Mohon tunggu...
Raisa Rahma Oksigenita
Raisa Rahma Oksigenita Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi di Universitas Airlangga

Hobi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penis Terbakar! Diduga Terjadi Malpraktik pada Proses Khitandi Pontianak

19 Desember 2024   19:09 Diperbarui: 19 Desember 2024   19:09 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Professional Integrity atau Integritas Profesional, definisi integritas dalam konteks profesionalisme adalah suatu kepribadian pekerja yang mengedepankan nilai moral, jujur, dan bertanggung jawab. Integritas Profesional ini memiliki kesinambungan dengan adanya dugaan malpraktik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun tenaga medis dalam melaksanakan profesinya sehingga dianggap tidak profesional dalam tindakan yang dilakukan.

Untuk mencegah adanya kegiatan malpraktik, maka disusunlah kode etik untuk tercapainya Integritas professional. Kode etik dan Professional Integrity memiliki peran yang sangat penting untuk melindungi pasien dan tenaga medis, serta tingginya kepercayaan masyarakat terhadap tenaga medis dan tenaga kesehatan juga dapat meningkat dengan adanya Professional Integrity dan kode etik.

Malpraktik sendiri juga menunjukkan seberapa piawai para tenaga medis serta tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya yang sudah sesuai dengan kode etik yang berlaku ataupun sebaliknya, melanggar kode etik yang berlaku. Perbuatan tersebut dapat menjadi sebuah dampak negatif bagi pihak instansi serta hak pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas. Indonesia menjamin pemenuhan hak atas kesehatan melalui Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Kehadiran Undang-Undang ini sendiri merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam menjamin kesehatan masyarakatnya dengan menyediakan layanan kesehatan yang kompeten dan berasaskan non-diskriminasi, walaupun dalam praktiknya pemenuhan hak atas kesehatan tidak luput dari pelanggaran.

Dampak negatif malpraktik dapat dilihat dari berbagai perspektif seperti hukum, etika, maupun sosial. Jika dilihat dari aspek hukum dan etika, maka tenaga medis yang melakukan malpraktik dapat dikenai sanksi hukum pidana, perdata, ataupun administratif. Mengingat kasus yang pernah terjadi sekitar dua tahun yang lalu mengenai tindakan malpraktik di Pontianak. Tindakan malpraktik tersebut dilakukan oleh seorang dokter ketika melakukan proses khitan pada seorang anak. Kasus tersebut banyak diperbincangkan dan mendapatkan perhatian dari pihak berwajib untuk ditelusuri lebih lanjut terkait pelanggaran yang telah dilakukan. Seperti yang dialami oleh seorang anak berusia 9 tahun yang diduga menjadi korban malpraktik oleh seorang dokter di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) saat menjalani proses khitan. Korban mengalami kerusakan fisik pada penis serta lubang saluran berpindah ke bagian bawah. Pada saat itu, korban dibawa ke salah satu klinik dokter yang ada di Jalan Tanjungpura, Pontianak untuk dikhitan. Sehari sebelum khitan, dokter mengirimkan sejenis salep untuk korban, dengan arahan untuk digunakan 20 menit sebelum datang ke klinik. Salep tersebut diberikan agar korban tidak merasa sakit saat disuntik.

Setelah beberapa hari, alat vital korban terlihat memutih pucat serta bagian pangkalnya terlihat bengkak. Melihat hal tersebut, ibu korban pun langsung menghubungi sang dokter dan mengirimkan foto kondisi sang anak. Lalu disarankan dibawa ke rumah sakit. Di sana, disepakatilah operasi, ibu korban baru mengetahui bahwa alat vital korban terbakar waktu di rumah sakit, ujung pangkal penis habis, lalu korban disarankan untuk cangkok kulit. Kemudian, ibu korban langsung menghubungi dokter yang mengkhitan si korban. Dokter itu hanya meminta maaf, dan selama di rumah sakit, dokter yang menyunat korban tersebut tidak datang. Setelah 3 bulan pasca-operasi, ternyata penis korban tak kunjung sembuh, kondisi penisnya belum dapat normal seperti layaknya laki-laki lain. Hingga saat ini masih belum ada iktikad baik dari dokter yang melakukan khitan tersebut.

Menurut hukum yang berlaku di Indonesia, tindakan yang telah dilakukan dokter tersebut melanggar Undang-Undang Kesehatan No.17 Tahun 2023. Berikut merupakan beberapa pasal yang telah dilanggar:

  1. Pasal 4 ayat 1i dan ayat 1j UU Kesehatan No.17 Tahun 2023 mengenai hak setiap orang untuk memperoleh informasi terkait data kesehatan pribadinya
  2. Pasal 23 ayat 1 UU Kesehatan No.17 Tahun 2023 mengenai penyelenggaraan upaya kesehatan yang seharusnya dilaksanakan secara tanggung jawab, aman, dan bermutu sesuai dengan etika.
  3. Pasal 24 ayat 1 UU Kesehatan No.17 Tahun 2023 mengenai upaya kesehatan yang harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pelayanan Kesehatan.
  4. Pasal 276 a mengenai hak seorang pasien mendapatkan keseluruhan informasi mengenai kesehatan dirinya.
  5. Pasal 276 b terkait hak pasien mendapatkan penjelasan yang memadai terkait pelayanan kesehatan yang sudah diterima.
  6. Pasal 276 c bahwa setiap pasien berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis, standar profesi, dan pelayanan bermutu.

Selain itu, dokter tersebut juga bisa mendapatkan pidana yang sesuai dengan pasal 360 ayat 1 KUHP. Meskipun banyaknya undang-undang yang telah dilanggar, pihak berwajib belum memberikan kejelasan terkait kasus yang terjadi hingga saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun