Hari ini saya membaca berita dari Malaysia tentang rencana PM Najib Rajak menggugat sebuah portal berita populer di negeri jiran itu, malaysiakini.com. Portal berita sekelas Detik.com ini memang rajin memberikan kritik kepada pemerintahan Rajak, dan pemerintahan sebelumnya di bawah UMNO. Portal berita internet ini sudah sudah seringkali membuat panas kuping para petinggi pemerintahan Malaysia.
Sejumlah pengacara disiapkan PM Najib untuk menggugat Malaysiakini.com. Gugatan antara lain berupa pencemaran nama baik dan fitnah yang dilakukan portal tersebut dan para pembacanya. Isi yang terakhir membuat marah PM adalah tuduhan korupsi yang dilakukan pemerintahannya dan dituntut mundur. PM meminta media tersebut menyampaikan permohonan maaf secara terbuka.
Para pengamat dan aktivis HAM di Malaysia menuduh upaya itu sebagai usaha memaksa pihak kritis untuk bertekuk lutut, dan menunjukkan ketidaksukaan pemerintah Malaysia terhadap kebebasan pers. Pengelola Malaysiakini.com pun akan melawan upaya hukum tersebut. Mereka menilai pengekangan terhadap pers telah membantu pemerintah berkuasa selama puluhan tahun.
Coba kita bandingkan apa yang terjadi di Malaysia dengan di Indonesia. Banyak sekali media massa, bukan hanya portal internet, melainkan juga media arus besar seperti koran, majalah dan televisi, yang secara terus menerus mendiskreditkan pemerintahan SBY. Yang baik dianggap biasa bahkan dikerdilkan, yang buruk dibesar-besarkan sedemikian rupa. Komentar pembaca lebih parah lagi, karena banyak yang tanpa pikiran, asal jeplak dan asal bunyi. Tapi apakah SBY melakukan tindakan hukum terhadap media massa? Apakah SBY menggugat atau menuntut media massa yang mendiskreditkan lembaga kepresidenan atau pemerintah?
Jawabannya: TIDAK PERNAH.
SBY hanya melakukan gugatan hukum kepada individu-individu NON MEDIA MASSA, yang isi pernyataannya dianggap mengandung fitnah. Itupun bukan yang berkaitan dengan urusan pemerintahan, melainkan yang berkaitan dengan urusan pribadi dan keluarganya. Kebijakan SBY tentang pers sudah sangat jelas dan nyata serta berbeda dengan kebijakan pemerintah Malaysia di bawah pimpinan Najib Rajak. Pemerintahan SBY menghormati, menjalankan dan menjaga kebebasan pers. Kebijakan itulah yang membuat kebebasan pers di Indonesia jauh lebih baik dibanding kebebasan pers di semua negara Asia Tenggara. Indonesia is the best, dan diakui oleh nyaris semua jurnalis, termasuk jurnalis asing. Â Kebebasan pers ini memperkuat posisi Indonesia sebagai negara demokratis.
Bersyukurlah!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI