Mohon tunggu...
Rainhard Frealdo
Rainhard Frealdo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UNIKOM

Gemar menumpahkan karya lewat aksara untuk khalayak. Harapan saya adalah saya dapat semakin terasah dalam menulis, hingga membuat tulisan-tulisan saya menginspirasi banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mendalami Sejarah Bagi Semangat 17 Agustusan

29 Agustus 2024   08:55 Diperbarui: 6 September 2024   17:25 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bisa saya bilang, lomba ini adalah lomba yang bukan sekedar lomba biasa. Waktu tinggi saya masih setinggi paha ibu saya sih, saya merasa lomba ini hanya sebagai seru-seruan saja. Tapi saat sudah menyusul tinggi ibu saya, saya sudah mulai mengerti lebih dalam mengenai sejarah dan makna dalam lomba tersebut. Asumsi saya dulu ternyata masih belum mencakup pengertian tentang alasan lomba tersebut diadakan. Makna dari lomba tersebut amat luas, bahkan terdapat sejarah kelam di baliknya. Lomba apakah yang saya maksud? Apalagi kalau bukan lomba 17 Agustusan.

Pertama kali saya mengenal lomba 17 Agustusan, saya hanya sekedar mencari hiburan saja untuk menyenangkan diri. Dan apakah anda tahu lomba 17 Agustusan favorit saya? Yup, lomba makan kerupuk. Rasanya kalau udah ikut lomba makan kerupuk, saya serasa dapat makanan gratis, walaupun tidak terlalu mengenyangkan, hehe. Apalagi rasanya tuh menantang banget kalau ikut lomba makan kerupuk, karena dalam aturan, kerupuknya kan gak boleh dipegang pakai tangan. Jadi hanya mulut yang bekerja untuk meraih kerupuk tersebut, dan itu tak semudah yang saya bayangkan.

Tahun selanjutnya dan selanjutnya lagi, saya mulai mencoba jenis lomba 17 Agustusan yang lain. Bermacam-macam pokoknya. Seperti lomba membawa kelereng menggunakan sendok, balap karung, tarik tambang, bakiak, dan masih banyak lagi. Tapi bagi saya, tetap lomba kerupuk-lah yang paling menjadi favorit saya, belum ada yang bisa ngalahin.

Mulai masuk dunia SMA, entah kenapa saya mulai tidak terlalu terhibur ketika ikut lomba 17 Agustusan. Awalnya saya mendaftar lomba makan kerupuk – mengingat itu adalah lomba 17 Agustusan favorit saya. Usai melaksanakan lomba tersebut, saya mulai merenung di dalam kelas dengan lidah yang masih berbekas rasa kerupuk tadi. Sebenarnya apa sih tujuan lomba 17 Agustusan diadakan tiap mengenang kemerdekaan Indonesia? Apakah hanya untuk sekedar hiburan, atau ada sejarah dibaliknya? Bagaimana Indoensia bisa memiliki ide untuk membuat lomba 17 Agustusan yang begitu beragam? Pikiranku terus melakukan kontemplasi di atas tempat duduk.

Bahkan hingga pulang ke rumah, pikiran tersebut masih melekat di otak. Rasa penasaranku begitu besar. Hingga ketika saya memainkan ponsel dan iseng-iseng membuka sosial media, jawaban atas pertanyaan saya barusan langsung terjawab lewat for your page saya. Ternyata kerjasama dalam satu kesatuan antar perbedaan adalah salah satu alasan kenapa lomba 17 Agustusan tercipta. Apa maksudnya? Jadi lomba 17 Agustusan adalah pengingat bagi seluruh warga Indonesia untuk saling bersatu meskipun berbeda-beda, persis seperti makna dari Bhineka Tunggal Ika. Jadi seolah-olah lomba 17 Agustusan merupakan bentuk reminder kalau alasan kenapa Indonesia mampu menuju titik kemerdekaan adalah karena saling bersatu dan kerjasama yang mantap serta tolong-menolong dengan tulus.

Bahkan yang paling menarik, saya juga dapat informasi tentang sejarah lomba kerupuk, lomba favorit saya sejak dulu. Wah, pokoknya sejarahnya bikin batin sedih dan prihatin sih dengan keadaan Indonesia dulu. Jadi dulu warga Indonesia masih miskin, hanya bisa makan lauk yang sederhana. Dan lauk yang paling banyak dikonsumsi oleh warga Indonesia saat itu adalah kerupuk. Jadi dalam lomba kerupuk, kita diingatkan kembali bahwa saat Indonesia masih belum merdeka, mereka hanya bisa menggunakan kerupuk sebagai lauk karena masih banyak dari mereka yang miskin hingga tak mampu untuk beli lauk mewah. Saya jadi kasihan kalau kebayang-bayang kejadian tersebut. Saya semakin bersyukur hidup di zaman sekarang yang sudah damai, apalagi saya menyukai lomba kerupuk yang menjadi panutan saya sebagai pengingat sejarah Indonesia masa itu. Semangat kemerdekaan saya yang awalnya melemah, kini kembali teguh berkat pengetahuan mengenai sejarah tersebut.

Tahun-tahun berikutnya, saat adik saya ikut lomba 17 Agustusan untuk pertama kalinya, saya seperti melihat diri saya 12 tahun lalu. Beneran. Apalagi ketika melihat aksinya dalam mengunyah-ngunyah kerupuk, persis seperti saya dulu. Saya bahagia melihat adikku yang juga bahagia. Kelak saat dia besar nanti, saya akan memparkan sejarah Indonesia, supaya dia lebih mencintai Indonesia, termasuk menerapkan Bhineka Tunggal Ika terhadap seluruh warga Indonesia, khususnya dalam kegiatan lomba 17 Agustusan.

Tentunya sepanjang hidup saya, hanya lomba 17 Agustusan saja yang memiliki makna mendalam di setiap kegiatannya, bahkan membuat saya semakin mencintai Indonesia, termasuk budayanya. Mulai sekarang, tiap saya mengikuti lomba 17 Agustusan, saya akan selalu mengingat hal-hal menarik tentang Indonesia, tak akan pernah luput dari memori.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun