Pangawikan Pribadi adalah konsep yang berasal dari ajaran Ki Ageng Suryomentaram dalam Kawruh Jiwa, yang berfokus pada pengenalan mendalam terhadap diri sendiri. Istilah pangawikan dalam bahasa Jawa berarti "pengetahuan" atau "pemahaman," sedangkan pribadi mengacu pada diri seseorang. Dengan demikian, Pangawikan Pribadi adalah proses atau usaha untuk memahami dan menyadari sifat, pikiran, perasaan, dan perilaku individu secara utuh.
Rasa itu menandai hidup orang. Kalau hanya badan saja tanpa rasa, disebut bangkai. Mempelajari tentang rasa adalah mempelajari tentang orang. Mempelajari tentang orang berarti mempelajari tentang manusia. Jadi mempelajari tentang orang, dapat dikatakan mempelajari diri sendiri, sehingga mampu memahami diri sendiri, yang disebut Pangawikan pribadi. Menurut Ki Ageng, bisa disamakan dengan mempelajari manusia dan kemanusiaan. Karena kita semua adalah bagian dari makhluk bernama manusia, maka ketika kita mempelajari rasa diri sendiri dan berhasil memahaminya dengan tepat, tomatis kita akan memahami manusia pada umumnya.
Maka, Pangawikan Pribadi itu, mesti dimulai dari sekarang, di sini, dan dengan penuh keberanian menghadapi segala yang ada di hadapan kita secara apa adanya (saiki, ing kene, lan ngene) = sekarang, di sini, begini/dengan cara ini. Prinsip ini menjadi cara untuk mengajarkan manusia agar lebih hadir dalam momen hidupnya, tanpa terjebak dalam masa lalu atau kekhawatiran akan masa depan.
- Saiki (Sekarang): fokus pada waktu sekarang, yaitu detik ini, bukan kemarin atau besok. Memiliki pesan bahwa masa lalu tidak bisa diubah, masa depan belum tentu terjadi, maka kebahagiaan hanya bisa dirasakan di saat ini.
- Ing Kene (Di Sini): Kesadaran bahwa kehidupan terjadi di tempat di mana kita berada saat ini, bukan di tempat lain yang diidamkan atau dikhawatirkan. Memiliki pesan bahwa kita harus menghargai dan memahami lingkungan sekitar kita sebagai bagian dari kehidupan yang nyata.
- Lan Ngene (Dengan Cara Ini): Kesadaran bahwa kondisi saat ini adalah yang sedang terjadi, tanpa berusaha melarikan diri ke keinginan yang tidak realistis. Memiliki pesan bahwa kita harus menerima apa yang ada saat ini dengan ikhlas, tanpa terlalu menghakimi atau membanding-bandingkan.
"Saiki, Ing Kene, Lan Ngene" adalah bagian integral dari Kawruh Jiwa, karena Menguatkan kesadaran diri (Pangawikan Pribadi) dan Membantu melepaskan obsesi terhadap Semat, Derajat, Keramat yang sering kali berkaitan dengan masa depan atau keinginan yang belum terpenuhi.
Dalam upaya mengetahui diri sendiri tidak perlu saling mencocokkan dengan orang lain. Yang paling perlu adalah mencocokkan dengan diri pribadi. Bila diperlukan saksi dalam pangawikan pribadi, cukup dengan beberapa orang saja.
"Di atas bumi dan di bawah langit ini tidak ada yang pantas dicari-cari (diburu) ataupun ditolak (disingkiri) secara mati-matian." (Ki Ageng Suryomentaram)
Meskipun demikian manusia itu tentu berusaha mati-matian untuk mencari, menghindari atau menolak sesuatu, walaupun itu tidak sepantanya dicari, ditolak atau dihindarinya.
Padahal jika orang berhasil memperoleh apa yang dicari-cari atau diburunya, tidak lantas membuat orang tersebut bahagia. Kalau ia merasakan kebahagiaan, rasa itu biasanya hanya berlangsung sebentar dan selanjutnya ia akan kembali merasakan susah. Tetapi pada waktu orang menginginkan sesuatu, pasti ia mengira atau berpendapat bahwa "jika keinginanku tercapai, tentulah aku Bahagia dan senang selamanya; dan jika tidak tercapai tentulah aku celaka dan susah selamanya". Â Sebaliknya, bila hal yang tidak diinginkan, ditolak, atau disingkiri itu terjadi pada dirinya, apa yang terjadi itu tidak lantas membuat orang tersebut menjadi susah. Kalau ia merasakan susah, rasa itu biasanya hanya berlangsung sebentar dan selanjutnya ia akan kembali merasakan bahagia.
Keinginan
Sumber ketidakbahagiaan menurut Ki Ageng Suryomentaram adalah keinginan. Wujud keinginan itu ada semat, drajat dan kramat. Keinginan muncul atau lahir dalam usaha mencapai semat (kekayaan), drajat (kedudukan), dan kramat (kekuasaan).
- Mencari semat adalah mencari kekayaan, keenakan, dan kesenangan.
- Mencari drajat adalah mencari keluhuran, kemuliaan, kebanggaan, dan keutamaan.
- Mencari kramat adalah mencari status sosial, kekuasaan, kepercayaan, agar disegani, agar dipuja-puji.