Mohon tunggu...
Raisa Zahira
Raisa Zahira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | S1 AKUNTANSI | NIM 43223010052

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Mempimpin Diri Sendiri

28 November 2024   20:05 Diperbarui: 28 November 2024   20:05 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Latar Belakang Ki Ageng Suryomentaram (KAS)

Ki Ageng Suryomentaram, yang bernama asli Bendoro Raden Mas Kudiarman, lahir pada 20 Mei 1892 di lingkungan Keraton Yogyakarta. Ia merupakan salah satu putra dari Sri Sultan Hamengkubuwana VII, sultan yang bertahta di kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. dan merupakan keturunan keluarga bangsawan Jawa. Meskipun lahir sebagai pangeran, perjalanan hidupnya menempuh jalur yang unik karena ia memilih meninggalkan gelar kebangsawanannya untuk menjalani kehidupan sebagai rakyat biasa untuk hidup sederhana dan mendalami ilmu pengetahuan serta kehidupan masyarakat. Ki Ageng Suryomentaram (1892--1962) adalah seorang tokoh filsuf, budayawan, dan pemikir yang terkenal karena gagasan-gagasannya tentang psikologi Jawa dan konsep keseimbangan hidup.

Sebagai seorang pangeran, seperti saudara-saudaranya yang lain, Bendara Raden Mas Kudiarmadji bersama-sama belajar di Sekolah Srimanganti di dalam lingkungan kraton. Tingkat pendidikan sekolah ini kurang lebih sama dengan sekolah dasar sekarang. Selepas dari Srimanganti, dilanjutkan dengan kursus Klein Ambtenaar, belajar bahasa Belanda, Inggris, dan Arab. Setelah selesai kursus, bekerja di gubernuran selama 2 tahun lebih. BRM Kudiarmadji mempunyai kegemaran membaca dan belajar, terutama tentang sejarah, filsafat, ilmu jiwa, dan agama. Pendidikan agama Islam dan mengaji didapat dari K.H. Achmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.

Awal mula Ki Ageng Suryomentaram meninggalkan kebangsawanannya.

Pada usia 20-an, ia memutuskan untuk meninggalkan status kebangsawanannya. Awalnya, Ki Ageng Suryomentaram bergelar Pangeran Surya Mataram. Ia menanggalkan gelar kepangeranannya. Keputusan ini didasari oleh keinginannya untuk hidup sederhana dan mendalami pengalaman sebagai rakyat kecil. Nama "Ki Ageng Suryomentaram" ia pilih untuk mencerminkan identitas barunya sebagai seorang guru dan pembelajar kehidupan, bukan lagi sebagai pangeran. Keputusan ini bermula saat ia melihat betapa beratnya hidup petani yang bekerja di sawah.

Ki Ageng berkomitmen untuk memahami kehidupan manusia melalui interaksi langsung dengan rakyat kecil. Ia percaya bahwa kebahagiaan sejati tidak ditentukan oleh status sosial, melainkan oleh pemahaman mendalam tentang diri sendiri dan kehidupan yang seimbang.

Ki Ageng Suryomentaram menjadi guru dari suatu aliran kebatinan yang bernama Kawruh Jiwa atau Ilmu Jiwa. Salah satu ajaran moral dari Kawruh Jiwa yang sangat populer pada masa itu adalah Aja Dumeh yang artinya jangan menyombongkan diri, jangan membusungkan dada, jangan mengecilkan orang lain karena diri sendiri lebih berpangkat tinggi, berkuasa atau kaya raya, sebab manusia itu pada hakikatnya adalah sama.

Pemikiran kebatinan Ki Ageng Suryomentaram memiliki relevansi yang kuat dalam upaya pencegahan korupsi dan transformasi kepemimpinan diri. Ajarannya, yang berakar pada kawruh jiwa (ilmu tentang jiwa atau kesadaran diri), menawarkan pendekatan mendalam untuk memahami bagaimana individu dapat mengelola dirinya sendiri berupaya membantu individu mencapai ketenangan batin, kebahagiaan sejati, dan harmoni dalam kehidupan melalui pemahaman mendalam tentang diri sendiri sehingga terhindar dari perilaku destruktif seperti korupsi dan menjadi pemimpin yang efektif.

Menurut Ki Ageng Suryomentaram, cara mengolah diri dan batin dapat dilakukan dengan Enam "SA" yaitu,

  • Sa-butuhne (sebutuhnya),
  • Sa-perlune (seperlunya),
  • Sa-cukupe (secukupnya),
  • Sa-benere (sebenarnya),
  • Sa-mesthine (semestinya),
  • Sak-penake (seenaknya).

Enam "SA" Ki Ageng Suryomentaram dapat dijadikan penalaran Rasionalitas Reflektif dan Rasionalitas Akomodatif. Dalam setiap tulisannya, Ki Ageng selalu mengajak kita untuk berpikir rasional, memeriksa ulang keyakinan-keyakinan yang kita miliki secara cermat dan teliti, membuka selubung-selubung yang menutupinya, hingga kita mendapatkan saripati pengetahuan yang terang dan jernih. Pengetahuan yang jernih inilah yang akan mengantarkan kita pada kebahagiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun