Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Kupu-Kupu Kertas", Romansa Tragis di Tengah Konflik Horizontal

29 September 2024   09:34 Diperbarui: 29 September 2024   09:35 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mereka hanya ingin melihat Langit-Langit Surga/doc. Denny Siregar Production

Sempat menarik diri dari peredaran beberapa hari sebelum Pemilihan Umum (Pemilu, Februari 2024), film Kupu-Kupu Kertas akhirnya kembali tayang di bioskop pada 26 September 2024. Meski layar yang diberikan tidak sebanyak dua film Indonesia lain yang tayang berbarengan yakni horor Sumala dan drama Home Sweet Loan.

Saya memutuskan untuk menonton film ini karena tertarik sekaligus penasaran, kenapa film ini ditarik sebelum Pemilu. Apakah ada hubungannya dengan isi cerita yang berlatar tentang Partai Komunitas Indonesia (PKI) di tahun 1965, atau ada faktor eksternal lainnya.

Romansa tragis di tengah konflik horizontal

Kupu-Kupu Kertas mengambil latar di Banyuwangi pada tahun 1965. Diceritakan kala itu, kepala pimpinan simpatisan PKI, Rekoso (Iwa K) bermusuhan dengan pemuda Ansor Nahdlatul Ulama (NU) yang dipicu oleh penyerangan sepihak dan perebutan tanah oleh PKI.

Film arahan Emil Heradi ini dengan sangat jelas menempatkan PKI sebagai antagonis utama yang menjadi penyebab konflik. Sementara NU menjadi protagonis utama yang sifatnya hanya melawan dan mempertahankan, tidak memulai serangan lebih dulu.

Yang menarik adalah, soal konflik ini dituturkan dari sudut pandang Ning (Amanda Manopo), yang merupakan anak Rekoso. Ning secara tidak sengaja jatuh cinta pada Ihsan (Chicco Kurniawan), pemuda kalem dari golongan NU. Sudah sangat jelas, cinta mereka akan menemui jalan terjal karena kedua keluarganya memiliki konflik horizontal.

Sebetulnya, baik Ning maupun Ihsan keduanya tidak terlibat langsung dalam konflik. Ning hanyalah anak kepala PKI, dan Ihsan hanyalah adik dari Rasyid (Samo Rafael), ketua Ansor.

Ketidakterlibatan mereka secara langsung terhadap konflik menjadi titik lemah utama film. Saya sulit sekali menginvestasikan emosi kepada keduanya, karena romansa mereka seakan hanya selingan dari peristiwa konflik yang dilukiskan film secara tragis, sadis, dan brutal.

Karakter mereka jadi seperti remaja yang kucing-kucingan di FTV/doc. Denny Siregar Production
Karakter mereka jadi seperti remaja yang kucing-kucingan di FTV/doc. Denny Siregar Production

Editor Wawan I. Wibowo sudah berusaha keras memberikan treatment penyuntingan yang baik agar penonton paham, bahwa romansa mereka berada dalam keadaan yang tidak akan menguntungkan sama sekali. Sesekali setelah menggambarkan konflik, film akan membawa penonton pada kisah romansa Ning dan Ihsan.

Tapi emosi antara romansa dan konflik yang menjadi latar belakangnya terasa terpisah. Setidaknya, jika kedua karakter utama digambarkan tidak menyukai permusuhan dan tidak terlibat dalam konflik fisik, seenggaknya karakter tersebut bisa digali lebih dalam dari sisi pemikirannya. 

Sangat terasa sekali memang penulisan karakter Ning dan Ihsan tidak matang. Salah satunya terlihat ketika dialog Rasyid mempertanyakan kepada adiknya, soal apa yang dia bela dalam hidup. Seketika Ihsan memang tidak bisa menjawab apa-apa, selain ia hanya ingin hidup seperti bapaknya yang tidak terafiliasi dengan golongan manapun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun