Saya sedikit mengalihkan konsentrasi dari panggung menuju obrolan bertiga. Seingat saya, ini pun kali pertama bisa bertukar cerita dengan Mbak Dew dan Linda dalam durasi waktu yang lebih banyak. Sebelumnya, saya lebih menjaga interaksi dengan mengikuti beberapa event online yang KOMiK selenggarakan.
Waktu Ashar telah tiba. Saya izin pamit dulu untuk ke Mushola. Eh, ternyata Pak Irvan mengikuti dari belakang. Dan akhirnya salat Ashar bareng. Tapi begitu saya selesai Ashar, Pak Irvan sudah menghilang. Haha.
Di selasar Mushola, sembari memakai sepatu, saya berkenalan dengan kompasianer dari Jawa Tengah. Saya sempat bertanya akun kompasiananya dan saat itu juga saya follow. Sayangnya perbincangan tidak berlangsung lama karena perut saya sudah keroncongan dan juga nggak tahan ingin buang air kecil.
Mulailah saya bergerilya mencari tenant atau food store yang ada di Chillax Sudirman. Rupanya harganya memang tidak bersahabat dengan kantong saya. Sebelumnya saya sudah diingatkan juga oleh mbak Hidayah Qudus soal ini. Katanya, karena ini tempat nongkrongnya muda-mudi Jekardah, jadi jangan kaget. Hihi.
Lapar masih melanda. Sementara sesi Ratih Kumala dan Wregas Bhanuteja akan segera tiba. Saya tanya ke petugas registrasi, kapankah sesi Wregas dimulai. Petugas menjawab bahwa sesi Wregas masih lama, karena akan dimulai sesi Ratih duluan. Ya, gimana ya, saya nggak mau ketinggalan keduanya.
Tapi ya sudah berbekal informasi dari Pak Irvan, saya berjalan ke area parkir Chillax, katanya ada warteg di sana. Saya sudah titip pesan ke Pak Irvan, untuk memberi kabar jika sesi Ratih Kumala sudah dimulai.
Baru juga mau pesan ayam goreng, Pak Irvan sudah memberi kabar di grup WA KOMiK kalau Ratih Kumala sudah datang. Saya tak jadi pesan makanan dan buru-buru kembali ke area utama dengan setengah berlari.
Saya tidak lagi duduk di kursi pinggir panggung, tetapi memilih lesehan di area utama bersama dengan pengunjung lainnya. Seiring juga dengan suhu ruangan yang tiba-tiba saja semakin mendingin. Mungkin habis hujan kali ya.
Sesi Ratih Kumala dimulai. Mata saya memperhatikan pemaparan Ratih, jari jemari dengan lihai mencatat poin penting di notes handphone, tapi telinga malah mendengar terlalu riuhnya obrolan para pengunjung yang ramainya mengalahkan echo yang dihasilkan dari mic yang dipakai Ratih.
Berkali-kali Ratih Kumala menginterupsi pemaparannya, "ngerti nggak sih", "paham nggak ya kalian". Entah itu bagian dari gaya penyampaiannya atau sebagai bentuk ekspresi karena pemaparannya kurang mendapat perhatian dari sebagian pengunjung yang lebih asyik sendiri. Hanya Ratih yang tahu.
Keadaan sesi Wregas pun tak jauh berbeda. Riuh di lesehan lebih terdengar nyaring dibanding suara Wregas itu sendiri. Entah kenapa dari beberapa curi dengar yang tak disengaja, pembicaraan soal misteri peraih Kompasianer of the Year lebih menarik dibanding materi yang dihadirkan Kompasianival.