Mohon tunggu...
Aristyanto WW
Aristyanto WW Mohon Tunggu... Penulis - Think Tank

Think Tank

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pak Sandi, Tolong Sapih yang Besar dan Susui yang Kecil

23 Desember 2020   18:11 Diperbarui: 23 Desember 2020   18:33 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

oleh Raja Euy, AR RE BG MWJ, Jakarta231220

Saya mengucapkan Selamat & Sukses atas diangkatnya Sandiaga Sallahudin Uno menjadi Menteri Pariwisata Ekonomi Kreatif. Semoga kecerdasan dan profesionalan Bapak bisa menjadikan pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia maju. 

Mengingatkan saja sebelum terbentuknya kabinet publik berharap milenial profesional dapat bekerja lebih baik dari para seniornya. Setelah menjabat sebagai Menteri, Wakil Menteri atau Staf Ahli hampir rata rata tidak ada gregetnya. Ternyata untuk untuk jabatan publik selain harus cerdas, profesional ternyata butuh jam terbang. Disamping syarat klise lainnya yaitu harus nasionalis, berakhlak, luwes, mau mendengar dan belajar.

Indonesia kalau diliteratur selalu ditulis negeri yang indah, kaya budaya dan ramah penduduknya. Tapi kalau melihat dari vlog atau youtube dengan tema 'Reaksi Asing Tentang Indonesia", rata-rata tidak tahu Indonesia itu apa dan dimana. Dan kalau ditanya tentang Bali, semua reflek tahu dan menjawab ingin berkunjung kesana. 

Ketika ditanya saya kira-kira darimana, dengan ragu-ragu menjawab 'India, Malaysia, Thailand'. Rendang, Tempe, Reog dijawab dari Malaysia. Batik dijawab dari Malaysia atau Thailand. Setelah diterangkan bahwa Bali, Reog, Rendang, Tempe, Batik adalah Indonesia baru mereka terheran 'Oh My God'

Hal ini menunjukkan pariwisata kita salah kelola. Andai saja Kementerian Pariwisata bekerja dengan baik hal tersebut tidak terjadi. Bahkan bila mau mengexplore seluruh sektor al: destinasi, legenda, budaya seperti tari, musik, pakaian, motif / corak, adat perkawinan, dll serta kuliner di 514 kota/kabupatennya yang berbeda, dengan dibantu Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perdagangan saya yakin pariwisata Indonesia makin mendunia.

Kemajuan pariwisata Indonesia akhir-akhir ini menurut saya bukan hasil kerja pemerintah, tetapi kerja nitizen atas dampak adanya Dana Desa. Dengan dana desa, masyarakat desa berinisiatif memajukan desanya melalui pengenalan obyek wisata desa. Hasilnya bermunculan spot spot wisata baru diluar yang konvensional yang ditulis dibuku-buku. 

Tak kalah dengan yang didesa, masyarakat kota karena tidak mempunyai obyek wisata alam mereka membangun cafe dan tempat kuliner yang unik-unik. Selanjutnya netizenlah yang memviralkan foto-foto tempat wisata baru yang instgramable di sosmed. 

Sementara pemerintah hanya sibuk dengan obyek wisata konvensional dari itu ke itu saja  seperti Bali, Borobudur, Toba, Komodo, Raja Ampat dan Kota Tua. Seharusnya pekerjaan babat alas adalah tugas pemerintah, kemudian rakyat yang menjaga dan merawatnya.

Sebagai rakyat yang peduli untuk kejayaan bangsanya, saya sampaikan usulan yang saya beri judul: #IndonesiakanIndonesia #InternasionalkanIndonesia

SAPIH YANG BESAR & SUSUI YANG KECIL

Obyek wisata seperti Bali, Borobudur, Toba, Komodo, Raja Ampat dan Kota Tua sudah besar, saatnya disapih. Kadang-kadang saja ditengok, diingatkan siapa tahu khilaf. Sekarang tinggal susuin adik-adiknya yang masih kecil. Kasihan yang masih kecil pingin segera bisa besar juga dan jadi kakak buat calon adik-adiknya terhambat karena kurang kasih sayang dan susu

Mulai sekarang setiap daerah (kecamatan) harus buat list tentang potensi wisata dan keunikan daerah berikut sentra ekonominya. Dari lis yang masuk, kementerian mulai dapat memolesnya dengan profesional modern dan efesien

#MENGINDONESIAKANINDONESIA

- Setiap orang wajib tahu, mengerti dan memiliki identitas etnis asalnya. misal wajib bisa bahasa daerah, bisa lagu/tari daerah asal etnisnya

- Setiap orang 1x seminggu wajib menggunakan baju adat etnis asalnya

- Lindungi obyek wisata dari jual beli tanah. Kalau terpaksa harus dijual, harus dijual ke negara dengan harga pasar bukan PBB. Tanah yang berhasil dibeli, diratakan bangunannya dan harus dihutankam kembali. Kantor-kantor pemerintah disatukan dalam satu gedung dan yang tidak terpakai juga harus dihutankan. Kekawatiran ini karena biasanya obyek wisata akan diikuti pertumbuhan properti. Dimana pertumbuhan properti akan diikuti turunnya kwalitas lingkungan. Misal: Orang ke Puncak karena sejuk dan ketenangannya, tapi kelak akan ditinggalkan karena telah panas dan terlalu ramai. Begitu juga Bali, Toba, Borobudur dsb dapat ditinggalkan karena sudah tidak seperti aslinya karena lingkungan yang sudah rusak. 

- Merubah pandangan 'bule adalah istimewa' karena banyak uang dan bisa memperbaiki keturunan. Pemikiran ini mendorong dunia hiburan dan kontes-kontes kecantikan banjir artis bule/indobule. Meskipun bule tersebut dinegeri asalnya bukan siapa-siapa, media dan dunia hiburan tak peduli dengan kompetensi mereka lagi. Yang penting bule-bule tersebut jadi tambang uang. Yang parah, untuk mendapatkan apa yang diinginkan, ditempat hiburan atau wisata banyak yang menggadaikan moral berprostitusi dengan bule. 

Saya heran, apakah tidak ada wanita asli Indonesia baik suku asli atau silang antar suku asli Indonesia yang cantik?. Sehingga judul evennya Indonesia, tapi pesertanya bule/indobule. Misal peserta dari timur yang memang diberikan anugrah Tuhan berkulit hitam dan berambut keriting bisa diwakili bule/indobule? Apa penyelenggara kontes di Indonesia tidak percaya diri seperti penyelenggara kontes kecantikan dunia yang  peserta atau pemenangnya bisa berkulit hitam berambut keriting asli sesuai asalnya?

- Selain mengexplore potensi wisata setiap kecamatan. Kementerian Pariwisata dapat mendorong jenis wisata yang baru untuk di Indonesia. Misalnya kerjasama dengan pemerintah daerah setempat untuk membuka spot "Cabinvan". Dengan digarapnya wisata cabinvan dapat mendorong industri otomotif dan modifikasi turut berpartisipasi.

#MENGINTERNASIONALKANINDONESIA

- Wajib WNI yang akan keluar negeri terutama yang akan tinggal lama untuk mempromosikan Indonesia. Mulai berpakaian ala Indonesia sampai membagikan brosur dan souvenir tentang Indonesia. Sudah tentu paket brosur dan souvenir disediakan pemerintah. Kwalitas brosur harus bagus baik desain, kertas maupun konten. Konten brosur selain standar 'Indonesia memiliki 17.504 pulau, 34 provinsi, 514 kabupaten/kota, 1.304 suku, 718 bahasa yang memiliki keunikan masing-masing", harus dilengkapi kalender resume even

- Wajib WNI lancar baca tulis bicara dan tahu arti bahasa asing,minimal bahasa Inggris. Hal ini bertujuan menunjukan keramahan Indonesia bukan karena murah senyum dan ringan tangan saja tapi bisa komunikasi yang baik dalam menerangkan potensi wisata dengan baik (tidak menggunakan bahasa tarzan)

