Lumayan terkesima dengan sebuah pemberitaan: http://www.tempo.co/read/news/2014/03/03/063559116/Calon-Hakim-Konstitusi-Dikuliahi-Pakar-Tata-Negara bagaimana seorang profesor begitu idealis meninggalkan derajat koleganya untuk mengedepankan tugas pokok seorang negawaran untuk memilih seorang 'negarawan' agar tidak jatuh kembali pada lubang yang sama. Oleh sebab calon 'negawaran' yang sedang diuji tsb juga adalah seorang profesor.
Patutkah demikian jika dua profesor bertemu dalam jenjang yang berbeda, yang satu menyeleksi dan satu lagi yang diseleksi harus meninggalkan idealis kepakarannya demi untuk 'mengiyakan' agar bisa lolos nantinya menjadi 'negawaran' yang dibutuhkan tsb. Bila saya di posisi yang sedang diseleksi, saya akan mempersiapkan diri dengan baik dan tidak memandang tahapan seleksi tsb semata-mata rutinitas dan formalitas; bagaimana mungkin saya harus mempertaruhkan kredibilitas keilmuan yang telah saya lewati dan tempuh bahkan sebagai seorang guru besar. Tidak mungkin tidak saya akan menyanggah setiap pertanyaan-pertanyaan menjebak untuk menjatuhkan nilai, terlebih lagi serangkaian tes tsb diamati oleh berbagai lapisan media.
Saya akan menyiratkan dalam setiap bahasa jawaban saya dengan kalimat: "Maaf sobat, saya sudah mengungguli anda dan layak untuk menjadi seorang negawaran."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H