Anies Baswedan di kontestasi Pemilu 2024 sebagai calon presiden, nggak dipungkiri memberikan warna baru bagi pemilu kita kali ini. Salah satunya adalah dengan hadirnya program 'Desak Anies', sebuah acara yang memberi ruang kepada masyarakat untuk bisa "mendesak" Anies dengan segala bentuk desakannya.
KehadiranDesak Anies dikemas dengan format acara seperti talkshow, dan Anies Baswedan adalah bintangnya. Dalam Desak Anies, masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengulik visi misi dan pemikiran sang bintang sebagai calon presiden yang akan memimpin bangsa ini ke depan.
Melihat cuplikan-cuplikannya di media sosial, saya merasa suasana yang dihadirkan dalam Desak Anies adalah suasana yang santai, dekat dengan masyarakat tanpa sekat. Tapi di sisi yang lain, materi yang dibahas ternyata tidak sesantai itu. Dari Desak Anies, saya jadi banyak tahu beragam persoalan bangsa yang tengah dihadapi masyarakat Indonesia saat ini.
Kehadiran Desak Anies menjadi metode kampanye baru di Indonesia yang bisa dibilang sangat progresif. Mengajak masyarakat untuk terdidik berdemokrasi dengan baik, tidak hanya soal bagi-bagi kaos, sembako, atau bahkan politik uang.
Rasanya untuk beberapa hal ini kita sepakat tentang Desak Anies, yang pada akhirnya menjadi inspirasi serupa bagi acara 'Slepet Imin' dan 'Tabrak Prof'. Tapi yang akan saya soroti kali ini adalah kehadiran komika di acara Desak Anies yang ceroboh. Orang-orang X sih bilangnya blunder.
Pada awal Desember 2023, Desak Anies hadir di Lampung. Acara tersebut dimeriahkan oleh komika lokal Aulia Rakhman sebagai penghibur. Niatnya mungkin menghibur, tapi materi yang dibawakannya berujung kontroversi.
"Sebenarnya arti nama Aulia itu bagus ya, pemimpin, sahabat, orang yang dicintai gitu. Cuman kan sekarang ini apa sih arti nama, kayak penting aja gitu ya. Coba lu cek penjara, ada berapa nama yang namanya Muhammad di penjara. Kayak penting aja nama Muhammad sekarang ya, udah di penjara semua tuh".
Kalimat di atas adalah serangkaian bit yang dibawakan Aulia saat acara Desak Anies. Saya boleh saja berbaik sangka, mungkin maksudnya dia ingin memberitahu bahwa banyak orang dengan nama-nama yang baik, tapi berkebalikan dengan kelakuannya.
Di sinilah kecerdasan seorang komika diuji. Ketika hendak menyampaikan maksud tertentu ia harus pandai-pandai memilih diksi dan juga punya kepekaan dan rasa dalam berbahasa. Dalam peribahasa bahasa Sunda ada istilah 'hade ku omong, goreng ku omong'. Yang artinya segala sesuatu bisa dinilai baik atau buruk tergantung ucapan atau omongan.
Jika memang Aulia bermaksud menyindir orang-orang yang punya nama baik tapi kelakukan buruk, ia bisa riset lebih dalam dan mencari jokes yang sudah common sense. Misalnya, "nama Soleh, kelakukan salah".