Film yang berjudul "Budi Pekerti" merupakan film yang menceritakan suatu keluarga yang mempunyai dua anak. Kepala keluarga tersebut bernama Didit, mempunyai penyakit dan didiagnosa mengalami manula. Ibu dari kedua anak keluarga tersebut berna Bu Prani, seorang guru Bimbingan Konseling (BK) yang mempunyai pengajaran unik yaitu murid yang melakukan pelanggaran akan diberikan refleksi yang akan membuat murid memiliki pengalaman baru dan semangat baru sehingga Bu Prani akan dipilih menjadi Wakil Kepala Sekolahdi yayasan tersebut. Anak dari keluarga tersebut merupakan Tita dan Muklas. Tita merupakan seorang perempuan yang menjual pakaian bekas melalui media sosialnya dan Muklas merupakan seorang konten kreator pembuat video tentang pembelajaran atau metode penenangan diri diri hewan.
Cerita permasalahan yang dibawakan pada film ini bermula di suatu hari Bu Prani akan membelikan makanan untuk suaminya yaitu kue putu Bu Rahayu. Sesampai Bu Prani di tempat putu Bu Rahayu di pasar, Bu Prani melihat kecurangan yang dilakukan oleh orang lain yaitu menyerobot antrian dengan cara menitipkan makanan pada konsumen lain yang telah memiliki nomor antrian sebelumnya yang membuat rugi konsumen lain yang memiliki nomor antrian lebih besar. Sebagai guru BK dan memiliki rasa keadilan, Bu Prani menegur pria berbaju elang dan kedua pihat tersebut saling membela diri sehingga terjadi perselihan yang membuat kondisi tempat tersebut ramai dan banyak orang yang merekam kejadian tersebut. Video perselisihan Bu Prani dengan Pria berbaju elang tersebut akhirnya viral di media sosial karena video tersebut dipangkas durasinya dan mengambil potongan video saat Bu Prani seolah-olah mengumpat pada Bu Rahayu sehingga muncul komentar-komentar negatif terhadap Bu Prani. Setelah video tersebut viral, permasalahan tersebut merambat kemana-mana, reputasinya sebagai guru Bimbingan Konseling (BK), terhambatnya kenaikan kedudukan menjadi wakil kepala sekolah, citra yayasan yang ajarnya, kondisi keluarganya termasuk anak-anaknya, kelompok lompat talinya,dan banyak hal lainnya yang membuat Bu Prani mengalami hal-hal yang tidak diinginkannya. Namun, setelah banyak hal yang di lakukan Bu Prani untuk menyelesaikan permasalahan ini, muncul hal-hal baik setelahnya. Ternyata masih banyak orang-orang yang menyemangati dan menyayangi Bu Prani, namun di akhir cerita, Bu Prani memutuskan untuk meninggalkan yayasan.
Setelah saya menonton film ini, terdapat banyak pesan dan kesan yang saya dapat dari berbagai kejadian yang diceritakan pada film tersebut. Menurut saya, film ini merupakan film sebagai bentuk kritik sosial, karena permasalahan yang diceritakan pada film tersebut merupakan suatu kejadian yang banyak terjadi di Indonesia bahkan lumrah terjadi disekitar kita. Permasalahan tersebut diperlebar dengan adanya teknologi media sosial sehingga menjadi bahan perbincangan oleh netizen dan sangat rentan dengan adanya hoax. Sebagai mana kita ketahui, media sosial merupakan dunia maya yang didalamnya terdapat berbagai macam informasi yang dengan mudah orang bisa dapatkan dan lakukan. Film ini juga membawa ranah media sosial, menggambarkan pada yang terjadi jika terdapat permasalahan atau perselisihan yang direkam, dipangkas dan diposting tanpa tanggung jawab karena mementingkan perhatian publik dan viralitas, media yang mementingkan trending, dampak dan reputasi korban hoax, kondisi keluarga akibat tenakan dari publik, dan menggambarkan perlakuan netizen yang melontarkan komentar negatif dan menyerang korban beserta keluarganya dengan bentuk apapun.Â
Pada film ini saya sadar dan paham bahwa media sosial merupakan media yang apa saja dapat tersebar luas dengan cepat. Berita yang didapatkan di media sosial harus teliti dan dicermati agar tidak salah menangkap makna berita dan tidak termakan berita yang belum jelas sumbernya. Dan film ini menyadarkan saya bahwa pada kejadian yang viral di media sosial, terdapat banyak netizen yang ikut serta menyerang dan menghakimi korban yang belum jelas keaslian kejadian tersebut sehingga banyak dampak negatif yang dirasakan oleh seseorang yang dituduh bersalah juga sangat berdampak pada korban yang dikahimi dan dapat menghancurkan kehidupan seseorang beserta keluarganya.Â
Isu yang dibawakan di film ini sangat mudah kita rasakan dan pahami, karena kejadian menyerobot antrian dan kejadian hoax di media sosial banyak terjadi di sekeliling kita dan film ini menjadi suatu bentuk penyadaran dan kritikan terhadap  masyarakat. Film ini secara tidak langsung mengajarkan bahwa kita harus berhati-hati dalam menggunakan media sosial, tidak boleh sembarangan merekam dan memosting orang lain di media sosial tanpa izin, dan menyadarkan kita sebagai penikmat media sosial atau netizen untuk tidak ikut mengecam, memberi komentar buruk, menghakimi, dan menyerang seseorang pada berita yang belum valid.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI