Ketimpangan ekonomi dan sosial, gurita oligarki dalam politik Indonesia juga berkontribusi pada ketimpangan ekonomi dan sosial yang tinggi. Kekayaan dan kekuasaan yang terkonsentrasi di tangan sekelompok kecil orang kaya dan berpengaruh, sementara mayoritas masyarakat mengalami kemiskinan dan ketidakadilan sosial. Sehingga hal ini dapat menimbulkan korupsi.
Robert Klitgaard (2016) mengidentifikasi tiga elemen penyebab utama korupsi, yaitu penguasaan kekuasaan secara eksklusif, penyalahgunaan kekuasaan, dan penggunaan diskresi. Namun, teori ini tidak memperhatikan faktor-faktor motivasi dan dorongan yang mendorong seseorang untuk terlibat dalam tindakan korupsi.Â
Beberapa faktor yang memengaruhi termasuk keuntungan finansial yang besar, serta tingkat konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan koruptif dalam negosiasi antara pemberi suap dan penerima suap.
Kekuasaan yang eksklusif, yang mana individu atau kelompok memiliki kontrol dan akses yang besar terhadap sumber daya, keputusan, dan kebijakan. Kemudian, penyalahgunaan kekuasaan, yang mana orang yang memiliki wewenang menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya, melanggar aturan, dan menghindari pertanggungjawaban.Â
Selain itu, diskresi juga menjadi faktor penting dalam korupsi, yang mana adanya ruang untuk membuat keputusan dan interpretasi yang dapat dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi atau melanggar prinsip-prinsip etika.
Korupsi memiliki pengaruh yang merusak dan merugikan terhadap sistem demokrasi. Berikut adalah beberapa pengaruh korupsi bagi sistem demokrasi, seperti melemahkan kepercayaan publik, yakni menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi publik dan sistem politik. Ketika rakyat kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga demokratis, hal ini dapat mengancam stabilitas dan keberlanjutan demokrasi.Â
Kemudian, merusak prinsip akuntabilitas, yakni menghalangi prinsip akuntabilitas dalam sistem demokrasi. Ketika pejabat publik terlibat dalam tindakan korupsi, mereka menghindari pertanggungjawaban atas tindakan mereka, mengabaikan kepentingan publik, dan merusak keadilan sosial.Â
Selain itu, korupsi juga dapat berdampak pada memburuknya pelayanan publik, yakni mempengaruhi pemberian layanan publik secara merata dan efektif. Dana publik yang seharusnya digunakan untuk memajukan kepentingan publik diarahkan untuk keuntungan pribadi. Akibatnya, akses masyarakat terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur terganggu.Â
Kemudian, korupsi juga dapat merusak proses politik yang adil, yakni dapat merusak proses politik yang adil dan merugikan demokrasi yang sehat. Pemilihan yang tidak bebas dan adil, politik uang, dan penyalahgunaan kekuasaan politik oleh oligarki koruptif dapat membatasi partisipasi politik masyarakat dan merusak persaingan politik yang sehat.Â
Kemudian, korupsi juga dapat meningkatkan ketimpangan sosial dan ekonomi, yakni cenderung memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi. Keuntungan yang diperoleh dari tindakan korupsi seringkali mengalir ke dalam tangan kelompok kecil yang berkuasa, meningkatkan kesenjangan antara mereka dan masyarakat luas. Hal ini dapat mengancam prinsip kesetaraan yang mendasari demokrasi.Â
Lalu, korupsi juga dapat melemahkan keberlanjutan demokrasi, yang mana  merajalela dapat memicu ketidakstabilan politik, ketidakpuasan masyarakat, dan konflik sosial. Hal ini dapat melemahkan fondasi demokrasi itu sendiri, memicu kegagalan institusi, dan membuka pintu bagi otoritarianisme atau bentuk pemerintahan yang otoriter.