Suku Jawa merupakan suku dengan populasi terbanyak di Indonesia, dengan mencapai sebanyak 95 juta jiwa atau 40.22% dari seluruh populasi rakyat Indonesia. Hal ini seharusnya membuat bahasa Jawa banyak digunakan oleh penutur aslinya. Akan tetapi, akhir-akhir ini bahasa Jawa semakin jarang digunakan, apalagi bahasa Jawa krama, terutama di kalangan anak muda. Anak muda keturunan Jawa justru menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-harinya. Hal ini terbukti dalam sebuah jurnal yang menyatakan bahwa generasi muda lebih memilih bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa Jawa ketika berbicara dengan teman sebaya maupun tidak sebaya (Suharyo, 2018). Tentu saja fenomena ini sangat disayangkan bahwa seharusnya generasi muda mampu menggunakan bahasa Jawa dalam percakapan sehari-hari guna melestarikan budaya Indonesia.
Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah yang kompleks dalam penggunaannya, karena terdapat sebuah tingkatan dalam penggunaannya. Tingkatan tersebut digunakan sesuai situasi dan konteks yang sedang berlaku atau dalam bahasa Jawa dikenal dengan unggah-ungguh basa. Dalam tingkatan ini terbagi menjadi dua, yaitu ngoko dan krama. Bahasa Jawa ngoko dipergunakan ketika berbicara dengan teman sebaya atau yang lebih muda. Sedangkan bahasa Jawa krama digunakan ketika berbicara dengan lawan bicara yang usianya lebih tua atau posisinya lebih tinggi. Bahasa Jawa ngoko dan krama diklasifikasikan menjadi ngoko lugu, Â ngoko alus, krama lugu, dan krama alus atau krama inggil.
Penggunaan bahasa krama tidak hanya sekedar sarana berkomunikasi, melainkan juga mencerminkan sikap andhap asor (rendah hati) dan kesopanan. Dengan memilih menggunakan bahasa krama, seseorang secara tidak langsung mengakui kedudukan, status sosial, serta posisi hierarki lawan bicara dalam berinteraksi sosial. Oleh karena itu, penggunaan bahasa krama sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam situasi formal atau ketika berhadapan dengan orang yang lebih tua atau memiliki kedudukan lebih tinggi. Akan tetapi, di masa sekarang kebanyakan generasi muda Jawa tidak mengetahui bahasa krama. Terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab penurunan penggunaan bahasa Jawa krama di kalangan anak muda.
Faktor pertama yaitu dominasi penggunaan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang digunakan dalam berbagai sektor kehidupan, mulai dari pengajaran di sekolah, pemerintahan, dan media massa. Penggunaan bahasa Indonesia yang meluas ini dapat menutupi penggunaan bahasa daerah seperti bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Generasi muda yang dibiasakan menggunakan bahasa Indonesia sejak memasuki jenjang pendidikan menjadi buta akan bahasa Jawa, khususnya bahasa Jawa krama. Hal seperti itu didukung juga dengan peran orang tua yang lebih memilih berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan bahasa Jawa, sehingga tidak terdapat pengajaran bahasa krama kepada sang anak. Selain itu, bahasa krama juga dianggap rumit dalam pemilihan kosakata sehingga generasi muda lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia yang lebih sederhana dalam berkomunikasi.
Faktor kedua yaitu adanya globalisasi. Globalisasi membawa pengaruh yang sangat besar dalam berbagai sektor kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik, budaya, maupun sosial. Globalisasi memungkinkan adanya pertukaran informasi dan ide yang sangat cepat sehingga mampu memengaruhi cara berpikir dan bertindak. Apalagi didukung dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, seperti internet dan media sosial, dapat membuat bergesernya nilai-nilai budaya daerah. Tren-tren global seperti pakaian, musik, gaya hidup, dan bahasa sering kali dianggap keren bagi generasi muda, sehingga mereka, anak muda, menjadi terpengaruh dan mulai membiasakan diri mereka dengan tren global tersebut sehingga mulai melupakan budaya lokal seperti bahasa Jawa krama.
Meskipun terdapat tantangan besar dalam melestarikan bahasa krama, akan tetapi generasi muda masih memiliki peran penting sebagai upaya mempertahankannya. Salah satu cara yang termudah yang dapat dilakukan adalah dengan menyadari bahwa bahasa Jawa krama merupakan warisan budaya yang memiliki nilai-nilai berharga. Generasi muda dapat memulai dengan mempelajari dan menggunakan bahasa krama dalam berkomunikasi sehari-hari dengan orang yang lebih tua. Selain itu, pendidikan mengenai bahasa krama juga penting untuk dilaksanakan terhadap generasi muda melalui pelajaran di sekolah atau melalui pembiasaan penggunaan di lingkungan keluarga agar tumbuh kecintaan terhadap bahasa. Dengan adanya kesadaran mengenai pelestarian dan peran aktif dalam mempelajari dan mengajarkan kepada generasi berikutnya, bahasa krama masih memiliki peluang untuk bertahan di zaman sekarang.
SUMBER REFERENSI
Suharyo, S. (2018). Nasib Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia dalam Pandangan dan Sikap Bahasa Generasi Muda Jawa. Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra, 13(2). https://doi.org/10.14710/nusa.13.2.244-255
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H