa) yang anaknya mendaftar telah mengeluhkan masalah ini sejak lama.Sebab anaknya memiliki nilai yang bagus tapi tidak lolos. Kadang yang bagus dijegal melalui berbagai cara, salah satunya melalui tes kesehatan. Peserta yang sudah lolos beberapa tahap dinyatakan gugur, misalnya karena alasan ada penyakit jantung, padahal calon tersebut dinyatakan sehat setelah melakukan tes kesehatan di RS. Hasan Sadikin, Jabar.
Kami sudah mengirimkan surat ke Rektor IPDN, Nyoman Sumaryadi, namun beliau berkilah semua masalah urusan rekrutmen kewenangannya ada di Ketua Pantarlih yang dijabat Sekjen Depdagri, Diah Anggraeni. Beliau mengelak menjawab adanya sindikat dan mafia pencaloan dalam rekrutmen calon Praja IPDN. Padahal kami sangat yakin beliau mengetahui praktek pencaloan tersebut.
IPDN menjaring calon praja setiap tahun sedikitnya 2000 orang. Jika dikalikan setiap calon praja membayar uang pelican antara Rp. 100-300 juta, maka mafia dan sindikat percaloan berhasil meraup dana sedikitnya Rp. 600 milyar per tahun yang kemudian diduga dibagi-bagi sesuai dengan peran dan fungsinya. Wajar saja beberapa oknum yang disinyalir terlibat memiliki aset dan kekayaan diluar kewajaran sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Kondisi ini lebih memprihatinkan lagi karena kemudian dalam pendidikan praktek pungutan terus berjalan. Yang memiliki uang dan koneksi kepada kekuasaan memperoleh "keistimewaan". Ada yang diberikan keistimewaan membawa "hewan peliharaan" dan bahkan "bebas setiap libur" pulang kewilayah masing-masing, yang semestinya tidak dibenarkan dalam peraturan disiplin pendidikan. IPDN sekarang justru lebih parah dibanding sebelum direformasi.
Jika pola rekrutmen dikuasi sindikat dan mafia percaloan dibiarkan serta tidak segera dibongkar, ini akan menghambat lahirnya sumberdaya manusia yang handal. Untuk itu, LIRA meminta kepada Presiden SBY menurunkan tim investigasi guna menelusuri kebenaran informasi, serta meminta Mendagri agar bertindak tegas dan oknum-oknum yang terlibat segera diambil tindakan siapapun orang tersebut.
Untuk menindaklanjuti temuan LIRA seluruh Indonesia tersebut, DPP Lira membuat "Lumbung Pengaduan Pencaloan IPDN" agar masyarakat yang merasa dirugikan oleh praktek sindikat dan mafia rekrutmen calon praja IPDN dapat memberikan informasi melalui E-mail: dpp.lira@gmail.com, Fax; (02183792544), Kotak Pos PO BOX 8044, Jakarta 12810 atau melalui Hotline komunikasi 0811909654. LIRA juga akan melaporkan ini secara resmi kasus ini kepada penegak hukum
Disinggung tentang siapa saja yang layak dimintai informasi dalam rangka mengklarifikasi adanya dugaan praktek sindikat mafia pencaloan tersebut, Jusuf Rizal menyebutkan setidaknya 21 orang yang layak dimintai informasi, antara lain Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fawzi, Sekjen Kemdagri, Diah Anggraeni, Kabag Diklat Kemendagri, Tarmizi, Kepala Biro Kepegawaian Kemendagri, Kiswanto, Rektor IPDN, I Nyoman Sumaryadi, Wakil Rektor, Sadu Wasistiono. Purek I, Wirman Syafri, Purek II, Lailil Qodar dan Purek III, Bernhard Rondonuwu merangkap Kepala Biro Kemahasiswaan.
Ditingkat lain, antara lain Kepala LPM (Lembaga Pengabdian Masyarakat), Farida Sinaga, Kepala Penelitian, Chahya Supriatna, Kepala Biro Akademik, Edy Arief, Kepala Administrasi Umum dan Keuangan, Bayi, Dekan Fakultas Politik Pemerintahan, Dedi Riandono, Dekan Fakultas Menajemen Pemerintahan, Sampara Lukman, Kabag Administrasi Umum, Endang Tri Setiasih, Kabag Keprajaan, Florians Aser, Kabag Humas dan Protokol, M. Bisri, Ajudan Rektor, M. Rommi, Sekretaris Sekjen Kemendagri, Kantiana, Dewi Sartika (Nindya Wanita Praja/T3), Dokter Pantukhir dan Dr. Dedi (TNI).
Kami juga sudah mengantongi nama-nama yang diduga terlibat dan saat ini kami terus melakukan investigasi guna memperoleh berbagai informasi terkait dengan sidikat dan mafia pencaloan masuk praja IPDN tersebut. Namun kami tetap membutuhkan berbagai informasi dari masyarakat mengingat mafia dan sindikat ini sudah berlangsung lama dan kini akan dibentuk lagi IPDN2 ditujuh daerah. Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam pengelolaan IPDN termasuk rekrutmen Prajanya perlu dibongkar habis agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H