Mohon tunggu...
Raissa Aline Natasha
Raissa Aline Natasha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Menyukai kucing

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Retail Therapy: Dapatkah Belanja Menjadi Obat untuk Stres?

28 Desember 2024   11:09 Diperbarui: 28 Desember 2024   11:09 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak orang berpikir bahwa berbelanja adalah cara yang menyenangkan untuk merayakan pencapaian atau menghabiskan waktu. Namun bagi sebagian orang, kegiatan ini memiliki tujuan yang lebih terfokus yaitu untuk mengatasi stres. "Retail Therapy" telah mendapatkan popularitas sebagai istilah untuk menggambarkan perilaku ini. Namun apakah berbelanja sebenarnya merupakan cara yang baik untuk mengatasi stres?   

Apa itu Retail Therapy?

Retail therapy adalah kegiatan berbelanja yang dilakukan untuk meningkatkan suasana hati dan menghindari perasaan emosional buruk. Retail therapy biasanya berisi kegiatan pembelian barang yang diinginkan, bukan yang dibutuhkan. Dalam banyak kasus, orang merasa lebih baik setelah membeli sesuatu yang mereka inginkan, meskipun itu hanya sementara. 

Apakah Retail Therapy sama dengan Impulsive Buying?

Retail therapy berbeda dengan impulsive buying. Perilaku retail therapy didorong oleh motivasi meredakan stres atau meningkatkan suasana hati sedangkan perilaku impulsive buying didorong oleh motivasi dorongan spontan tanpa perencanaan sebelumnya, sering kali dipicu oleh stimulus visual seperti visual menarik produk dan diskon besar. 

Mengapa Belanja Dapat Mengurangi Stres?

Ada beberapa faktor mengapa kegiatan belanja efektif dalam mengurangi stres. Retail therapy efektif karena kegiatan membeli sesuatu untuk diri kita sendiri:

Memberikan rasa kendali kepada individu

Berbelanja dapat menjadi coping mechanism, menurut penelitian Atalay dan Meloy (2011) yang diterbitkan dalam Journal of Consumer Psychology. Coping mechanism adalah strategi yang digunakan individu untuk mengelola stres. Orang-orang merasa lebih memiliki kendali atas hidup mereka ketika berbelanja karena hal ini melibatkan pengaturan pemilihan dan pembelian produk yang memerlukan penilaian pribadi. Melakukan pembelian, terutama pembelian yang menghasilkan kepuasan pribadi, memberi seseorang rasa kendali yang lebih kuat terhadap keadaan. Individu sering kali merasa kehilangan kendali dalam situasi stres, jadi rasa kendali ini sangat penting. Belanja memberi mereka kesempatan untuk membuat keputusan yang sepenuhnya berada dalam kekuasaan mereka. Dengan memilih produk, menilai biaya, dan melakukan pembelian, individu merasa lebih "memiliki kendali".

Pembelian barang dapat memberikan lonjakan emosi positif, seperti kegembiraan atau kepuasan, tetapi efek ini mungkin memudar seiring waktu. Namun, untuk banyak orang, momen kecil ini cukup untuk membantu mereka melewati situasi sulit atau meningkatkan suasana hati mereka dalam waktu singkat. Oleh karena itu, retail therapy sering dipandang sebagai strategi yang praktis untuk meningkatkan kesejahteraan emosional, meskipun tidak selalu menjadi solusi jangka panjang untuk masalah yang mendasari.

Menghasilkan 'hormon bahagia'

Hormon bahagia yang sering terdengar seperti dopamin dapat muncul dalam diri individu lewat kegiatan belanja. Pelepasan dopamin ini menciptakan perasaan puas dan senang, menjadikan belanja sebagai aktivitas yang secara alami memberikan penghargaan emosional. 

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Neuron oleh Knutson, Rick, Wimmer, Prelec, dan Loewenstein (2007), wilayah otak ventral striatum terlibat dalam produksi dopamin terlibat dalam keputusan untuk membeli barang yang diinginkan. Perilaku seseorang dimotivasi oleh wilayah ini, yang disebut sebagai pusat pengolahan reward. Hal ini membantu menjelaskan mengapa banyak orang merasa puas atau senang setelah berbelanja karena hal tersebut bukan sekadar aktivitas konsumtif tetapi juga pengalaman psikologis termasuk reaksi otak terhadap reward. Fenomena ini mirip dengan momen dalam menikmati makanan favorit atau memenangkan penghargaan, berbelanja dapat memberikan sensasi kepuasan yang sama seperti sensasi kepuasan pada momen-momen tersebut.

Ada beberapa manfaat retail therapy, khususnya dalam membantu pengurangan stres dan pengelolaan emosi. Dopamin, hormon yang meningkatkan kebahagiaan dan kepuasan emosional, dapat dilepaskan selama pemilihan dan perolehan barang yang diinginkan. Selain itu, karena berbelanja memerlukan pengambilan keputusan yang independen, hal ini memberikan rasa kendali kepada orang-orang yang mengalami stres. Selain itu, retail therapy dapat berfungsi sebagai penghargaan bagi diri sendiri yang membantu meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri. Dalam beberapa kasus, berbelanja juga dapat berfungsi sebagai pengalih perhatian sesaat dari masalah atau ketegangan, membuat seseorang merasa lebih tenang dan tidak terlalu terpengaruh oleh perasaan tidak menyenangkan.

Retail therapy dapat berubah menjadi masalah jika dilakukan secara berlebihan dan tidak terkendali. Ketika belanja mulai menjadi respons utama terhadap stres atau emosi negatif, ada risiko munculnya perilaku impulsif yang dapat mengarah pada pengeluaran di luar kemampuan finansial. Hal ini dapat memicu masalah keuangan, seperti hutang yang menumpuk, yang justru menambah tekanan psikologis. Tanda lain bahwa retail therapy menjadi berlebihan adalah ketika seseorang merasa bersalah, menyesal, atau stres setelah berbelanja, namun tetap melakukannya secara berulang. 

Untuk menghindari dampak negatif dari retail therapy, ada beberapa langkah yang dapat diambil.

            1. Membuat anggaran belanja sebelum memulai.

Individu dapat mengontrol pengeluaran dan menghindari belanja berlebihan dengan penetapan anggaran belanja yang jelas dan bertanggungjawab. 

      2. Berbelanja barang yang benar-benar dibutuhkan atau yang meningkatkan produktivitas.

Fokus pada pembelian barang yang benar-benar dibutuhkan atau yang dapat meningkatkan produktivitas, seperti alat atau barang yang mendukung kesejahteraan individu dalam jangka panjang. 

           3. Menghindari keputusan belanja impulsif.

Hindari keputusan belanja impulsif, yang seringkali dipicu oleh emosi sesaat. Berikan waktu sejenak untuk berpikir dan mengevaluasi sebelum membeli barang. Dengan cara ini, retail therapy bisa memberikan manfaat tanpa dampak negatif pada kondisi keuangan atau kesejahteraan emosional.

Retail therapy, atau berbelanja sebagai cara untuk meredakan stres, dapat menjadi strategi yang efektif dalam meningkatkan suasana hati sementara. Jika dilakukan dengan bijaksana dan tidak berlebihan, retail therapy bisa memberikan manfaat positif dalam mengurangi stres. Sebaliknya, jika dilakukan secara berlebihan atau impulsif, retail therapy dapat berubah menjadi perilaku konsumtif yang merugikan, yang dapat memicu masalah finansial dan ketergantungan emosional. Oleh karena itu, penting untuk melakukan retail therapy secara terencana, dengan anggaran yang jelas dan kesadaran tentang apa yang benar-benar dibutuhkan, untuk menghindari dampak negatif yang mungkin timbul.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun