Inilah saya, pendukung Arsenal F.C. yang sering kali perasaannya naik-turun berdasarkan hasil pertandingannya.
Arsne Wenger, Unai Emery, Freddie Ljunberg, dan Mikel Arteta
Setiap hari saya membayangkan bagaimana rasanya menjadi pendukung tim yang juara liga ataupun liga eropa sedari masa Jack Wilshere, Aaron Ramsey, Tom Rosick, dan Santi Cazorla menuju masa David Luiz, Skhodran Mustafi, Sokratis Papastathopoulos, dan Hector Bellerin. Hingga kini, pada masa David Raya, William Saliba, Gabriel Magalhes, Martin degaard, Gabriel Martinelli, dan Bukayo Saka.
Pertanyaannya, kapan bisa menang liga?
Awalnya selalu spesialis peringkat 4, tiba-tiba sulit bisa tembus 5 besar, dan sekarang kena PHP posisi puncak karena bottling di akhi-akhir musim kepada 'tim minyak' Manchester City. Banyak formasi dipakai, dari yang serang dari tengah, bermain 1 touch, serang sayap kanan, sampai sekarang main possesion.Â
Memenangkan F.A. Cup rasanya bisa menang UCL tahun depan dan biasanya berakhir hanya main di UEL. Terkadang mau pamer sejarah tim, tapi teman-teman dukungnya Liverpool, MU, dan Chelsea. Mau pame recent era, tapi ada yang dukung City. Mau bersanding di top 4 tim liga Inggris saat ini, tapi yang lain bawa-bawa UCL. Punya teman fans Tottenham, tapi kebanyakan baru bangun koma karena ingat masuk final UCL 2019.
Begitulah kehidupan saya sebagai fans Arsenal. Kalau menang dibilang takabur, kalau kalah dibilang gaya hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H