Wabah virus korona pertama kali muncul di Indonesia pada 2 Maret 2020, sekitar hampir dua bulan yang lalu. Selama hampir dua bulan ini, banyak sekali perubahan yang terjadi di negeri ini karena wabah korona, mulai dari perubahan di sistem pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, dan masih banyak lagi. Perubahan di pelbagai aspek ini pun sedikit banyak mengubah kehidupan bermasyarakat di tanah air.
Semua orang panik, semua orang waspada. Virus korona yang tak kasat mata ini membuat panik masyarakat tanah air. Bagaimana tidak? Selama satu bulan kehadiranya di Indonesia, sudah ada 7 ribu lebih kasus positif korona di Indonesia.
Kasus paling banyak terdapat di Jakarta, yang akhirnya disebut-sebut sebagai episentrum penyebaran virus korona di Indonesia. Saya pun waspada terhadap pandemi ini, mengingat saya tinggal di salah satu kota di Jawa Barat, sebagai wilayah kedua kasus positif covid terbanyak di Indonesia.
Masyarakat pun tidak tinggal diam, mulai mengambil tindakan pencegahan, seperti berbondong-bondong membeli banyak masker dan hand sanitizer, hingga melakukan penimbunan. Masyarakat juga berbondong-bondong membeli jahe dan makanan-makanan yang dipercaya dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Namun, kewaspadaan, atau lebih tepatnya  kepanikan sebagian masyarakat terhadap penyebaran virus ini acapkali dinilai terlalu berlebihan. Banyak kasus pasien positif covid yang dikucilkan.
Tak hanya pasien, bahkan keluarga pasien positif covid pun kerap dikucilkan oleh masyarakat sekitar wilayah tempat tinggal pasien. Tentunya, tindakan pengucilan yang dilakukan sebagian masyarakat ini disebabkan karena kepanikan dan kewaspadaan masyarakat terhadap penyebaran virus korona ini.Â
Meski kepanikan adalah hal yang wajar, namun ada bagian yang terlupakan oleh masyarakat saat ini. Salah satu hal yang terlupakan adalah sikap kemanusiaan terhadap sesama. Sesama masyarakat tanah air, kita tentunya harus memiliki sikap kepedulian terhadap sesama.
Tindakan kepanikan dan kewaspadaan yang berlebihan ini sejatinya juga dapat merugikan pelbagai pihak. Â Selama pandemi berlangsung, seharusnya kita sebagai masyarakat harus bisa meningkatkan sikap empati kita terhadap orang lain, khususnya kepada pasien covid atau pada orang-orang yang terdampak akibat wabah ini.
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, pernah mengemukakan bahwa rasa kewaspadaan terhadap wabah korona ini tidak boleh sampai menghilangkan rasa kemanusiaan kita, rasa empati kita terhadap sesama. Karena dalam keadaan apapun, kita adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.
Rasa empati terhadap sesama bisa diwujudkan dengan membantu pasien positif covid-19 atau pada orang-orang yang terdampak wabah pandemi disekitar kita. Memberi masker, hand sanitizer, atau memberikan sumbangan makanan dan bahan pokok bisa menjadi salah satu langkah yang menunjukkan sikap empati kita terhadap saudara setanah air.
Saya pun ikut bergerak, membagikan sumbangan bahan pangan untuk orang-orang yang terdampak covid di sekitar rumah. Pun juga sudah banyak orang-orang dan organisasi-organisasi yang membantu masyarakat terdampak, pasien covid juga para membantu para pahlawan medis dalam menangani kasus covid dengan memberi bantuan kepada mereka.