Mohon tunggu...
Raisyah Antony Pasha
Raisyah Antony Pasha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka Membaca Buku dan Bertukar Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Meneliti Roman Tersembunyi dalam Max Haveelar dibalik Kritik Tajamnya Terhadap Hindia Belanda

13 Desember 2024   16:18 Diperbarui: 13 Desember 2024   16:18 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Multatuli atau Eduard Douwes Dekker menulis Max Havelaar setelah , selama 18 tahun mengabdi sebagai pegawai di pemerintahan Hindia Belanda. Karier Multatuli sebagai penulis berlangsung selama 18 tahun, sama seperti masa kariernya sebagai pegawai pemerintah. Multatuli kemudian ia memilih mengasingkan diri ke jerman . Tragis, lucu, dan humanis, Max Havelaar, salah satu karya klasik yang mendunia. Kemunculannya menggemparkan dan mengusik nurani. Buku ini diterjemahkan dalam ber- bagai bahasa dan diadaptasi dalam film dan drama, gaung kisah Max Havelaar masih menyentuh pembaca sejak terbit tahun 1860 hingga kini. Disekolah sekolah diindonesia buku sangat terkenal dalam Pelajaran Ips atau juga Sejarah karena katanya ini adalah sebuah buku yang mengkritik sisytem tanam paksa tau mengkritik Belanda namun tak diceritakan ada kritik kepada pejabat pribumi yang sebenarnya kebajingan mereka jauh lebih tinggi daripada orang Belanda yang menjadi pejabat , saya pikir sekolah sekolah harus mampu menjelaskanulang bagaimana dinamika Sejarah Indonesia didalam buku Max Havelaar ini.

Kalian didalam cerita havelaar akan dibawa sedikit bingung oleh ceritanya antara siapa tokoh utama dalam novel ini antara sjaalman dan Batavus Drogstopell atau malah si Max Havelaar  namun disini Drogstopel hanya berlaku sebagai implisit author yang mengisahkan seperti apa kisah hidup dari Max Havelaar seorang pejabat yang bekerja di Lebak , Karya klasik bergenre romantik ini secara tajam dan mendalam berhasil mengungkap kebobrokan politik kolonial yang penuh dengan korupsi dan kesewenang-wenangan para pejabat. Novel tersebut menarik perhatian pemerintah Belanda terhadap penderitaan rakyat Hindia di bawah sistem penjajahan. Kehadirannya dianggap sebagai pemicu munculnya kebijakan liberal pada tahun 1870 di akhir abad ke-19, serta politik etis pada awal abad ke-20, tepatnya pada tahun 1901.Kisah "Saijah dan Adinda" karya Multatuli telah menggetarkan banyak jiwa. Penulis akan menganalisis refleksi sosial yang ada di dalamnya, baik persoalan maut, cinta, ketidakadilan, harapan, dan perjuangan yang dapat dijadikan sebagai pembelajaran oleh pembaca .

Saijah-Adinda adalah satu potret betapa buruknya sistem kolonial dan kemiskinan di Banten pada 1860 yang digambarkan dalam sebuah kisah cinta yang tidak dapat bersatu dalam Max Havelaar. Saijah merupakan anak seorang petani miskin, sama seperti keluaraga lainnya di Lebak, keluarga Saijah dibebani pajak yang tinggi, dan pemerasan oleh Demang dan Bupati Lebak. Ibu Saijah sakit dalam penderitaan hingga kemudian meninggal, sedangkan ayahnya pergi tak pernah kembali karena takut tak dapat membayar pajak. Dalam kesengsaraan selimut kolonialisme, Saijah tumbuh menjadi pemuda yang tangguh dan menjalin cinta dengan Adinda, sahabat kecilnya.

Dalam khazanah Indische Belletrie atau sastra Hindia Belanda, Max Havelaar sering dianggap sebagai "pamflet" politik yang dikemas dalam bentuk sastra (Termorshuizen, 1972). Dengan narasi yang penuh dengan protes, pengarangnya mengecam eksploitasi ekonomi di wilayah jajahan, terutama praktik cultuurstelsel di Jawa dan Sunda. Di sisi lain, karya ini dikritik sebagai bentuk pembelaan diri Eduard Douwes Dekker yang merasa sakit hati setelah dicopot dari jabatannya sebagai asisten residen di Lebak karena terlibat konflik dengan Raden Adipati Karta Natanegara. Dekker menuduh bupati tersebut melakukan pemerasan dan penindasan terhadap rakyatnya sendiri.

Hal yang menarik mata saya disini adalah terdapat 2 hewan yang penting menjadi salah satu kunci cerita dari saidjah dan adinda yakni adanya Kerbau dan Harimau , kalau secara ilmu alam kita tahu bahwa harimau adalah puncak makanan namun bukan itu yang disampaikan oleh Multatuli selaku penulis disini saya ajukan beberapa pendapat mengenai hewan hewan diatas yang pertama Harimau jika melihat lagi mengenai harimau yang kita ingat merupakan hewan yang buas nan rakus hal ini juga boleh menjadi Gambaran lain pribumi yang terlukiskan dalam lukisan Raden Saleh. , untuk kerbau adalah representasi dari pribumi yang malas namun berguna untuk Kolonial juga pribumi  itu dikatakan lamban, hal ini juga tampak dalam beberapa sastra klasik seperti Salah Asuhan milik Abdul Moeis juga mungkin ada di potongan Roman Student Hidjo Bagaimana ada obrolan soal pribumi yang lamban dan tak cekatan .

Dalam cerita ini mengandung keterkaitan dengan permasalahan kemiskinan. Diceritakan Ayah Saidjah memiliki seekor kerbau yang biasanya digunakan oleh ia untuk membajak sawahnya, namun pada suatu hari kerbau milik Ayah Saidjah dirampas oleh Kepala Distrik Parangkujang. Padahal sebentar lagi Ayah Saidjah akan memasuki musim membajak, dan ia kuatir apabila tidak segera membajak, maka tidak ada waktu untuk menyemai, dan akhirnya tidak ada pasokan padi untuk disimpan di dalam lumbung rumah. Ayah Saidjah yang merupakan golongan masyarakat miskin tidak bisa berbuat banyak di kala kerbau miliknya dirampas oleh Kepala Distrik Parangkujang, maka dari itu ia mencari cara agar dapat membeli kerbau kembali sehingga ia dapat membajak sawah kembali dan dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Ayah Saidjah pun akhirnya menjual keris pusaka peninggalan ayahnya, dan hasil dari penjualan keris pusaka itu nantinya ia gunakan untuk membeli seekor kerbau lagi. Jika Kita lihat dalam novel ini banyak yang bisa dikaji seperti adanya kesenjangan sosial antara pribumi dan Kolonial Belanda dalam hal ini jika dikaji dalam kaca mata marxis Pribumi adalah seorang proletar dan Kolonial adalah seorang borjuis , tak hanya itu pribumi mendapatkkan sebuah kasta yang sangat terendah pada saat itu , padahal mereka adalah penduduk asli serta Belanda adalah yang menduduki  herarki tertingginya lalu di susul oleh orang asing lainya . tak hanya soal kedudukan  soal ekonomi juga sangat terpuruk contoh saja Saidjah dia adalah orang yang miskin keluarganya jika dibandingkan  dangan kolonial sangking miskinya ayah saidjah harus lari dari bayar pajak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun