Mohon tunggu...
Raisa Atmadja
Raisa Atmadja Mohon Tunggu... -

Wanita karir, suka politik, pengagum Soekarno, pengagum SBY, pengagum Nehru... plus pengagum Raisa-lah.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saya Juga Bingung, Kenapa SBY yang Disalahkan dalam RUU Pilkada?

15 September 2014   23:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:36 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jadi presiden itu memang tidak gampang. Berbuat sesuatu kadang dianggap salah… tidak berbuat sesuatu, apalagi… pasti lebih salah… bahkan tidak berurusan langsung dengan sesuatu halpun bisa disalahkan. Banyak orang yang membabi buta dalam mencari penyelesai masalah, seolah-olah presiden adalah seorang raja diraja di zaman Romawi Kuno yang dapat menyelaikan segala masalah negaranya. Seharusnya mereka tahu dan belajar tentang sistem politik di Indonesia, meskipun namanya presidensial, tapi pada praktiknya justru lebih kuat parlemennya. Siap-siap saja pemerintahan Jokowi, jika tidak piawai berkomunikasi dan berhubungan dengan parlemen, maka kita akan disuguhi konflik politik berkepanjangan.

Yang sekarang tersaji di depan mata adalah masalah RUU Pilkada. Sejak munculnya kontroversi isi RUU tersebut, sebagian kalangan terutama para aktivis dan sebagian akademisi, kok menyudutkan presiden SBY. Apa hubungannya presiden dengan RUU Pilkada? Apa kewenangan presiden terhadap RUU tersebut? Presiden bingung kenapa dirinya yang disalahkan terkait RUU PIlkada ini.

Oh ya benar, bahwa RUU itu diusulkan oleh pemerintahan SBY. Tapi tahu tidak isinya seperti apa? Apakah sama dengan yang sekarang diributkan?

Oh ya, presiden seharusnya turun tangan… begitu pinta mereka.

Di sinilah salah kaprah terbesar manusia-manusia yang kurang melek politik. Heiiiii… presiden di negeri Indonesia tercinta ini di masa Reformasi ini, tidak punya kewenangan dan kekuasaan seluas dan sekuat presiden Soeharto pada masa Orde Baru, atau Soekarno pada masa Orde Lama. Presiden zaman sekarang adalah presiden yang sudah berbagi kekuasaan dengan parlemen. Begitulah sistem politiknya. Presiden yang boleh memilih menteri tanpa konsultasi dengan parlemen. Sisanya harus. Memilih duta besar saja harus lapor parlemen!

Ketika sekarang RUU PIlkada sudah dibahas dan menuju tahap akhir, presiden tidak punya kuasa apapun terhadap RUU tersebut. Nasib RUU tersebut 100 % sudah berada di tangan para anggota dewan yang terhormat. Anda salah alamat… seperti dalam lagunya Ayu Ting Ting. Salah alamat jika meminta presiden turun tangan mengatasi kontroversi RUU Pilkada.  Coba ya lebih banyak berpikir, ngaca dan bercermin sebelum berpendapat dan melontarkan permintaan.

Anda akan tidak terlalu salah alamat, jika meminta SBY sebagai ketua umum partai Demokrat, bukan sebagai presiden. Sebagai ketum parpol, SBY bisa dan dapat menggunakan pengaruhnya untuk pelaksanaan pembahasan RUU tersebut. SBY punya anak buah di Partai Demokrat yang bekerja di DPR. Beliau mungkin bisa memberikan instruksi kepada wakil rakyat asal Demokrat. Nah, di sini Anda perlu kecerdasan untuk  memilah-milah, mana SBY sebagai presiden dan mana SBY sebagai ketum Demokrat. Bukankah Anda sendiri yang meminta SBY lebih banyak bekerja sebagai presiden bukan sebagai ketum parpol?

Jadi jangan asal main salah menyalahkan, tekan menekan, sudut menyudutkan, tanpa proporsi yang memadai. Kalau ada masalah… presiden yang ditunjuk-tunjuk dan diandalkan, walaupun itu bukan kapasitas, bukan wewenang dan bukan tempatnya presiden ikut campur. Tapi kalau ada yang baik-baik, malah diabaikan. Presiden juga manusia, yang punya rasa.

Jujur, setelah saya baca perkembangan RUU PIlkada, dari awal sampai sekarang, bingung… kenapa jadi presiden SBY yang ditekan dan disalahkan ya? Hehe…

Waktu ada usulan kenaikan harga BBM dari Tim Jokowi-JK… yang disalahkan dan ditekan juga Presiden SBY. Tahun lalu, ketika SBY menaikkan harga BBM, juga dihujat habis. Seharusnya yang disalahkan kan yang mengusulkan naik harga. Wong, sedang enak-enak begini, tiba-tiba disuruh naik harga. Padahal harga kebutuhan yang lain juga sudah naik. Sekarang, mana tuh permintaan kenaikan harga BBM itu? Kok hilang lagi? Kok nggak ngotot lagi? Katanya demi bangsa dan negara? Harusnya ngotot dong pertahankan pendapat dan keyakinan...

Memang ada kekuatan-kekuatan nyata, yang selalu ingin melihat pemerintahan SBY buruk, sampai akhir masa jabatannya.  Termasuk sebagian media massa kita, yang punya kepentingan politiknya masing-masing. Apapun yang dllakukan dan dikatakan SBY, akan dicari celah kesalahannya. Hebat ya…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun