Mohon tunggu...
Raihanum
Raihanum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Prasetiya Mulya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Antara Meti Kei dan Persatuan Indonesia

12 Juli 2021   22:55 Diperbarui: 12 Juli 2021   22:55 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto Paulina Dewi Toffi

Surga tersembunyi di pulau Kei

Pulau Kei merupakan sebuah pulau yang terletak dan menjadi bagian dari kabupaten Maluku Tenggara. Nama pulau Kei dengan segala keindahan alam yang ditawarkannya masih terdengar asing ditelinga masyarakat Indonesia. Keindahan alam yang tersembunyi tersebut memberikan pulau Kei sebuah julukan baru di mata masyarakat yaitu surga yang tersembunyi. Garis-garis pantai yang tersebar di pulau Kei mempunyai ciri khas yang menjadi daya tarik tersendiri yang memanjakan setiap mata yang melihat. Ciri khas tersebut dapat berupa pantai yang memiliki pasir terhalus di dunia, garis pantai yang sangat panjang, dan juga ratusan bangau yang beristirahat di pasir pantai.

Tidak hanya sekedar menawarkan keindahan alamnya yang memukau, pulau Kei juga menyuguhkan keunikan tradisi yang mereka miliki. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, salah satu tradisi unik dari pulau Kei adalah tradisi Meti Kei. Tradisi Meti Kei terjadi dengan ditandai oleh surutnya air laut dengan kuantitas besar yang menyebabkan sebagian besar laut kering. Tradisi Meti Kei ini telah berlangsung lama yang dilaksanakan oleh leluhur penduduk Pulau Kei dan diwariskan secara turun temurun. Ketika Meti Kei terjadi, keadaan alam di Pulau Kei akan menjadi sangat indah. Matahari akan bersinar dengan terang sepanjang hari, udara dan angin akan berhembus dengan tenang, serta lautan akan memperlihatkan ketenangan airnya. Tidak hanya sampai disitu saja, ketika air laut mulai surut, maka kita akan melihat pemandangan yang tidak kalah menakjubkan. Lautan Pulau Kei yang surut akan memperlihatkan terumbu-terumbu karang, ikan-ikan yang terdampar atau berlindung di dalam terumbu karang, dan juga pulau-pulau kecil yang akan saling terhubung. Pemandangan indah tersebut biasanya dapat kita lihat di pulau selama bulan oktober, yaitu bulan berlangsungnya Meti Kei.

Jalinan Meti Kei

Meti Kei tidak hanya sekedar tradisi bagi penduduk Pulau Kei, namun Meti Kei juga menjadi salah satu pertanda bagi masyarakat untuk memulai kegiatan bercocok tanam. Dalam hal penyambutan Meti Kei, masyarakat akan melakukan beberapa tahapan penyambutan atau persiapan tibanya Meti Kei. Tahapan pertama yang dilakukan oleh masyarakat adalah menyiapkan sesajen yang akan digunakan dalam proses doa bersama nantinya. Setelah sesajen disiapkan, masyarakat akan pergi ke hutan secara bersama-sama untuk mencari dan mengumpulkan tali yang akan digunakan dalam tradisi tarik tali yaitu bagian kegiatan dalam tradisi Meti Kei. Proses pencarian tali ini juga memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Kei, masyarakat percaya bahwa pencarian tali tersebut merupakan perwujudan dari rasa taat dan syukur mereka kepada Tuhan. Tahapan terakhir dalam penyambutan Meti Kei adalah kegiatan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama di masing-masing desa.

Tradisi Meti Kei diikuti oleh semua orang yang tinggal di Pulau Kei. Dalam pelaksanaan tradisi ini, banyak peralatan dan perlengkapan khusus yang digunakan. Perlengkapan utamanya adalah tali dan janur putih untuk menangkap ikan secara bersama-sama. Biasanya, golongan bapak-bapak akan menggunakan alat bernama “kalawai” yaitu alat khusus untuk menangkap ikan yang terbuat dari besi dan memiliki dua mata yang tajam dan bergerigi. Sedangkan untuk golongan ibu-ibu akan menggunakan alat bernama “sero” yaitu alat tangkap ikan yang dianyam dari bulu dan digunakan untuk mengumpulkan ikan yang terdampar di pantai. Semua hasil tangkapan ikan nantinya akan dibagikan kepada setiap orang yang terlibat dalam kegiatan tersebut.

Menjaga kekayaan indonesia di pulau kei

Kearifan lokal berupa tradisi Meti Kei merupakan kekayaan Indonesia yang harus kita lindungi dan kita jaga keberlangsungannya. Sebagai salah satu upaya pemerintah pulau kei untuk menjaganya, maka dilakukanlah sebuah perayaan atau festival terhadap tradisi ini. Festival Meti Kei pertama kali diadakan pada tahun 2016. Adapun tujuan dari pengadaan festival ini adalah untuk memperkenalkan tradisi Meti Kei kepada seluruh dunia, upaya pelestarian kearifan loka, dan juga memperkenalkan Pulau Kei sebagai salah satu destinasi wisata di Indonesia. Pelaksanaan festival biasanya akan diselenggarakan di lokasi yang memiliki pantai yang luas untuk menampung peserta dan pengunjung dalam tradisi Meti Kei.

Pada saat pertama kali perayaan Festival Meti Kei, penduduk Pulau Kei menyambutnya dengan antusias. Masyarakat menganggap festival tersebut sebagai perwujudan dari penghargaan dan pengangkatan derajat bagi tradisi Meti Kei. Oleh karena itu festival Meti Kei ini memunculkan perasaan bangga dalam diri penduduk Pulau Kei. Pada pelaksanaan festival ini untuk pertama kalinya, pemerintah Pulau Kei menghadirkan peserta tarian terbanyak yaitu 2600 penari yang terdiri dari remaja Pulau Kei. Jumlah 2016 penari ini merupakan lambang dari pelaksanaan festival pada tahun 2016. Selama berlangsungnya festival, masyarakat akan menggunakan pakaian adat dari Pulau Kei yang identik dengan warna merah dan putih.

Antara globalisasi dan Meti Kei

Globalisasi yang terjadi saat ini memberikan dampak bagi perkembangan dan keberlangsungan kearifan lokal di indonesia. Tradisi Meti Kei juga ikut terkena dampak yang ditimbulkan oleh arus globalisasi. Meti Kei yang biasanya berlangsung pada bulan Oktober dan dapat diprediksi dengan mudah oleh penduduk Pulau Kei berubah karena pengaruh globalisasi. Pemanasan global dan perubahan iklim yang berlangsung dengan cepat telah mempengaruhi pasang surut di Pulau Kei. Hal ini mengakibatkan Meti Kei tidak bisa diprediksi lagi oleh masyarakat. Globalisasi juga mempengaruhi keadaan alam dan cuaca di Pulau Kei, perubahan cuaca terkadang berlangsung dengan begitu cepat dan tidak bisa diprediksi. Selain perubahan pada alamnya, globalisasi juga sedikit demi sedikit mempengaruhi kebiasaan dari penduduk Pulau Kei. Jika dulu masyarakat akan menggunakan pakaian adat dan kain tenun sebagai selendang saat mengikuti tradisi, maka saat ini banyak masyarakat yang lebih memilih untuk menggunakan pakaian bebas. Pakaian adat hanya dipakai oleh pihak-pihak tertentu seperti pemerinta, penari, dan pihak lain yang terlibat langsung. Oleh karena itu, untuk menangani dampak globalisasi tersebut pemerintah menetapkan beberapa kebijakan, seperti mewajibkan anak sekolah untuk memakai baju adat setiap hari kamis. Selain itu pemerintah juga kerap kali mengadakan kegiatan yang mengangkat tradisi Pulau Kei dan sosialisasi mengenai Tradisi Meti Kei kepada Masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun