Ratih Kumala mencontohkan apabila penulis mengambil tahun 1998 sebagai latar waktu dalam karyanya, maka ia harus bisa memasukkan kondisi dan situasi pada waktu itu dengan cakap.Â
Risetnya tentu tidak hanya berdasarkan googling saja, tapi bisa dengan mengumpulkan dan membaca arsip-arsip zaman tersebut, membaca pustaka, atau dengan melakukan interview kepada legenda hidup yang merasakan peristiwa di tahun tersebut.
Setelah soal ide dasar, pemilihan genre dan tema, serta kekuatan riset, Ratih Kumala juga memaparkan pentingnya membuat kerangka karangan ketika menulis fiksi. Hal tersebut bisa membantu penulis agar tetap fokus, dan mampu menghalau ide-ide liar yang mungkin muncul saat proses menulis.
Gadis Kretek, di antara buku dan film
"Saya penulis skenarionya, jadi bebas mau lebih suka film atau bukunya", jawab Ratih Kumala atas pertanyaan yang saya ajukan.
Sebetulnya bukan itu jawaban yang saya harapkan dari Ratih Kumala. Pertanyaan saya soal bagaimana seorang penulis melihat hasil karyanya dalam audio visual seringkali saya tanyakan pada penulis lainnya.
Semisal Habiburahman El-Shirazy (Kang Abik) yang kurang menyukai Ayat-Ayat Cinta versi Hanung Bramantyo, atau Eddy D. Iskandar yang memberikan pandangannya soal perbedaan Gita Cinta dari SMA versi 1979 dengan versi 2023 atau bahkan dengan Galih & Ratna (2017).
Saya hanya ingin mengelaborasi pandangan para penulis terhadap karya film hasil ekranisasi tulisan mereka. Karena saya masih berpendapat bahwa buku dan film tidak bisa dibandingkan. Keduanya adalah media yang berbeda dan dinikmati dengan cara yang berbeda pula.
Jujur saja, saya membaca novel "Gadis Kretek" setelah menamatkan 5 episode serialnya. Saya cukup penasaran, apakah gaya penceritaan dan materi aslinya semenarik yang dihadirkan dalam karya audio visual.
Bicara soal serial, kekuatan Gadis Kretek memang ada pada penyutradaraan Ifa Isfansyah & Kamila Andini yang mampu menjadikan karakter Lebas (diperankan Arya Saloka) sebagai pemantik kisah.
Lebas adalah karakter di masa kini, anak dari Soeradja, pemilik pabrik kretek Djagad Raya yang sedang sekarat. Dalam kesakitannya, Soeradja meminta Lebas mencari seorang perempuan bernama Jeng Yah. Nah, dalam upaya pencarian Jeng Yah inilah, penonton dihadapkan pada kisah masa lalu antara Soeradja dan Jeng Yah.