- Membuat even lokal menjadi nasional dan internasional. Dengan undangan khusus ke pemimpin, pengusaha artis dunia, artis Indonesia dengan follower terbanyak. Siapkan paket tripnya. Biasanya orang terutama asing suka dengan yang kolosal, unik dan magis. Buat setiap even sebagai sarana memecahkan rekor dan melibatkan partisipasi VVIP. Contoh even tersebut al:

a. Digelar di Luar Negeri: Reog, Debus, Angklung, Kecak, Pampaga, Saman, Mekare-kare, Bambu Gila, Lomba Tradisional  (Egrang, Karung, Panjat Pinang, dll)

b. Digelar di Dalam Negeri : Mane'e, awr Warat, Ma'nene, Tau-tau,  Tiwah, Rambu Solo, Tatung, Ogoh-ogoh, Mesuryak, Ngaben, Kebo-keboan, Omed-omedan, dll

- Memindahkan even-even internasional yang penontonnya 80% asing untuk diadakan di Indonesia. Tiket sertakan paket tur yang eksotis tapi murah meriah

- Membuat film berkelas Hollywood. Film adalah salah satu cara memperkenalkan wisata dengan cepat dan tepat. Tepat disini harus melibatkan sutradara/artis/penulis besar dan kolosal dan berbahasa Inggris. Bukan mesti mereka yang peraih Oscar tapi yang penting filmnya selalu lbox office (Jurrasic Park, Gladiator, Indiana Jones, dll) dan harus berbahasa Inggris. 

Bukan berarti Indonesia tidak baik. Tapi kenyataannya film baguspun dari Indonesia ya begitu-begitu saja. Kalaupun disebut baik dunia, hanya menang dalam festival yang ditonton oleh juri yang senang dengan kerumitan. 

Bagi saya juri yang baik pada film adalah penonton yang ikhlas menonton tanpa harus digerakkan dengan tiket diskon/gratis. Tapi mereka yang penasaran rela antri dan mengeluarkan uangnya sendiri. Bagi saya juga film yang baik adalah film yang tidak bosan untuk ditonton atau diputar berulang-ulang setiap tahunnya. 

Film Laksamana Ceng Ho nya  Yusril dari cerita sangat membanggakan bernilai sejarah hubungan China, masuknya Islam dan indahnya Indonesia, tapi film itupun jadi biasa-biasa saja karena dibuat oleh Indonesia. Justru yang mengglobal malah film pendeknya Mas Wisnutama yaitu pembukaan Asian Games. 

Banyak orang asing menshare dan berdecak kagum dengan ide anti mainstream ketika Presiden Zigzag dan Terbang dengan motor. Meskipun ada ketidaksinkronan cahaya, yakni jaraknya dekat tidak membutuhkan waktu banyak untuk ke lokasi dan cahaya diluar terang benderang namun llstadion dengan atap terbuka gelap gulita. Tapi orang tidak peduli dengan teknis cahayanya, tapi kagum dengan keunikannya saja.

Saya berharap Pak Sandi bisa membuat film yang super hebat, yang dibiayai pemerintah dan sponsor. Sementara ini semua yang terlibat biarkan dari Hollywood, kita sementara cukup jadi asisten, menentukan judul/tema dan lokasi. Biarkan mereka melakukan riset untuk kostum hingga properti yang diimajinasikan. Kepentingan kita hanya satu 'Mengangkat Indonesia Melalui Film'. 

Konten yang bisa diangkat misal Jaman Keemasan Nusantara: Sriwijaya (Negara Maritim Terbesar Asia, Pusat Agama Budha Asia Tenggara & Timur), Majapahit (Penakluk Asia Yang Memotong Telings Utusan Kaisar China) atau Perang Lokal seperti Aceh, Sumbar, Jawa, Bali, Maluku, Perang Kemerdekaan dan Pepera Papua. Dalam versi silat/kungfu dikerjasamakan dengan sutradara Mandirin dengan serial Api di Bukit Menoreh. Diluar film modifikasi legenda, Kementerian bisa kerjasama National Geographic membuat film dokumenter lengkap sri atraksi magis, dll

Demikian yang bisa saya sampaikan, barangkali kalau diajak diskusi bisa bertambah. Saya bukan orang pinter, tapi kata teman saya orang yang "tiba masa tiba akal". Sungkem buat Ibu dan salam buat Mas Nanang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun