2. Psikomotorik
Karakteristik perkembangan psikomotorik pada masa kanak-kanak:
a. Usia 3 tahun:Â
- Tidak dapat berhenti dan berputar secara tiba-tiba atau secara cepat.
- Dapat melompat 15-24 inchi, Dapat menaiki tangga tanpa bantuan, dengan berganti kaki,
- Dapat berjingkat
b. usia 4 tahun:
- Lebih efektif mengontrol gerakan berhenti, memulai, dan berputar,
- Dapat melompat 24- 33 inchi,
- Dapat menuruni tangga, dengan berganti kaki, dengan bantuan,
- Dapat melakukan jingkat 4 sampai 6 langkah dengan satu kaki.
c. Usia 5 tahun:
- Dapat melakukan gerakan start, berputar, atau berhenti secara efektif,
- Dapat melompat 28-36 inchi,
- Dapat menuruni tangga tanpa bantuan, berganti kaki,
- Dapat melakukan jingkat dengan sangat mudah
d. Karakteristik Perkembangan Psikomotorik pada Masa Anak Besar.
Pada anak besar perkembangan keterampilan dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori:
- Keterampilan menolong diri sendiri, Anak dapat makan, mandi, berpakain sendiri dan lebih lebih mandiri.
- Keterampilan bermain, Anak belajar keterampilan seperti melemper dan menangkap bola, naik sepeda, dan berenang.
- Keterampilan menolong orang lain, Keterampilan berkaitan dengan orang lain, seperti membersihkan tempat tidur, membersihkan debu dan menyapu.
- Keterampilan sekolah, Mengembangkan berbagai keterampilan yang diperlukan untuk menulis, menggambar, melukis, menari, bernyayi, dll.
Baca juga : Peran Bimbingan dan Konseling Dalam Mengembangkan Potensi Bakat Peserta Didik di Masa Pandemi Covid-19
3. Perkembangan Akademik atau Kognitif
Karakteristik perkembangan akademik ini dijelaskan dengan menggunakan tahap perkembangan kognitif menurut Piaget: (Yatim Riyanto. Paradigma Baru Pembelajaran: 123).
Loree menyatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang bersifat universal harus dikuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau awal masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan memegang benda (prehension).Â
Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal dengan sebutan bermain (playing) dan bekerja (working).Â
Sementara Gessel menjelaskan bahwa perilaku motorik itu meliputi gerakan tubuh, koordinasi, dan keahlian motorik khusus: (Salkind, 2010: 87).
- Sensorimotorik (02 tahun), bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan medorong mengeksplorasi dunianya.
- Praoperasional (27 tahun), anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan katakata. Tahap ini pemikirannya yang lebih simbolis tetapi tidak melibatkan pemikiran operasiaonal dan lebih bersifat egosentris dan intuitif ketimbang logis.
- Operational Kongkrit (711 tahun), penggunaan logika yang memadai. Tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda konkrit.
- Operasional Formal (1215 tahun). Kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
4. Perkembangan Psikososial
Hal tersebut berkaitan dengan perkembangan dan perubahan emosi individu. J. Haighurst mengemukakan bahwa setiap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan aspek lain seperti di antaranya adalah aspek psikis, moral dan sosial.Â
Menjelang masuk SD, anak telah mengembangkan keterampilan berpikir bertindak dan pengaruh social yang lebih kompleks.Â
Sampai dengan masa ini, pada dasarnya egosentris (berpusat pada diri sendiri) dan dunia mereka adalah rumah keluarga, dan taman kanakkanaknya.
Selama duduk di kelas kecil SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering rendah diri. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka "dewasa".Â
Mereka merasa "saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu, karenanya tahap ini disebut tahap "I can do it my self". Mereka sudah mampu untuk diberikan suatu tugas.Â
Daya konsentrasi anak tumbuh pada kelas-kelas besar SD. Mereka dapat meluangkan lebih banyak waktu untuk tugas-tugas pilihan mereka, dan seringkali mereka dengan senang hati menyelesaikannya.Â
Tahap ini juga termasuk tumbuhnya tindakan mandiri, kerjasama dengan kelompok dan bertindak menurut cara-cara yang dapat diterima lingkungan mereka. Mereka juga mulai peduli pada permainan yang jujur.
Selama masa ini mereka juga mulai menilai diri mereka sendiri dengan membandingkannya dengan orang lain.Â
Anak-anak yang lebih mudah menggunakan perbandingan social (social comparison) terutama untuk normanorma social dan 4 kesesuaian jenisjenis tingkah laku tertentu.Â
Pada saat anakanak tumbuh semakin lanjut, mereka cenderung menggunakan perbandingan social untuk mengevalasi dan menilai kemampuan kemampuan mereka sendiri.
Baca juga : Kaca Mata Bimbingan dan Konseling : Pandemi Covid-19 Membatasi Aktivitas Anak Berkebutuhan Khusus
5. Kebutuhan Peserta Didik Siswa SDÂ
a. Anak SD Senang Bermain.
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih-lebih untuk kelas rendah.Â
Guru SD sebisanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai.Â
Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsure permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).
b. Anak SD Senang Bergerak.
Orang dewasa dapat duduk berjamjam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
c. Anak usia SD Senang Bekerja dalam Kelompok.
Anak usia SD dalam pergaulannya dengan kelompok sebaya, mereka belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi.Â
Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 34 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
d. Anak SD Senang Merasakan dan Melakukan atau memperagakan Sesuatu Secara Langsung.
Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret.Â
Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsepkonsep lama.Â
Berdasar pengalaman ini, siswa membentuk konsepkonsep tentang angka, ruang, waktu, fungsifungsi badan, pera jenis kelamin, moral, dan sebagainya.Â
Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan member contoh bagi orang dewasa.Â
Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran.Â
Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angin, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk langsung setiap arah angin, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan diketahui secara persis dari arah mana angin saat itu bertiup.