Mohon tunggu...
Dede Syachroni
Dede Syachroni Mohon Tunggu... karyawan swasta -

golongan minoritas dan tersisih

Selanjutnya

Tutup

Money

Pak Jokowi, Pak Ahok, Mana Bantuannya? Saya Di-PHK Nih

8 April 2013   23:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:29 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Sebuah kabar gembira telah sampai kepada saya pada awal Desember 2012 yang lalu, bahwa Pemerintah DKI Jakarta, Pak Jokowi, telah membuat keputusan mengenai kenaikan UMP DKI Jakarta tahun 2013 sebesar 44%. Woww..!! Sebuah kenaikan yang sangat tinggi dan membuat para pekerja atau buruh bersorak kegirangan. “Bakalan hidup seneng, nih!” Dan atas keputusan ini, banyak orang memuja dan memuji Pak Jokowi karena dianggap telah berhasil memperjuangkan nasib rakyat negeri ini, Nasib para pekerja/buruh khususnya. Para buruh/pekerja bersorak kegirangan dalam pesta kemenangan rakyat. Demikian pula dengan saya, yang juga seorang pekerja yang bekerja di sebuah perusahaan asing di Jakarta.

Iseng-iseng saya melayangkan email untuk mengabarkan kepada rekan-rekan saya yang lain agar mereka juga mengetahuinya. Isi email tidak lebih hanya untuk menunjukan link dari situs-situs yang memberitakan mengenai hal ini, dengan sebuah pertanyaan iseng,”Kasih gak ya?..” Tapi rekan-rekan saya sama sekali tidak menanggapi akan kabar menggembirakan ini. Mungkin mereka merasa segan dan juga takut jika mereka menanggapi email saya itu. Setelah itu, saya mencoba melupakannya meski kecewa sambil menunggu apa yang akan terjadi dan dilakukan oleh perusahaan mengenai kenaikan UMP ini.

Akhir Januari, dikarenakan pekerjaan saya yang memang seringkali melibatkan perusahaan lain. Iseng-iseng ngobrol dengan rekan dari perusahaan lain tersebut. Dan mereka mengatakan bahwa, mereka telah menerima kenaikan gaji sesuai dengan ketentuan pemerintah, yaitu dari 1,6 Jt/bulan menjadi 2,2Jt/bulan. Nilai tersebut mereka terima sebagai karyawan baru dengan pendidikan SMU sederajat. Wow! Hebat sekali saya pikir saat itu. Tapi kemudian menjadi miris saya rasakan karena besarnya gaji yang mereka terima hanya sedikit perbedaannya dengan saya yang telah bekerja selama 12 thn dengan pendidikan D3. Dalam hal ini, saya hanya berfikir bahwa Pihak perusahaan akan melakukan penyesuaian gaji kepada para karyawannya pada bulan maret nanti.

Namun, sampai dengan sebelum tanggal pemberian gaji bulan Februari, pihak perusahaan belum juga menyampaikan informasi mengenai kenaikan UMP kepada karyawannya. Hal itu membuat saya bertanya-tanya, ada apa ini? Jelas-jelas, sebagian dari karyawan dalam level seperti saya masih ada yang menerima Upah dibawah UMP 2013. Pada akhirnya, saya berinisiatif meminta kepada atasan saya untuk menanyakan hal tersebut kepada atasannya lagi. Namun jawaban yang didapat adalah,bahwa hal-hal yang menyangkut kenaikan UMP atau gaji karyawan adalah wewenang dari HRD.

Akhirnya, saya mencoba memberanikan diri untuk mengirimkan email ke pimpinan HRD perusahaan saya dan email tersebut juga saya CC ke atasan saya, dan juga ke email group karyawan. Tapi email tersebut diblokir oleh admin email group tersebut, yaitu Manager Operasional. Entah apa maksudnya? Saya hanya berfikir, mungkin Manager Operisonal saya tidak menginginkan rekan-rekan saya yang lain mengetahuinya. Atau mungkin tidak menginginkannantinya, karena email tersebut para karyawan melakukan demo atau mogok kerja. Padahal isi email tersebut hanya berupa pertanyaan,”berkaitan dengan kenaikan UMP DKI Jakarta 2013 sebesar 44%, Apakah perusahaan akan memberikan kenaikan tersebut kepada para karyawannya?”

Email tersebut akhirnya diterima dalam email forum karyawan 2 hari kemudian. Wah wah… ada apa ini? Apakah saya telah melakukan provokasi, sehingga pihak perusahaan merasa ketakutan? Padahal saya sendiri dalam email tersebut hanya berniat untuk bertanya. Apakah salah jika seorang karyawan bertanya mengenai hak-hak yang seharusnya ia terima? Masa sih sampe segitunya?!

Ternyata pihak perusahaan melakukan langkah-langkah perubahan dalam system pemberian gaji, yang menurut firasat saya hal itu dilakukan guna menghindar kewajiban untuk menaikan gaji karyawannya. Langkah-langkah perubahan tersebut adalah, membayarkan Upah Tunjangan Tidak Tetap yang waktunya bersamaan dengan pembayaran Upah Pokok. Padahal sebelumnya, Upah Tunjangan Tidak Tetap tersebut biasanya dibayarkan dalam waktu yang berbeda (Tanggal 10 setiap bulannya) dengan waktu pembayaran Upah Pokok (Tanggal 26 setiap bulannya). Ada apa ini? Ada apa ini?

Dan benar saja apa yang saya pikirkan, bahwa setelah pembayaran secara bersamaan waktunya. Pada Slip gaji Karyawan juga Upah Tunjangan Tidak Tetap tersebut juga dicantumkan. Padahal sebelumnya, perusahaan seringkali menolak untuk memberikan surat keterangan penghasilan pada pekerja yang mencantumkan Upah pokok dan Upah Tunjangan tidak Tetap. Alasannya, bahwa Upah Tunjangan Tidak Tetap itu memang seharusnya dibayarkan pada waktu yang berbeda. Sedang Upah pokok dan Upah Tunjangan Tetap, dibayarkan secara bersamaan. Hal ini tercantum dalam Undang-undang ketenagakerjaan no.13 tahun 2003.

Selama satu bulan, saya dan rekan-rekan masih berharap kenaikan tersebut akan terjadi dandibayarkan bersamaan dengan kenaikan gaji tahunan dan pemberian bonus yang dibayarkan di bulanmaret nanti. Tapi yang terjadi sungguh diluar dugaan, penyesuaian gaji yang diharapkan pekerja tidak terjadi. Dan alasan dari pihak managemen perusahaan adalah, bahwa Upah Minimum dari para karyawan= Take Home Pay, dan besarnya lebih besar dari UMP 2013. Apa??? Sejak kapan Upah minimum itu adalah Upah pokok danUpah Tunjangan tidak Tetap? Seharusnya Upah Minimum itu adalah Upah Pokok+Tunjangan Tetap. Sedangkan kami tidak pernah mendapatkan Upah Tunjangan Tetap. Kok ya bisa????

Karena saya sebagai pekerja tidak mengetahui akan undang-undang yang berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan. Pada akhirnya, saya coba untuk browsing berkenaan dengan pernyataan pihak Managemen bahwa Upah Minimum=Take Home Pay=Upah Pokok+ Upah Tunjangan Tidak Tetap. Dan yang saya dapatkan adalah, adanya perbedaan pendapat mengenai hal ini. Untuk itu saya mencoba mencari tahu mengenai isi dari Undang-undang Ketenaga kerjaan No.13 Th. 2003 dan Permen No. 1 Th. 1999.

Dalam UUK No.13 Th. 2003, pasal 94, disebutkan: ” Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap”.

Dan dalam Permen No. 1 Th. 1999 Bab I, pasal 1 ayat(1), menyebutkan,” Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap.

Berdasarkan hal ini, saya berketetapan bahwa apa yang disampaikan perusahaan mengenai Upah Minimum tersebut bertentangan dengan UUK dan Peraturan Pemerintah. Bahwa, Upah Minimum itu seharusnya=Upah Pokok + Tunjangan Tetap.Upah Minimum bukanlah Take Home Pay seperti yang dikatakan oleh pihak perusahaan. Kok ya begitu sih??

Berkaitan akan hal ini, saya tidak menanyakan ataupun mengirimkan email kepada HRD sebagaimana yang saya lakukan sebelumnya. Melainkan mempertanyakan akan perbedaan pengertian akan Upah Minimum tersebut kepada atasan saya dengan membawa bukti-bukti yang sudah saya print. Dan jawaban yang disampaikan,”Wah, saya malah gak tahu kalau aturannya seperti ini. Mungkin akan saya tanyakan kembali ke bagian HRD nanti.” Padahal sebelumnya beliau begitu ngotot menyampaikan kepada rekan-rekan saya, bahwa Upah Minimum=Take Home Pay=Upah Pokok+Tunjangan Tidak Tetap. Weh weh weh….

Karena masalah Kenaikan UMP sebesar 44% ini merupakan bagian dari keputusan pemerintah DKI Jakarta, yaitu Pak Jokowi dan Ahok. Saya mencoba untuk menanyakan akan permasalahan yang tengah saya alami. Karena saya merasa, bahwa setelah saya terlalu sering mempertanyakan masalah UMP kepada Pihak managemen perusahaan. Pekerjaan saya berada dalam ancaman, seperti PHK. Bukan tidak mungkin hal itu terjadi, karena Kakak saya sendiri pernah menjadi korban dari sikap sewenang-wenang perusahaan terhadap pekerjanya. Hanya karena ia begitu lantang menyampaikan tuntutan dalam demo buruh tempat ia bekerja.

Setelah browsing, saya mendapatkan no telpon Bapak Wakil Gubernur, Basuki Ahok; 081317446408. Dan saya mengirimkan SMS kepada beliau yang isinya hanyasekedar informasi bahwa, meskipun pemerintah bermaksud baik dengan menaikan standar Upah menjadi tinggi untuk DKI Jakarta, bukan berarti hal tersebut akan dijalankan oleh para pengusaha. Segala usahaakan dilakukan guna menghindari kewajiban untuk menaikan gaji pekerja, seperti yang dilakukan perusahaan saya.

Alhamdulillah, SMS dapat balasan dari Pak Wagub dan diberi alamat Email beliau untuk menyampaikan lebih detail akan masalah yang tengah dihadapi saya dan rekan-rekan kerja. Ada perasaan senang, bangga dan lega ketika keluhan saya diterima oleh pemerintah,Bapak Wagub DKI Jakarta. Email saya juga dibalas, walaupun isinya hanya ucapan “terima kasih”. Wow kerenn….

Tapi sayang, kegimbiraan saya tidak berlangsung lama. Beberapa hari setelah itu, tepatnya kemarin Jumat, tanggal 5 April 2013, saya dipanggil pihak perusahaan berkaitan dengan penawaran untuk menanda tangani surat pengunduran diri secara sukarela, dengan imbalan uang penghargaan yang jumlahnya sesuai dengan UUK. Adapun alasan dari perusahaan saat itu adalah, bahwa prestasi kerja saya selama 3 tahun berturut-turut anjlok, tidak sesuai harapan perusahaan. Atas dasar itu, perusahaan memutuskan untuk tidak lagi memperkerjakan saya. GEDEBUK!!! GUBRAK!!!

Segara saja saya mengirim SMS ke Pak Wagub dan menceritakan apa yang saya alami. Malamnya juga saya kirimkan Email ke beliau, namun tidak ada balasan. Waduh!!

Cerita saya di atas, adalah cerita yang saat ini tengah saya alami. Yang merupakan bagian dari kisah nasib pekerja yang ada di negeri ini. Bukan hanya saya yang mengalami hal ini, namun hal ini sudah terjadi sejak lama. Dan merupakan satu gambaran akan kegagalan dan kebobrokan pemerintah negeri ini dalam hal membela hak-hak para pekerja/buruh.

Setelah mengalami sendiri ketidak adilanini, saya menyadari akan beberapa hal terkait nasib buruh/pekerja di negeri ini. Bahwa, para pekerja cenderung tidak mengetahui akan hak-haknya sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang KetenagakerjaanNo.13 Th. 2003 ataupun Permen No.1 Th. 1999. Hal ini seringkali membuat pekerja tidak mampu berbuat apa-apa ketika pengusaha melanggar hak-haknya yang dilindungi hukum. Pekerja tidak tahu bagaimana seharusnya membela dirimenghadapi tindakan sewenang-wenang dari perusahaan.

Sekalipun Pekerja mengetahui, bahwa permasalahan antara pengusaha dan pekerja dapat diselesaikan dengan bantuan pihak Depnaker sebagai penengah. Namun dalam hal ini, tidak menjamin bahwa pada akhirnya pekerja akan mendapatkan hak-haknya kembali. Malah cenderung mengalami nasib yang lebih buruk, yaitu PHK tanpa mendapatkan apa-apa. Tidak pesangon, tidak juga uang penghargaan. Selain rasa sakit hati atas ketidak adilan yang ia terima.

Adapun pihak Depnaker, cenderung tidak sepenuh hati membela hak pekerja. Bahkan cenderung berpihak kepada pengusaha. Tidak sedikit juga oknum-oknum Depnaker mengambil keuntungan diatas penderitaan buruh/pekerja. Pengusaha lebih senang memberikan “uang jatah” kepada oknum-oknum tersebut setahun sekali, dibandingkan harus mengeluarkan uang banyak setiap bulan kepada para pekerjanya.

Sedangkan, bagi buruh/pekerja yang ingin melanjutkan permasalahan mereka ke pengadilan sudah barang tentu hal tersebut terbentur oleh masalah biaya yang harus mereka keluarkan untuk membayar pengacara. Karena tidak ada jaminan bagi pekerja akan memenangkan kasusnya.Sekali lagi,”Itu derita loe!”

Dalam hal hubungannya dengan Pak Jokowi dan Pak Ahok. Sebagai pribadi saya sangat mengagumi sosok beliau-beliau ini dan cara kerja mereka dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di Jakarta. Tapi, nasib saya sekarang ini bisa dikatakan juga sebagai akibat dari keputusan beliauyang menaikan UMP yang terlalu tinggi, sehingga memberatkan Pengusaha. Meski sebenarnya menurut saya, sudah saatnya para pengusaha mendapatkan tekanan seperti itu. Agar tidak melulu pekerja/buruh yang ditekan oleh pengusaha.

Tapi bagaimanapun juga, sebuah keputusan yang awalnya bertujuan untuk kebaikan pada akhirnya tidak mampu memberikan perubahan yang berarti apabila tidak ada pengawasan yang nyata setelah keputusan itu dibuat. Sebagaimana yang saya alami. Mungkin, mungkin jika masalah kenaikan UMP yang tinggi ini tidak terjadi, saya mungkin masih bekerja. Tapi saya tidak menyesali apa yang sudah terjadi. Sepenuhnya saya menerima konsekuensi yang akan saya terima apabila mencoba menentang pengusaha, walaupun hal itu dimaksud untuk menuntut apa-apa yang menjadi hak saya sebagai pekerja. Toh, orang kecil memang selalu kalah. Tapi kekalahan tersebut bagi saya adalah sebuah kemenangan yang besar.

Benar adanya pernyataan seorang kawan, mintalah kepada Pemilik Segala Rezeki yang ada di dunia ini. Dekatilah Tuhan, dan memohonlah kepada-Nya. Bukan kepada manusia. Tidak ada yang tidak bisa dilakukan oleh Nya, segal sesuatu beradadalam kekuasaan-Nya.

Tapi pertanyaan sederhana tumbuh dari diri saya kemudian,”Lalu, apakah dengan demikian kita akan membiarkan kesewenang-wenangan itu tetap terjadi?” Entahlah,… Entah sampai kapan nasib pekerja akan tertindas. Kesewenang-wenangan itu selalu lahir dari ketakutan manusia hanya karena mereka butuh untuk hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun