Mohon tunggu...
Raja Pangalengge
Raja Pangalengge Mohon Tunggu... -

Direktur Eksekutif POLIMER (Perhimpunan Olah Images & Ekstrak Digital) Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lha, Kok Kembali Lagi?

18 Februari 2014   18:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:42 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah enam belas tahun reformasi dikumandangkan sejak rezim Soeharto dan kroni-kroninya dijatuhkan. Kebetulan saya kelahiran era 70-an lulusan SMA dari kota Bandung tahun 1990-an sehingga mengetahui persis bahkan mengalami era pemerintahan Soeharto ini. Dari beberapa tulisan yang saya perhatikan di media publik, nama Soeharto diajukan sebagai pahlawan nasional. Namun pertanyaannya, apakah pantas? Menurut saya, seorang pahlawan nasional tentulah harus memiliki rekam jejak yang baik dan berjasa bagi negara dan bangsa serta membanggakan rakyat negara tersebut.

Kadangkala beberapa penilaian terhadap suatu hal bersifat emosional dan penuh latar-belakang ‘tersembunyi’, tidak hanya hasil survey lembaga terhadap suatu partai, calon kepala negara/daerah, tokoh nasional, bahkan sampai pada calon karyawan bahkan pengangkatan dosen perguruan tinggi negeri sekalipun, oleh karena ada tahapan wawancara dengan ‘pihak-pihak yang dianggap kompeten’ oleh pihak lain untuk menilai. Bila penilaian kembali kepada unsur-unsur subjektif dan berlandaskan ‘kepentingan sesaat atau pribadi/sekelompok’, maka kita akan kembali lagi pada era penjajahan, namun dengan citra yang baru. Pencitraan hanyalah hasil penilaian subjektif yang berbau kolusi serta nepotis, tentu saja luaran dari sistem yang akan bekerja nantinya tidak akan memberi nilai positif dan bermanfaat.

Jangan kembali lagi pada era masa penjajahan, dimana hati, jiwa, dan nalar dibelenggu oleh sikap serta watak otoriter dan feodal. Kita harus mau memiliki sikap integritas dan idealis tinggi untuk mau maju, maju dan maju terus menuju perubahan yang lebih baik dari masa kemarin dan masa-masa lampau kemarin. Berilah penilaian oleh sebab sikap objetif dan penuh kebijaksanaan, jika membutuhkan unsur kuantitatif, mengapa tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun