Punya kesamaan dengan film bollywood Mimi tentang sosok ibu dan mimpinya, saya merasa penggambaran ibu yang dibentuk di Ali & Ratu Ratu Queens adalah sosok yang jahat.
Seorang ibu meninggalkan anak kecilnya demi mengejar mimpinya di Amerika. Hingga si anak sudah besar, ia memutuskan untuk mencari ibunya ke Amerika karena sang ibu ternyata tidak pernah pulang ke Indonesia. Kenyataan apa yang sang anak hadapi?
Film arahan Lucky Kuswandi (Galih & Ratna) ini menurut hemat saya nggak punya pijakan dasar akan fokus ceritanya. Apakah ia ingin berbicara tentang hubungan keluarga, 'american dreams', emansipasi wanita, atau ingin mencampur-adukkan semuanya?
Jujur saja, aku sulit jatuh cinta pada Ali & Ratu Ratu Queens.Pada kenyataannya, banyak perempuan lebih memilih untuk mengubur cita-citanya setelah menikah. Apalagi ketika sudah memiliki anak. Prioritas sang ibu berubah. Mereka lebih memilih membersamai anak-anak bersama keluarganya.
Hal berbeda ditunjukkan oleh ibunya Ali (diperankan Marissa Anita). Ia memilih meninggalkan keluarganya demi menggapai mimpinya. Meski ternyata, kita mendapati kalau mimpinya sama sekali tidak kesampaian. Tapi bukannya balik ke Indonesia, ia malah membangun keluarganya sendiri bersama bule lokal di sana hingga memiliki anak.
Ya, nggak ada yang salah memang. Film 'kan bebas berbicara apa saja. Namun penggambaran ini membuat saya bertanya, apakah ini bentuk emansipasi wanita yang hendak ditunjukkan dari film yang ditulis oleh Gina S. Noer ini?
Persoalan dalam film ini tak hanya hadir dari fokus cerita saja, tapi juga karakterisasi sang tokoh utama, Ali (Film dibuka dengan adegan yang menggambarkan identitas keislaman yang kental. Ali dibesarkan dalam kehidupan keluarga muslim yang taat. Dalam kumpul keluarga, Ali menyampaikan keinginannya untuk mencari ibunya ke Amerika. Keinginannya tentu mendapat pertentangan dari keluarga besar, karena mereka menganggap ibunya Ali adalah sosok yang tidak bertanggungjawab.
Bahkan salah satu karakter di film ini, merespon keinginan Ali dengan 'membandingkan' Amerika dan Mekah. Katanya lebih baik ke Mekah daripada ke Amerika.
Ya kali Bambang! Ibunya 'kan pergi ke Amerika masa iya Ali harus nyari ke Mekah. Kecuali ibunya jadi TKW. Ada-ada saja memang naskahnya ini.
Terus lagi ya, hingga Ali sampai di Amerika, identitas keislaman Ali luntur begitu saja. Ali mendadak lupa, kalau ia adalah anak muda yang santun dan taat beribadah. Saya paham, shock culture itu pasti ada. Apalagi Indonesia dan Amerika jelas punya budaya yang berbeda. Dan Ali yang masih remaja, bisa dengan mudah mengikuti/terpengaruh oleh budaya dan cara hidup di sana.