DPR RI ini. Tapi nggak sedikit pula yang masih bingung, sebetulnya gimana metode bagi-bagi kursi DPR ini.
Di media sosial sudah banyak bertebaran prediksi siapa calon legislatif (caleg) yang akan lolos ke Senayan, dan siapa yang tidak. Masyarakat semakin melek informasi akan cara penghitungan kursi untuk para calegSemisal ada caleg dari partai A, suaranya lebih tinggi daripada caleg partai B, tapi yang lolos ke Senayan malah caleg partai B. Kok bisa? Yuk mari sama-sama belajar!
Cara penghitungan umum kursi DPR RI
Sesuai Undang-Undang (UU) N0. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pembagian kursi DPR RI masih menggunakan metode sainte lague. Metode ini mengonversikan perolehan suara partai politik (parpol) ke kuota kursi parlemen DPR RI sesuai daerah pemilihannya.Â
Lebih lanjut mengenai rumus matematisnya dijelaskan dalam pasal 415 ayat (2) UU Pemilu. Begini bunyinya:
Suara sah setiap partai politik yang memenuhi ambang batas 4 persen dibagi bilangan pembagi 1 dan diikuti secara berurutan oleh bilangan ganjil seperti 3,5,7, dan seterusnya.
Nah, di ayat tersebut ada klausul ambang batas 4 persen. Artinya, partai politik yang mendapat suara sah nasional di bawah 4%, secara otomatis tidak diikutsertakan dalam penghitungan kursi.Â
Semisal Perindo yang menurut lembaga Quick Count, suara sah parpol tersebut hanya sekitaran 1,33-1,50%, maka otomatis seluruh keluarga Hary Tanoesodibjo yang nyaleg gagal duduk manis di kursi DPR RI.
Mari kita simulasikan penghitungan kursi DPR RI ini secara lebih konkret. Sebagai sample, saya ambil daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat (Jabar) IV yang meliputi Kota Sukabumi dan Kabupaten Sukabumi. Ya, tiada lain dan tiada bukan karena saya menggunakan hak suara saya di dapil ini.
Perolehan 9 suara parpol di dapil Jabar IV
Sesuai hasil rilis sejumlah lembaga Quick Count, 8 partai dipastikan lolos ke Senayan. Mereka adalah PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, Nasdem, PKS, PAN, & Demokrat. Sementara PPP berada di ujung tanduk, karena suaranya berada di kisaran 3,64-3,97%. Dengan margin of error 1%, PPP masih punya kemungkinan lolos ke Senayan.
Jadi dalam simulasi ini, kita anggap saja PPP lolos parlemen.
Berdasarkan hasil real count Sirekap KPU per tanggal 22 Februari 2024, pukul 09:00 WIB, dengan suara masuk 61,96%, perolehan suara parpol di dapil Jabar IV adalah sebagai berikut:
1. Gerindra 127.770
2. Golkar 110.035
3. PKS 94.153
4. PKB 90.992
5. Demokrat 60.191
6. PDIP 49.906
7. PAN 45.582
8. Nasdem 44.711
9. PPP 39.838
Kesembilan partai tersebut akan memperebutkan kursi DPR dapil Jabar IV yang jumlahnya sebanyak 6 kursi. Secara logika matematika, karena kuota yang diperebutkan lebih sedikit daripada yang memperebutkan, maka bisa dibaca parpol yang berada di urutan ke 7,8, dan 9 tidak akan mendapat kursi.Â
Dengan kata lain, PAN, Nasdem, & PPP berpotensi gagal mengantarkan calegnya di dapil ini ke Senayan.
Penghitungan kursi 1
Untuk menentukan siapa yang memperoleh kursi pertama, seluruh suara sah parpol dibagi dengan bilangan ganjil pertama, yakni 1, sehingga diperoleh penghitungan sebagai berikut:
1. Gerindra 127.770/1 =Â 127.770
2. Golkar 110.035/1 = 110.035
3. PKS 94.153/1 = 94.153
4. PKB 90.992/1 = 90.992
5. Demokrat 60.191/1 = 60.191
6. PDIP 49.906/1 = 49.906
7. PAN 45.582/1 = 45.582
8. Nasdem 44.711 /1 = 44.711
9. PPP 39.838/1 = 39.838
Dari penghitungan tersebut, suara terbesar diraih oleh Gerindra. Maka kursi pertama dari enam kuota yang tersedia dipastikan milik Gerindra.
Penghitungan kursi 2
Dikarenakan Gerindra sudah mendapat jatah kursi pertama, maka suara sah Gerindra dibagi dengan bilangan ganjil selanjutnya, yakni 3. Sementara parpol lainnya yang belum kebagian kursi tetap dibagi dengan bilangan 1, sehingga:
1. Gerindra 127.770/3 = 42.590
2. Golkar 110.035/1 =Â 110.035
3. PKS 94.153/1 = 94.153
4. PKB 90.992/1 = 90.992
5. Demokrat 60.191/1 = 60.191
6. PDIP 49.906/1 = 49.906
7. PAN 45.582/1 = 45.582
8. Nasdem 44.711 /1 = 44.711
9. PPP 39.838/1 = 39.838
Di penghitungan kedua, angka tertinggi didapat oleh Golkar. Dan otomatis kursi kedua diberikan kepada partai kuning ini.
Penghitungan kursi 3
Gerindra dan Golkar masing-masing sudah mendapat satu kursi. Di penghitungan kursi ketiga ini, suara sah mereka dibagi dengan bilangan 3, sementara parpol lainnya masih dibagi dengan bilangan 1. Sehingga penghitungan menjadi begini:
1. Gerindra 127.770/3 = 42.590
2. Golkar 110.035/3 = 36.678
3. PKS 94.153/1 =Â 94.153
4. PKB 90.992/1 = 90.992
5. Demokrat 60.191/1 = 60.191
6. PDIP 49.906/1 = 49.906
7. PAN 45.582/1 = 45.582
8. Nasdem 44.711 /1 = 44.711
9. PPP 39.838/1 = 39.838
Dari hasil penghitungan ketiga, kursi jatuh pada PKS. Sehingga pada penghitungan kursi keempat, suara Gerindra, Golkar, & PKS dibagi dengan bilangan 3, sementara parpol lainnya masih dengan bilangan 1.
Dengan mengikuti metode tersebut, didapatlah enam kursi DPR RI dapil Jabar IV yang masing-masing diisi oleh Gerindra, Golkar, PKS, PKB, Demokrat, dan PDIP. Penghitungannya saya simulasikan dalam tabel di bawah ini:
Kesimpulan dan analisis
Balik lagi ke persoalan yang saya bahas di awal, yakni soal caleg partai yang suaranya lebih tinggi daripada caleg partai lain tapi tidak lolos. Itu terjadi karena metode sainte lague tidak memperhitungkan suara pribadi tapi akumulasi dari para caleg di partai tersebut dan suara partai itu sendiri.
Dengan kata lain, penghitungan ini bukan soal peringkat seperti ranking di kelas yang diurutkan dengan nilai. Misal seluruh caleg yang berkompetisi dari dapil Jabar IV diperingkat berdasarkan suara terbanyak, kemudian secara otomatis yang berada di enam besar langsung lolos. Tidak, tidak begitu.
Nah, di simulasi kali ini, terjadi kok hal semacam itu!
Anggaplah kursi masing-masing partai yang masuk ke parlemen diberikan kepada caleg tertinggi di partai tersebut, maka yang berpotensi masuk ke Senayan adalah:
1. SATRIO DIMAS ADITYO, M.B.A. (Gerindra, 41.089),
2. Hj. DEWI ASMARA, S.H., M.H. (Golkar, 56.595),
3. drh. SLAMET (PKS, 32.218),
4. ZAINUL MUNASICHIN (PKB, 29.686),
5. IMAN ADINUGRAHA, S.E., Akt. (Demokrat, 30.456), dan
6. dr. RIBKA TJIPTANING P., AAK. (PDIP, 17.742).
Apakah mereka adalah Top 6 di dapil Jabar IV? Jawabannya ternyata tidak!
Dari PAN ada petahana DESY RATNASARI, M.Si., M.Psi. yang mendapat 31.828 suara. Suara yang diraih oleh Desy ini malah lebih tinggi dibanding caleg tertinggi di PKB, Demokrat, dan PDIP. Tapi jika tren kenaikan suara saat ini relatif stabil hingga penghitungan akhir, Desy Ratnasari berpotensi gagal ke Senayan.
Di sisi yang lain, kalau kita mencermati perolehan suara saat penghitungan kursi keenam, Gerindra masih punya peluang besar untuk mendapatkan dua kursi. Posisi saat ini, caleg tertinggi kedua di Gerindra suaranya terhitung besar yakni petahana HERI GUNAWAN dengan total 40.679 suara.
Jika hal ini terjadi, maka selain PAN, PDIP pun berpotensi gagal melanggengkan petahana Ribka Tjiptaning untuk tetap duduk di DPR di periode kelimanya.Â
Namun karena suara yang masuk baru 61,96%, masih ada kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa terjadi terutama pada parpol di klasemen bawah.Â
PDIP, PAN, Nasdem, & PPP masih mungkin berebut kursi terakhir karena selisih suara yang tipis. Kecuali jika Gerindra berhasil mempertebal suaranya dan mendapat dua kursi, keempat partai tersebut mungkin hanya bisa gigit jari.
Atau juga sebaliknya, jika satu kursi terakhir direbut oleh salah satu dari 4 partai yang saat ini terbawah, Gerindra bakal nyesek banget. Mereka harus menerima kenyataan tidak bisa melantik caleg kedua yang perolehan suaranya jauh melebihi caleg-caleg partai lain yang lolos.
Gimana, gimana? Semoga bisa membantu memberikan pemahaman mengenai penghitungan kursi DPR RI ya. Dan kamu sudah bisa menghitung sendiri, kira-kira siapa saja caleg di dapilmu yang berpotensi masuk atau tidak ke Senayan berdasarkan perolehan suara yang sudah terdapat di Sirekap KPU.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H