Mohon tunggu...
Raisyah Antony Pasha
Raisyah Antony Pasha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka Membaca Buku dan Bertukar Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Nilai Berharga dalam Buku Bidayatul Hidayah Karya Imam Al Ghazali yang Tak Lekang Waktu dan Zaman

26 Desember 2024   10:16 Diperbarui: 26 Desember 2024   10:16 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
seorang Muslim yang beribadah sendirian di tengah gurun menciptakan suasana yang damai & AI Chat 

Bidayatul Hidayah karya Imam Al-Ghazali adalah salah satu kitab klasik yang kaya dengan panduan untuk meningkatkan keimanan individu dan menata hidup sesuai dengan ajaran Islam. Kitab ini memuat nasihat yang mendalam mengenai adab, akhlak, dan hubungan manusia dengan Allah serta sesama makhluk. Dari isi buku ini, terdapat tiga nilai utama yang dapat kita ambil untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

Melalui bahasa yang penuh kebijaksanaan, Imam Al-Ghazali menyampaikan pesan-pesan yang menyentuh hati dan relevan untuk segala zaman. Buku ini mengajak kita untuk introspeksi, memahami pentingnya adab dalam kehidupan sehari-hari, serta memotivasi kita untuk terus memperbaiki diri. Sebagai panduan spiritual dan moral, Bidayatul Hidayah sangat relevan bagi siapa saja yang ingin mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

  • Pentingnya Adab dan Ketaatan dalam Kehidupan Sehari-Hari

Salah satu fokus utama dalam Bidayatul Hidayah adalah tata cara melaksanakan ketaatan kepada Allah. Imam Al-Ghazali memberikan panduan rinci mengenai adab-adab harian, mulai dari bangun tidur, memasuki masjid, hingga melaksanakan ibadah seperti wudhu, sholat, dan puasa. Nilai ini mengajarkan bahwa setiap aktivitas sehari-hari seorang Muslim harus dilandasi niat yang benar dan mengikuti adab-adab yang telah diajarkan.

Adab dalam melaksanakan ibadah mencerminkan sikap penghormatan kepada perintah Allah. Sebagai contoh, saat berwudhu, Imam Al-Ghazali menekankan agar kita melakukannya dengan tenang, tidak terburu-buru, dan melafalkan doa yang sesuai pada setiap gerakan wudhu. Kesungguhan dalam mematuhi adab ini mencerminkan penghormatan dan kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya.

Selain itu, pentingnya menjaga adab juga terlihat dalam interaksi dengan orang lain, seperti tata cara bergaul, bersikap kepada orang tua, guru, dan sesama Muslim. Nilai ini mengajarkan kita untuk menjunjung tinggi akhlak mulia dalam kehidupan sosial.

Menurut Imam Al-Ghazali, ilmu tanpa adab akan kehilangan keberkahannya, dan amal tanpa adab tidak akan diterima secara sempurna. Oleh karena itu, adab menjadi jembatan yang menghubungkan ilmu dan amal. Seorang alim (berilmu) yang tidak memiliki adab akan terjerumus dalam sifat sombong dan bisa menjadi ulama su' (ulama yang buruk), sebagaimana yang beliau peringatkan dalam kitab ini.

Sebaliknya, seorang yang berilmu dan memiliki adab akan mampu mengamalkan ilmunya dengan ikhlas dan menjadikannya bermanfaat bagi diri sendiri serta orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa adab bukan hanya etika sosial, tetapi juga elemen kunci dalam pengembangan spiritual dan intelektual seseorang.

Imam Al-Ghazali berulang kali menegaskan bahwa keberkahan dalam hidup bergantung pada seberapa baik seseorang menjaga adabnya. Adab yang baik mendatangkan ridha Allah, sedangkan adab yang buruk atau diabaikan akan menjauhkan seseorang dari hidayah.

  • Kesadaran akan Bahaya Maksiat Zahir dan Batin

Nilai penting kedua yang ditekankan dalam kitab ini adalah kewaspadaan terhadap dosa dan maksiat, baik yang bersifat lahiriah (zahir) maupun yang tersembunyi dalam hati (batin). Imam Al-Ghazali membagi pembahasan ini menjadi dua bagian utama: menjaga anggota tubuh dari perbuatan dosa dan menghindari sifat-sifat buruk dalam hati seperti hasad, riya', dan ujub.

Maksiat zahir melibatkan perilaku yang tampak, seperti menjaga lidah dari berkata buruk, mata dari melihat hal yang dilarang, dan tangan dari perbuatan yang merugikan. Sementara itu, maksiat batin lebih sulit dikenali tetapi sama berbahayanya, karena dapat merusak niat dan ibadah seseorang. Misalnya, sifat riya' (pamer) dalam beribadah bisa menggugurkan pahala meskipun perbuatan tersebut terlihat baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun