Dalam esai ini, saya membandingkan kondisi pada masa Tan Malaka menulis buku ini dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang yang jelas berbeda drastis. Masa perjuangan adalah masa di mana semua rakyat bersatu hati melawan segala bentuk kolonialisme dan imperialisme bahkan menyatakan kesatuannya lewat Sumpah Pemuda demi mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.Â
Berbeda dengan masa sekarang di mana para aktor pemain politik dan dalang konflik menjadikan problema pada masa lalu dan dibuat seolah-olah terulang dimasa sekarang namun dalam konteks masyarakat se-negara yang lain pilihannya menjadi target utama penyerangan. Media sosial sebagai wadah aspirasi, menyalurkan energi, sarana mencari jati diri dan sebagi ranah berekspresi dijadikan arena radikalisme terselubung oleh para oknum yang ditujukan kepada masyarakat yang kurang mampu untuk menyaring informasi sehingga dipercaya dan semakin berkembang keberadaan hoax itu.
Pandangan saya yang mungkin merupakan pandangan orang banyak menyatakan bahwa konflik besar pada masa lalu sengaja 'direka ulang' dan disesuaikan dengan kejadian yang sedang 'panas'.Â
Dengan masyarakat yang berjumlah ratusan juta jiwa, pemerintah dengan lembaga pengawasannya tidak mampu secara keseluruhan memantau kondisi penyebaran informasi karena cakupan negara yang sangat luas dan juga di dalam lembaga itu pasti ada 'jin' yang bermain demi keuntungan pribadi atau beramai - ramai. Kenyataannya pada saat sekarang di mana berpendapat merupakan kebebasan, masyarakat menggunakan kesempatan tersebut dengan kurang baik sehingga muncul berita bohong, pemfitnahan, diskriminasi dan lainnya.