Mohon tunggu...
Raissa Kayana M
Raissa Kayana M Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Seorang pelajar SMA yang duduk di kelas tiga. Senang menyelami internet sambil mendengarkan lagu dari berbagai zaman.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tawuran: Jawaban untuk Masalah yang Dihadapi Para Darah Muda yang Bermodalkan Nekat

13 Oktober 2024   14:43 Diperbarui: 13 Oktober 2024   22:37 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelajar berinisial AF (16) meninggal dunia setelah menderita luka tusuk saat tawuran di Jalan Raya Bogor, Kamis (9/5/2024).(Dok. Polsek Cibinong)

    

“Biasanya para remaja berpikirnya sekali saja tanpa menghiraukan akibatnya…” begitulah kira-kira penggalan lirik lagu “Darah Muda” yang dibawakan oleh Rhoma Irama. Lantas, apa hubungannya antara penggalan lirik di atas dengan tawuran antar pelajar? Begini, seperti yang telah kita ketahui, tawuran antar pelajar merupakan perilaku kekerasan fisik yang dilakukan oleh dua atau lebih kelompok pelajar yang berbeda. Biasanya tawuran antar pelajar dilakukan dengan saling melempar batu, dan seringkali pesertanya membawa senjata tajam. Sudah bisa menebak apa saja senjata tajam yang paling sering dibawa? Betul, pisau dan celurit. Sekarang, daripada kita berkutat pada pengertian tawuran antar pelajar, ayo kita kupas satu kasus tawuran antar pelajar SMK Ganesha dan SMK Setia Karya yang terjadi di daerah Depok.

     Pada tanggal 8 Mei 2024 di Kota Depok, seorang warga bernama Fahmi mendapat informasi akan adanya tawuran antar pelajar di daerah Cibinong. Informasi tersebut didapatkan dari salah satu akun instagram sekitar pukul 12.00 WIB. Karena khawatir, Fahmi memutuskan untuk berangkat ke lokasi yang dimaksud. Sayangnya, ia tidak menemukan adanya tanda-tanda tawuran. Fahmi lalu memutuskan untuk pergi dari lokasi dan menuju salah satu warung makan warteg yang tak jauh dari TKP. Saat itulah, tawuran antara pelajar dari SMK Ganesha dan SMK Setia Karya pecah. Dalam kejadian tersebut, ditemukan korban yang sudah tergeletak akibat luka tusukan pisau di dada dan pinggang.

     Melihat hal itu, saksi langsung membawa korban ke Rumah Sakit Sentra Medika Cimanggis, Kota Depok. Ia kemudian menghubungi polsek terdekat untuk penanganan lebih lanjut. Kepolisian mendatangi lokasi untuk melakukan olah tempat kejadian perkara. Petugas pun, mulai meminta keterangan dari berbagai pihak. Keesokan harinya, korban yang berinisial AF (16) menghembuskan nafas terakhirnya.

     Setelah membaca penggalan berita di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa tawuran merupakan salah satu bentuk pergaulan bebas yang didasari oleh pemikiran jangka pendek dan berujung dengan maut. Tapi ada satu hal yang mengganjal pikiran, apa yang memotivasi beberapa pelajar dari kedua SMK tersebut melakukan tawuran? Jawabannya klasik. Yaitu adanya konflik diantara kedua SMK tersebut. Entah konflik antar pribadi atau antar kelompok.

     Ada faktor lain yang dirasa jadi pemantik kejadian tawuran antar pelajar ini, yaitu faktor lingkungan dan psikologis. Dari sisi faktor lingkungan, yang paling tersorot adalah lingkungan pergaulan. Lingkungan pergaulan pelaku sudah termasuk dalam lingkungan pergaulan yang bebas menggunakan cara apa saja untuk menyelesaikan masalah, sekalipun dengan cara yang tidak baik seperti tawuran. Terlebih lagi, bila ada dendam turun temurun antar kedua SMK tersebut. Sudah pasti, tawuran adalah solusi yang mereka pilih untuk menuntaskan dendam turun temurun tersebut. Sementara itu, dari sisi psikologis ada banyak faktor yang perlu dibahas. Kita akan mulai dengan faktor krisis identitas. 

     Setiap orang memiliki identitasnya masing-masing. Untuk mengetahui identitas apa yang kita miliki caranya dengan melakukan eksplorasi, bukan? Salah satu identitas yang ramai diantara Generasi Z adalah basis atau barisan siswa. Apa itu basis? Basis merupakan singkatan yang merujuk pada sekelompok siswa yang tinggal berdekatan. Dimana mereka datang ke sekolah lalu pulang secara bersamaan. Istilah ini menjadi lekat, bahkan, menjadi identitas pelaku tawuran pelajar. Hal ini dikarenakan para siswa yang menyebut dirinya basis adalah siswa yang sering melakukan kegiatan tawuran. Citra yang melekat dari para basis ini adalah berandalan yang keren karena terlihat sebagai sosok yang rebel. Inilah yang membuat beberapa pelajar ikut tawuran, karena ingin dianggap sebagai basis oleh lingkungannya.

     Masih dari sisi psikologis, faktor lainnya adalah kurangnya kontrol diri akan perasaan marah dan frustasi. Masalah ini dapat terjadi karena kurangnya edukasi akan kontrol diri terkait perasaan marah dan frustasi dari anak kepada anak. Karena kurangnya edukasi inilah anak bisa melakukan tindakan seperti tawuran antara pelajar SMK Ganesha dan SMK Setia Karya. Apalagi, bila ditambah rasa nekat, anak bisa melakukan tindakan berbahaya agar masalahnya cepat selesai. Seperti pelaku tawuran yang menusuk korban dengan pisau yang kemungkinan besar didasari alasan agar tawuran cepat selesai.

     Bila semua faktor di atas telah bercampur menjadi satu, maka, pecahlah tawuran. Setelah pecahnya tawuran, tentu ada efek setelahnya. Baik dari jangka pendek, maupun jangka panjang. Efek jangka pendek dari tawuran adalah cedera fisik. Contohnya adalah luka gores akibat senjata tajam. Tapi, cedera fisik ini juga bisa membawa maut untuk korbannya. Mengapa? Karena cedera fisik yang diterima bersifat serius. Seperti luka tusuk yang diterima oleh korban tawuran antar dua SMK ini. Efek jangka panjangnya adalah trauma psikologis yang dialami oleh pelaku yang melihat kejadian traumatis dalam tawuran. Misalnya, melihat korban tawuran yang ditusuk menggunakan pisau hingga korban tergeletak. Bila sudah begini, hubungan sosial antara pelaku tawuran dan orang-orang disekitarnya memburuk. Orang-orang di sekitar pasti akan menjauhi para pelaku karena mereka tidak ingin terasosiasi dengan orang-orang yang dianggap bermasalah.

     Dari semua penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tawuran merupakan salah satu bentuk pergaulan bebas yang didasari oleh beberapa faktor, seperti faktor lingkungan dan psikologis. Mereka yang melakukan tawuran, tidak memikirkan efek jangka pendek dan panjang  yang muncul akibat dari kegiatan tawuran yang mereka lakukan. Efek jangka pendek dan panjang ini memiliki sifat yang merugikan para pelaku dan para korbannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun