Apakah kamu sering merasa tidak bahagia di tempat kerja atau malas? Menurut suatu survei di Amerika Serikat, 70% dari pekerja merasakan hal ini, yaitu disengagement terhadap pekerjaan mereka. Di Indonesia, kita juga kerap membaca keluhan-keluhan I hate Monday bertebaran di media sosial setiap hari Senin.
Ada apa dengan fenomena disengagement atau rasa tidak bahagia di tempat kerja ini? Banyak orang yang menyalahkan pekerjaan itu sendiri sebagai penyebab perasaan tidak bahagia (“pekerjaan saya tidak fulfilling”, “klien saya terlalu cerewet”, “atasan saya memberi terlalu banyak tugas”.) Padahal, menurut J.T. O’Donnell, CEO dari CAREEREALISM dan CAREERHMO, kebanyakan kasus rasa tidak bahagia di tempat kerja disebabkan oleh ketidakseimbangan pada area lain dalam hidup.
Dalam artikelnya di LinkedIn yang berjudul Why You Shouldn’t Make Your Job The Scapegoat For Your Out-of-Whack Life, O’Donnell memberi contoh seorang karyawan di akhir usia 20-an yang gagal mendapat promosi jabatan hingga dua kali dalam karirnya. Padahal, saat baru mulai bekerja di perusahaan tersebut, ia memiliki kinerja yang sangat baik.
Karyawannya ini menganggap kegagalannya dalam mendapatkan promosi disebabkan oleh atasannya yang kaku. Di sisi lain, perusahaannya menganggap ia kurang memiliki inisiatif. Ternyata, saat digali lebih jauh, penyebab karyawan tersebut tidak mendapatkan kenaikan jabatan adalah kurang terjaganya keseimbangan hidupnya dalam hal kesehatan.
Karena sibuk bekerja keras dan memberikan kinerja positif sejak mulai bekerja, karyawan tersebut lupa untuk menjaga pola makan serta berolahraga. Ia terlalu lelah, dan selama lima tahun terakhir ia naik berat badan hingga 18 kilogram. Masalah berat badan ini pun menurunkan semangat dan kepercayaan dirinya dalam pekerjaan.
Dari kasus ini, masalah karyawan tersebut menjadi lebih jelas. Rasa tidak bahagia di tempat kerja yang dirasakannya bukanlah disebabkan oleh pekerjaan tersebut, melainkan oleh ketidakmampuannya menjaga kesehatannya sendiri.
Delapan Area Life Balance
Ada delapan area dalam keseimbangan hidup, yaitu pekerjaan, rencana masa depan, kesehatan, komunitas, pertemanan, spiritual, keluarga / relationship, serta hobi. Masing-masing area merepresentasikan kebutuhan yang harus setiap orang penuhi agar bisa mencapai kehidupan yang seimbang.
Dari kasus di atas, karyawan tersebut kurang memenuhi kebutuhannya di area kesehatan. Banyak juga kasus para workaholic yang lupa menghabiskan waktu dengan keluarga, pasangan, atau teman. Hiruk-pikuk pekerjaan setiap hari juga bisa membuat orang lupa memiliki waktu untuk diri sendiri.
Jadi, jika kamu merasa tidak bahagia atau tidak puas dengan pekerjaanmu, janganlah langsung menyalahkan perusahaan, atasan, klien, atau pekerjaan itu sendiri. Coba periksa tujuh area lainnya, dan pastikan kamu telah memenuhi semua kebutuhannya.
Artikel ini sebelumnya dipublikasikan di Bukapintu.co, situs karir dan pengembangan diri untuk generasi millennials Indonesia.