Mohon tunggu...
Raissa Aqila
Raissa Aqila Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Undergraduate Universitas Airlangga

hmu?

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Permasalahan dan Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan di Wilayah 3T

22 Agustus 2023   20:05 Diperbarui: 22 Agustus 2023   20:07 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keberhasilan implementasi suatu kebijakan dapat dinilai melalui pencapaian tujuan yang diharapkan, sebagaimana halnya dalam penerapan strategi Guru Garis Depan (GGD) oleh pemerintah dengan tujuan meningkatkan mutu pendidikan dasar. Walaupun upaya tersebut dilakukan, terdapat beberapa permasalahan terkait sistem pendidikan di Indonesia, termasuk dalam hal aksesibilitas dan kualitas tenaga pengajar. Fakta ini diilustrasikan oleh rendahnya kualitas lulusan dan ketidakrelevanannya dalam aspek pendidikan terhadap tuntutan sosial (Rivalina, 2016). Kendati jumlah guru bisa dianggap cukup besar, distribusi guru masih tidak merata, terutama di daerah-daerah terpencil. Akibatnya, meskipun secara angka jumlah guru sudah mencukupi, namun penyebarannya belum merata, terutama di wilayah-wilayah yang jauh dari pusat kota. Situasi serupa juga berlaku untuk daerah-daerah yang masuk kategori 3T, yakni wilayah Tertinggal, Terluar, dan Terdepan (Sukarni, 2021).

Dari segi sosial, budaya, dan geografis, seluruh wilayah Indonesia memiliki keragaman yang signifikan, mengingat ukuran negara yang luas dan variasi dalam aspek sosial dan budaya. Hal ini menuntut usaha maksimal dalam mengatasi persoalan yang ada, terutama dalam bidang pendidikan di wilayah-wilayah 3T. Tantangan muncul terkait kualitas dan kuantitas guru, dengan distribusi yang belum merata. Tidak jarang ditemukan guru-guru yang memiliki kualifikasi di bawah standar yang ditentukan, kurangnya kompetensi, dan pengalaman pendidikan yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Di samping itu, banyak sekolah di wilayah tersebut mengalami partisipasi yang rendah, fasilitas belajar yang minim, dan infrastruktur yang tidak memadai, sehingga akses ke institusi pendidikan menjadi terbatas. Oleh karena itu, wilayah-wilayah 3T, sebagai bagian dari cakupan nasional, perlu mendapatkan perhatian khusus agar kualitas pendidikan di sana dapat ditingkatkan sejajar dengan wilayah lainnya (Danga, 2018).

Dengan diterapkannya otonomi pendidikan, institusi pendidikan memperoleh kebebasan untuk mengatur kualitas pendidikan serta memiliki hak untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) mereka. Melalui otonomi ini, setiap sekolah memiliki fleksibilitas untuk menerapkan strategi mereka dengan efektif. Hal ini membantu meningkatkan kinerja dalam proses pembelajaran dengan peningkatan dalam produktivitas, kreativitas, dan efisiensi (Hanafi, 2017). Untuk menerapkan ini, penting melibatkan semua stakeholder dalam pendidikan, baik secara langsung maupun melalui perantara. Pencapaian optimalitas sekolah memerlukan langkah-langkah yang komprehensif agar tanggung jawab terbagi dengan baik di antara pelaksana, mencapai desentralisasi yang maksimal dalam pendidikan dasar.

Desentralisasi pendidikan, seperti dijelaskan oleh Surya et al. (2021), merupakan proses yang kompleks, tetapi dapat menjadi sarana untuk menghasilkan perubahan dalam sistem pendidikan, termasuk kebijakan dan strategi optimal, pengalokasian dana, pengembangan SDM berkualitas, pelatihan pengajar, penyusunan kurikulum yang efektif, dan manajemen institusi. Keberhasilan atau kegagalan desentralisasi ini sering dipengaruhi oleh faktor-faktor politis dan teknis. Program ini mencakup variasi yang luas yang melibatkan masalah pendidikan, keuangan, dan administrasi (Ervannudin & Widodo, 2016). Pendidikan juga memiliki kaitan erat dengan strategi politik, yang memerlukan upaya kolektif dalam menentukan kebijakan. Identifikasi kebutuhan dari berbagai pihak, baik individu maupun kelompok, merupakan langkah awal dalam merancang pendidikan (Misya & Asrida, 2017).

Ada banyak cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan, dan manajemen berbasis sekolah dapat membantu mengelola penyelenggaraan pendidikan agar lebih berkualitas (Patras et al., 2019). Penelitian juga menunjukkan bahwa semakin lama pengalaman mengajar, kompetensi pedagogik guru dapat menurun, dan keberadaan pendidik berpengalaman belum tentu menjamin kualitas pengajaran yang baik, terutama di daerah terpencil (Sumual & Ali, 2017). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa kualitas tenaga pendidik masih rendah dan belum sesuai dengan kebutuhan siswa, serta sarana dan prasarana masih belum memadai untuk proses belajar mengajar (Firdaus et al., 2018). Fakta-fakta ini mengindikasikan adanya ketidaksesuaian dalam pelaksanaan sistem pendidikan, yang dapat dilihat dari dukungan politis dalam merumuskan tujuan pendidikan, pendanaan pendidikan, dan organisasi politik pendidik, seperti persiapan guru profesional, sarana persiapan, inkonsistensi antara tujuan dan praktik pendidikan, serta antara tujuan dan model evaluasi pendidikan yang digunakan.

Dalam mengatasi isu penyebaran guru honorer ke wilayah 3T, perlu pendekatan holistik yang mempertimbangkan kualitas pengajaran, aspek ekonomi, budaya, hukum, dan perlindungan pekerja. Upaya untuk mencapai pendidikan berkualitas dalam konteks ini haruslah didukung oleh kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat setempat untuk memastikan bahwa pendidikan yang diberikan di wilayah 3T benar-benar memberikan manfaat dan kesempatan yang setara kepada semua siswa.

Daftar Psutaka

Ervannudin,  N.,  &  Widodo,  B.  W.  (2016).  Desentralisasi  Pendidikan  Dan  Peran  Aktif Masyarakat   Menuuju   Pendidikan   Berkualitas. Jurnal    Penelitian, 10(1),   147--172. https://doi.org/10.21043/jupe.v10i1.866

Firdaus,   Sulfasyah,   &   Nur,   H.   (2018).   Diskriminasi   Pendidikan   Masyarakat   Terpencil dibandingkan  dengan  negara  lainnya  .  Tidak  hanya  itu  ,  di  Indonesia  juga  terdapat perbedaan. Journal Sociology of Education, 6(1), 33--43.

Danga, S. R. Y. (2018). Guru Garis Depan (GGD); Membangun Sumba Melalui Peningkatan Mutu Pendidikan. SENDIKA: Seminar Nasional Pendidikan FKIP UAD , 2(1), 234--240.

Hanafi,  M.  (2017).  Membangun  Profesionalisme  Guru  Dalam  Bingkai Pendidikan  Karakter. Jurnal Ilmu Bidaya, 5(1), 35--45

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun