PENERAPAN KEBIJAKAN MITIGASI BENCANA GEMPA BUMI
Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu negara yang paling rentan terhadap bencana alam di dunia,
terutama gempa bumi. Letak geografisnya yang berada di Cincin Api Pasifik menjadikan
wilayah ini rawan terhadap aktivitas tektonik dan vulkanik yang sering kali menimbulkan
gempa bumi. Kerentanan ini diperparah oleh tingginya densitas penduduk di daerah-daerah
rawan gempa serta kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang langkah-langkah
mitigasi. Bencana gempa bumi tidak hanya berdampak pada kerugian materi, seperti kerusakan
infrastruktur, tetapi juga memakan korban jiwa serta menyebabkan trauma psikologis yang
mendalam bagi korban yang selamat. Dalam menghadapi ancaman ini, pemerintah Indonesia
telah mengadopsi kebijakan mitigasi bencana gempa bumi yang bertujuan untuk
meminimalkan dampak bencana melalui berbagai upaya preventif, responsif, dan rehabilitatif
(Irfadat & Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Mbojo Bima, 2021).
Kebijakan mitigasi bencana gempa bumi di Indonesia mencakup berbagai aspek, mulai
dari perencanaan tata ruang berbasis risiko, penguatan struktur bangunan, pendidikan dan
pelatihan masyarakat, hingga sistem peringatan dini. Meski demikian, pelaksanaan kebijakan
ini dihadapkan pada sejumlah tantangan, termasuk keterbatasan anggaran, kurangnya
koordinasi antar lembaga, dan resistensi masyarakat terhadap perubahan.
Pembahasan
Penerapan kebijakan mitigasi bencana gempa bumi di Indonesia dapat dikaji melalui
beberapa dimensi utama. Pertama adalah aspek perencanaan tata ruang. Pemerintah telah
menetapkan aturan zonasi yang melarang pembangunan di wilayah-wilayah dengan risiko
gempa tinggi. Implementasi aturan ini sering kali tidak konsisten. Banyak kasus di mana
pembangunan perumahan dan infrastruktur tetap dilakukan di daerah rawan gempa karena
lemahnya pengawasan dan tekanan ekonomi. Akibatnya, kerentanan masyarakat terhadap
dampak gempa bumi tetap tinggi (Handayani et al., 2024).
Penguatan struktur bangunan menjadi salah satu fokus utama dalam mitigasi gempa
bumi. Pemerintah telah mengeluarkan standar bangunan tahan gempa yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. Namun, penerapan standar ini masih terbatas pada
bangunan-bangunan publik seperti sekolah, rumah sakit, dan gedung pemerintah. Di sektor
perumahan, banyak masyarakat yang belum mengadopsi standar ini karena biaya konstruksi
yang lebih tinggi. Selain itu, minimnya pengawasan dalam proses pembangunan juga menjadi
kendala.
Pendidikan dan pelatihan masyarakat menjadi komponen penting dalam meningkatkan
kesiapan menghadapi gempa bumi. Program-program seperti simulasi evakuasi dan pelatihan
pertolongan pertama telah dilakukan di beberapa daerah rawan gempa. Namun, cakupan
program ini masih terbatas, terutama di wilayah pedesaan yang aksesnya sulit. Kurangnya
kesadaran masyarakat tentang pentingnya mitigasi bencana juga menjadi tantangan. Banyak
masyarakat yang menganggap gempa bumi sebagai takdir yang tidak dapat dihindari, sehingga
mereka kurang termotivasi untuk mengikuti program mitigasi (Mohadib, 2024).
Pengembangan dan penerapan sistem peringatan dini gempa bumi telah menjadi
prioritas dalam mitigasi bencana. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
telah memasang jaringan seismograf yang dapat mendeteksi aktivitas seismik secara real-time.
Selain itu, sistem peringatan dini tsunami juga telah dikembangkan untuk memitigasi dampak
gempa bumi di wilayah pesisir. Meski demikian, tantangan teknis seperti keterbatasan
jangkauan sistem dan keterlambatan dalam penyampaian informasi masih perlu diatasi. Selain
itu, respon masyarakat terhadap peringatan dini sering kali tidak optimal karena kurangnya
simulasi dan latihan yang terorganisasi dengan baik (Irfadat & Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Mbojo Bima, 2021).
Kolaborasi antar lembaga menjadi faktor kunci dalam keberhasilan mitigasi bencana.
Pemerintah, lembaga non-pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus bekerja sama
dalam semua tahap manajemen bencana, mulai dari perencanaan hingga pemulihan pasca-
bencana. Namun, koordinasi antar lembaga sering kali terganggu oleh birokrasi yang rumit dan
kurangnya komunikasi yang efektif. Sebagai contoh, dalam beberapa bencana gempa bumi
sebelumnya, bantuan yang diberikan tidak merata karena buruknya koordinasi antara
pemerintah pusat dan daerah (Nursyabani, 2020).
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, beberapa langkah strategis dapat
diambil. Pertama, perlu ada penguatan regulasi dan penegakan hukum dalam perencanaan tata
ruang dan standar bangunan tahan gempa. Pemerintah juga perlu menyediakan insentif bagi
masyarakat yang membangun rumah sesuai dengan standar tahan gempa. Kedua, cakupan
pendidikan dan pelatihan masyarakat harus diperluas, dengan memanfaatkan teknologi digital
untuk mencapai daerah-daerah terpencil. Ketiga, investasi dalam teknologi sistem peringatan
dini harus ditingkatkan untuk memastikan jangkauan yang lebih luas dan respon yang lebih
cepat. Mekanisme koordinasi antar lembaga perlu disederhanakan agar lebih efektif dan
efisien.
Kesimpulan
Mitigasi bencana gempa bumi adalah salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh
Indonesia mengingat letak geografisnya yang rawan. Kebijakan mitigasi yang telah diadopsi
oleh pemerintah mencakup berbagai aspek, mulai dari perencanaan tata ruang hingga
pengembangan sistem peringatan dini. Namun, keberhasilan implementasi kebijakan ini sangat
bergantung pada upaya kolektif dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan
sektor swasta. Meskipun sudah ada berbagai upaya yang dilakukan, masih terdapat sejumlah
kelemahan dalam pelaksanaan kebijakan mitigasi, seperti kurangnya pengawasan terhadap
pembangunan di daerah rawan gempa, rendahnya kesadaran masyarakat, dan keterbatasan
teknologi. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih terintegrasi dan inovatif untuk
mengatasi tantangan ini. Penguatan regulasi, peningkatan pendidikan dan pelatihan, investasi
dalam teknologi, serta penyederhanaan mekanisme koordinasi adalah langkah-langkah yang
dapat memperkuat mitigasi bencana gempa bumi di Indonesia. Mitigasi bencana gempa bumi
bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama seluruh lapisan
masyarakat. Dengan kesadaran kolektif dan kerjasama yang baik, dampak bencana gempa
bumi dapat diminimalkan, sehingga masyarakat Indonesia dapat hidup lebih aman dan
sejahtera meskipun berada di kawasan yang rawan bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Handayani, E. E., Ramdaniati, S. N., Himmawan, L. S., & Adnan, A. (2024). MITIGASI
BENCANA GEMPA BUMI DALAM MENINGKATKAN KESIAPSIAGAAN SISWA SD
NEGERI GOMBONG 4 DESA TANJUNG JAYA, KECAMATAN PANIMBANG
KABUPATEN PANDEGLANG EARTHQUAKE DISASTER MITIGATION IN
IMPROVING THE PREPAREDNESS OF STUDENTS OF GOMBONG 4
ELEMENTARY SCHOOL, TANJUNG JAYA VILLAGE, PANIMBANG SUB-DISTRICT,
PANDEGLANG DISTRICT. 1. https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AS-
Irfadat, T., & Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Mbojo Bima, S. (2021). PENERAPAN
KEBIJAKAN MITIGASI BENCANA (FISIK DAN NONFISIK) DALAM MENGURANGI
RISIKO BENCANA DI KABUPATEN BIMA. 1.
Mohadib. (2024). EVIDENCE BASED POLICY DAN KAITANNYA DENGAN MITIGASI
BENCANA GEMPA BUMI DI INDONESIA. Journal of Civics and Education Studies,
11(1).
Nursyabani, R. E. P. K. (2020). Mitigasi Bencana Dalam Peningkatan Kewaspadaan Terhadap
Ancaman Gempa Bumi Di Universitas Andalas. JURNAL ILMU ADMINISTRSI
NEGARA (AsIAN), 02(8).
NAMA : Mochamad Raja Sampoerna
NIM : 131241323
FAKULTAS HUKUM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H