Menulis adalah media berbagi ilmu yang tak lekang waktu, menawarkan pengetahuan yang dapat dinikmati oleh banyak orang, bahkan setelah penulisnya tiada.
Mengapa menulis buku? Bagi Raihan Cahya Muharram, menulis bukan sekadar kegiatan pribadi tetapi merupakan sarana berbagi dan merawat pengetahuan.Â
Di antara banyak cara berbagi ilmu seperti mengajar di sekolah atau membuat konten edukatif di media sosial menulis buku memiliki daya unik untuk mencatat pemikiran secara permanen dan abadi.Â
Setiap kali buku itu dibaca, ilmu yang terkandung di dalamnya tersampaikan, bertransformasi menjadi sumbangan pengetahuan yang dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Apa saja ilmu yang dapat dibagikan? Menurut Raihan, buku mampu merangkum beragam pengetahuan, dari ilmu pengetahuan umum hingga nilai moral dan agama. Semakin banyak ilmu yang kita bagikan, semakin kita menjadi bagian dari sejarah dan pembentuk pengetahuan kolektif.Â
Menyimpan ilmu hanya untuk diri sendiri, baginya, adalah kehilangan kesempatan untuk menciptakan manfaat bagi orang lain, sekaligus kehilangan kesempatan bagi diri sendiri untuk meninggalkan jejak yang dikenang.
Selain sebagai wadah edukasi, buku juga mengabadikan karya. Bagi seorang penulis, setiap halaman adalah jejak yang tak akan hilang oleh waktu, sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh sastrawan Pramoedya Ananta Toer: "Menulis adalah bekerja untuk keabadian."
Raihan Cahya Muharram
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H