"Melonjaknya kasus kerasukan di seluruh dunia, membuat Vatikan mendirikan 'Sekolah Pengusiran Setan' di luar Vatikan. Salah satunya di Boston, Amerika Serikat."
Semenjak dimulai oleh The Exorcist (1973), persoalan kerasukan sudah menjadi budaya populer yang kini sering muncul dalam film. Rasa-rasanya sudah banyak film horor Barat yang mengisahkan tentang proses pengusiran setan dari sudut pandang aturan Vatikan.
Fakta tersebut menimbulkan pertanyaan yang cukup menggelitik. Sejauh mana film-film tersebut menawarkan hal yang baru atau segar, sehingga filmnya tetap menarik untuk ditonton walau sudah disajikan berkali-kali?
Mari kita bedah film terbaru tentang pengusiran setan The Devil's Light (yang di beberapa negara berjudul Prey for The Devil).
Film arahan Daniel Stamm ini membukanya dengan narasi tentang pelonjakan kasus kerasukan di berbagai negara. Untuk mengatasi kasus pelonjakan ini, Vatikan mendirikan sekolah pengusiran setan di luar Vatikan.
Protagonis utama perempuan membuat film ini tampil segar
Menurut aturan Vatikan, pengusiran setan hanya bisa dilakukan oleh pastor (seorang laki-laki). Namun Sister Ann (Jacqueline Byers), seorang biarawati, bersikeras mengikuti pendidikan dan pelatihan pengusiran karena trauma dengan masa lalunya.
Tentunya keinginan Ann mendapat pertentangan dari mentor dan para pimpinan gereja. Walaupun pada akhirnya ia disetujui untuk mengikuti pelatihan tersebut. Maka, jadilah ia satu-satunya perempuan yang berada di kelas pengusiran setan.
Sudah sangat jelas The Devil's Light membawa narasi akan pentingnya peranan perempuan dalam suatu hal. Bahkan untuk urusan yang biasa dikerjakan laki-laki yang sudah ditetapkan dan diberlakukan selama ribuan tahun
Apakah The Devil's Light membuatnya seperti glorifikasi berlebihan?
Biasanya saya suka agak kesal menonton film dengan narasi seperti ini, karena kebanyakan perempuan yang dijadikan sebagai protagonis utama hanya digambarkan sebagai 'penuntut'. Padahal seyogyanya, karakternya bukan hanya bisa menuntut tapi juga berproses.