Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Papua Future Project, Secercah Cahaya untuk Pendidikan Papua yang Lebih Baik

29 Agustus 2023   08:29 Diperbarui: 29 Agustus 2023   08:33 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mereka punya hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan/IG: @papuafutureproject

Persoalan pendidikan di Indonesia bukanlah semata-mata tentang kurikulum. Ia lebih kompleks dari itu.

Dengan kondisi masyarakat kita yang beragam, mulai dari kehidupan sosial budaya, kebiasaan di lingkungan tempat tinggal, hingga tingkat ekonomi, membuat masalah di sektor pendidikan kita sangat kompleks.

Saya akan coba mengajak menelusuri permasalahan pendidikan yang dipotret dalam film Indonesia. Meskipun film adalah karya fiksi, tapi apa yang dipotretnya (bisa saja) terjadi di Indonesia.

Dalam Aisyah Biarkan Kami Bersaudara, kita bisa melihat bagaimana sekolah di Nusa Tenggara kekurangan guru. Hingga akhirnya harus mengimpor guru dari Jawa, agar anak-anak di sana bisa tetap mendapatkan pendidikan.

Selain soal guru, ketersediaan infrastruktur bangunan yang sekolah yang layak juga masih menjadi isu yang tidak pernah selesai.

Dalam Tanah Surga Katanya, kita diperlihatkan adegan seorang guru yang terperosok ketika mengajar. Maklum saja, karena lantai sekolah tersebut terbuat dari kayu dan sudah lama tidak mendapat perbaikan. Latar sekolah dalam film tersebut terjadi di perbatasan Kalimantan dan Malaysia.

Lain lagi dengan yang dihadapi oleh anak-anak Muna, Sulawesi Tenggara, dalam Jembatan Pensil. Untuk pergi ke sekolah, mereka harus menempuh medan yang berat, melalui hutan dan sungai, hanya dengan berjalan kaki. Belum lagi ditambah dengan risiko terjatuh ke sungai, karena jembatan yang mereka lalui sudah tidak layak seberang.

Cerita lain bergulir dari seorang ibu di Gunungkidul, Yogyakarta, dalam Mimpi Ananda Raih Semesta. Ia rela bekerja apa saja yang penting anak perempuannya bisa sekolah. Bahkan sang ibu tetap menyimpan harapan anaknya bisa melanjutkan sekolah hingga ke jenjang perguruan tinggi.

Pengorbanan ibu di Gunungkidul, berbanding terbalik dengan pemikiran seorang ayah di Papua dalam Denias, Senandung di Atas Awan. Ia mencegah anaknya untuk sekolah, karena berpikir bahwa percuma saja sekolah, jika ujung-ujungnya pun membantu orang tua bekerja.

Maka, kebijakan pemerintah yang dibuat dari gedung tinggi nan ber-AC, tidaklah cukup untuk mengatasi permasalahan pendidikan negeri ini. Bahkan tak jarang, solusi yang ditawarkan atas suatu masalah malah menimbulkan masalah baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun