Dosen UMJ yang juga pengamat politik lokal ini mengamini bahwa dinasti politik merupakan praktik yang tidak sehat bagi demokrasi. Karena memperkecil peluang orang-orang potensial non-dinasti duduk di kursi pemerintahan.
Apa yang terjadi dalam konteks kasus keluarga Hary Tanoesoedibjo dan Kaesang Pangarep yang menjadi ketua umum PSI, keduanya merupakan hal yang sah-sah saja dalam demokrasi. Namun, tidak boleh memaksakan dengan mengingkari prosedural yang berlaku demi suatu kepentingan.
"Menurut Lusi, tidak masalah jika seseorang memiliki kompetensi dan mendapat dukungan masyarakat untuk menduduki suatu jabatan. Yang penting adalah prosesnya jelas dan sesuai aturan partai. Namun, jika seseorang tiba-tiba menduduki jabatan tanpa proses yang benar dan kompetensinya masih diragukan, hal itu akan menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat."
Lusi menjelaskan bahwa mahalnya biaya politik dan budaya masyarakat yang mengutamakan keluarga dalam politik menjadi penyebab utama maraknya dinasti politik di Indonesia. Sistem patrimonial yang masih kuat, di mana kekuasaan diwariskan secara turun-temurun, semakin memperkuat tren ini. Orang-orang kaya dengan sumber daya yang memadai, seperti modal ekonomi dan jaringan luas, lebih mudah mempertahankan kekuasaan politik dalam keluarga mereka.
Menurut Lusi, untuk mengatasi masalah dinasti politik, kita perlu melakukan dua hal utama. Pertama, memberikan pendidikan politik kepada masyarakat agar mereka lebih paham tentang politik dan berani berpartisipasi. Kedua, membangun budaya rasional dalam memilih pemimpin, sehingga masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh faktor-faktor seperti kekerabatan atau kekayaan.
Menurut pendapat opini saya tentang adanya dinasti politik yaitu dinasti politik sering kali menghalangi individu-individu berbakat yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan penguasa. Ini menciptakan lingkungan di mana posisi politik lebih mungkin diberikan berdasarkan hubungan daripada kemampuan atau prestasi. Selain itu, konsentrasi kekuasaan dalam satu keluarga meningkatkan risiko korupsi dan nepotisme. Keluarga yang berkuasa sering kali menggunakan posisinya untuk memperkaya diri dan kerabatnya, seperti yang terlihat dalam berbagai kasus korupsi yang melibatkan keluarga pejabat tinggi di Indonesia
Kesimpulannya, politik dinasti adalah fenomena kompleks yang memiliki berbagai implikasi. Evaluasi terhadap politik dinasti harus dilakukan secara menyeluruh, dengan mempertimbangkan konteks sejarah, budaya, dan sistem politik di masing-masing negara..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H