Kelima, gap antara teori dan praktek kebijakan, misalnya pendekatan institutional yang dicirikan dengan dominasi negara dalam pengambilan kebijakan tidak efektif karena faktor distrust dan friksi politik, meskipun dalam situasi policy in crisis. Kebijakan apapun dalam situasi emergency tetap mengharuskan persetujuan semua kelompok.
Pertanyaan berikutnya adalah, apakah gap kebijakan masih terjadi pasca menurunnya Covid-19? Kelima gap masih tetap akan terjadi di hampir setiap negara, meski dengan intensitas berbeda. Sementara itu, perubahan ke arah yang lebih baik kemungkinan terjadi pada negara-negara yang mampu belajar cepat (fast learner state) yang dicirikan oleh: kemampuan memanfaatkan science dalam pembuatan keputusan; leadership yang inovatif, dan; governance yang kuat.
Kebijakan Pasca Covid 19
Beragam asumsi menyebutkan, pandemi Covid-19 akan menurun tetapi masih potensial terjadi penularan, meski kebijakan penanganan masih dijalankan untuk beberapa hal. Contoh kasus: Korea dan Wuhan muncul kasus baru setelah lockdown dilonggarkan, pada 10 Mei 2020.
Di sisi yang berlawanan, sektor ekonomi juga harus jalan karena sektor informal yang selama ini menjadi bemper social ekonomi masyarakat paling terdampak dan harus dihidupkan kembali. Berikutnya, masyarakat yang dulu masuk kategori rentan miskin, sekarang banyak jatuh miskin, bahkan Menko PMK Muhadjir Effendy memproyeksikan ada kenaikan menjadi 10-12 persen. Terakhir, angka pengangguran meningkat karena banyak perusahaan tutup, yang oleh Menkeu Sri Mulyani ditaksir terjadi kenaikan 2,9 juta hingga 5,2 juta pengangguran.
Alternatif Kebijakan Era "The Dance" Covid-19
Berdasarkan fakta-fakta di atas, penulis mengusulkan alternative kebijakan pada era yang diistilahkan oleh Tomas Pueyo sebagai 'The Dance' Covid-19 yang didasarkan pada adanya kemungkinan masih turun naiknya jumlah kasus covid 19.
Pertama, menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat dilakukan dengan beberapa alternatif kebijakan seperti tes masif; pelacakan intensif; isolasi; peningkatan fasilitas kesehatan dan SDM-nya; dan physical distancing. Kedua, menghidupkan kembali sendi-sendi perekonomian nasional melalui alternatif kebijakan berupa mengundang dan meningkatkan kepercayaan investor; memperkuat UMKM dan sektor informal; insentif ekonomi; memperkuat produksi alat dan obat sektor Kesehatan; dan memperkuat produksi pangan nasional.
Ketiga, memperluas social protection diwujudkan melalui alternatif kebijakan mendata kembali jumlah orang miskin dan yang baru jatuh miskin (rentan miskin); serta mengembangkan inovasi social protection melalui berbagai sumber dana yang tersedia. Keempat, memperkuat governance dengan alternatif kebijakan berupa membentuk semacam badan krisis nasional yang langsung berada di bawah presiden (tidak cukup hanya gugus tugas); menyusun anggaran yang lentur terhadap krisis; meningkatkan kapasitas pejabat publik terhadap krisis; dan memperkuat science sebagai basis pengambilan keputusan.
Dalam kebijakan tidak bisa satu kata, namun ada praktik kebijakan yang harus diperhatikan bagi kepentingan banyak pihak. Kebijakan memang sebagai tindakan yang diambil pemerintah untuk dilakukan ataupun tidak dilakukan. Menghadapi pandemi Covid-19 ini, pemerintah Indonesia juga telah mengambil langkah-langkah kebijakan yang dibutuhkan. Semoga implementasinya pun efektif dan efisien di lapangan.
Penulis adalah Peneliti Senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM