Akhir pekan lalu, Presiden Joko Widodo mencuit lewat akun twitternya, jalan-jalan pagi bersama Jan Ethes. Presiden juga menampilkan video berdurasi 53 menit yang menunjukkan aktivitas jalan-jalan pagi bersama cucunya itu di sekitar Kebun Raya Bogor.
Sampai tulisan ini saya buat, video itu sudah dilihat lebih dari dua juta orang, di-retweet sebanyak 53 ribu lebih, disukai oleh 31 ribu orang dengan jumlah komentar lebih dari 6 ribu. Komentar-komentar terbagi dua, ada yang pro dan kontra.
Komentar yang kontra mengatakan jika presiden sama sekali tidak memiliki sense of crisis-- di mana banyak anak Indonesia saat ini yang jangankan jalan-jalan, bernafas saja susah karena lingkungan tempat tinggalnya terpapar asap akibat kebakaran hutan. Komentar yang pro mengatakan, adalah manusiawi jika seorang presiden yang juga seorang kakek melakukan aktivitas bersama cucunya.
Sebagai praktisi bidang komunikasi, saya melihat tidak ada yang salah dengan cuitan presiden ini tapi rasanya memang kurang elok. Kenapa? Karena memang di luar pagar Kebun Raya Bogor, banyak anak-anak yang tidak seberuntung Jan Ethes --utamanya mereka yang kini tinggal di daerah-daerah yang terpapar asap kebakaran hutan.
Saya tidak tahu, apakah presiden memiliki tim komunikasi atau tim yang punya tugas untuk memberikan arahan bagaimana seorang presiden baiknya melakukan "komunikasi" di saat-saat sulit seperti saat ini.Â
Sebagaimana kita saksikan, negara ini tengah banyak didera masalah, UUKPK yang sudah ketok palu --walau kontroversi. Menyusul rencana pengesahan RKUHP yang juga cukup kontroversi (walau akhirnya ditunda pengesahannya), dan sederet RUU lainnya yang bermasalah karena lamban diproses --RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Pertambangan dan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, dan RUU Ketenagakerjaan.Â
Ditambah lagi dengan persoalan kebakaran hutan, kasus-kasus kekerasan di Papua dan juga aksi-aksi demo yang sudah dan sedang dilakukan mahasiswa di banyak daerah.
Ini bukan soal pencitraan. Tapi di situasi yang tentu saja agak tidak biasa ini, presiden wajib mendapat arahan dari tim komunikasi yang handal. Peran seorang juru bicara yag cakap juga sangat dibutuhkan.
Saat ini, setiap rakyat Indonesia sangat kepo dengan apa yang sedang dan akan dilakukan presiden dalam situasi seperti saat ini- meski banyak dari musabab yang terjadi saat ini tidak sepenuhnya menjadi tanggungjawab presiden. Tapi rakyat mana mau tahu- mereka hanya ingin orang nomor satu itu hadir buat segala urusan. Gejala-gejala segregasi yang makin menguat sejak mulainya pilpres dan masih lanjut pasca pilpres, memperburuk situasi saat ini.
Dalam ilmu komunikasi khususnya public relations, ada bab yang membahas tentang The Three C's Options terkait strategi komunikasi, change - crystallize dan conserve.Â
Dalam konteks saat ini, tim komunikasi presiden wajiblah melakukan "change" --untuk mengubah sikap dan opini sebagian besar rakyat yang sudah antipati pada apa yang dilakukan pemerintah.Â