Pada awal tulisan ini, penulis meminta para pembaca agar bisa membayangkan kain tenun yang paling indah, yaitu di mana setiap helai benangnya saling mengait dan mengikat membentuk pola yang cantik dan aestetic. Mungkin seperti itulah makna kiasan hubungan agama (religi) dan struktur sosial (society) dalam kehidupan bermasyarakat yang kita jalani saat ini. Keduanya merupakan hal yang tidak bisa terpisahkan dan saling berinteraksi.
Di sudut-sudut kota hingga pelosok desa nilai-nilai religi melekat dalam kehidupan manusia. Lihatlah bagaimana hari-hari besar keagamaan menjadi moment penting dalam yang mengintegrasikan nilai religi dalam kehidupan sosial. Sebagai contoh, lebaran bukan sekadar momen ibadah secara ceremonial saja, akan tetapi juga ajang silaturahmi yang merekatkan hubungan antarwarga. Natal tidak hanya tentang kelahiran Sang Juru Selamat, tapi juga momen berbagi yang melintasi batas-batas keyakinan serta berbagai moment keagamaan lainnya.
Struktur kepemimpinan masyarakat pun tak luput dari sentuhan nilai religius. Di banyak daerah, tokoh agama bukan sekadar pemimpin spiritual, tapi juga sosok yang pendapatnya didengar dalam pengambilan keputusan penting oleh pemimpin yang berkuasa. Seperti hal nya Kyai di pesantren atau masjid, pendeta di gereja, atau biksu di vihara, mereka adalah pilar-pilar masyarakat yang perannya melampaui sekadar bahasan keagamaan saja.
Bahkan dalam dunia yang semakin modern, di mana gedung-gedung pencakar langit seolah menantang langit, jejak-jejak keagamaan tetap terlihat jelas. Lihat saja arsitektur kota-kota kita. Masjid, gereja, pura, dan vihara berdiri tegak, bukan hanya sebagai tempat ibadah, tapi juga sebagai penanda identitas dan kebanggaan komunitas.
Dalam ranah pendidikan, agama dan pengetahuan umum berjalan beriringan. Madrasah Diniyyah dan TPQ bukan sekadar tempat belajar doktrin, tapi juga wadah pembentukan karakter dan nilai-nilai sosial. Di sini, anak-anak tidak hanya belajar tentang surga dan neraka, tapi dididik juga akhlaknya untuk menjadi warga masyarakat yang baik dan berkarakter.
Di era digital, ketika dunia seolah ada dalam genggaman, agama tetap menemukan tempatnya. Media sosial menjadi mimbar baru untuk dakwah dan renungan. Tagar-tagar religius viral, menunjukkan bahwa spiritualitas tetap relevan bahkan di tengah hiruk-pikuk dunia maya dan pengaruh globalisasi yang kuat. Namun, seperti dua sisi mata uang, hubungan erat antara agama dan masyarakat ini juga membawa tantangannya sendiri. Gesekan antarkomunitas kadang tak terhindarkan yaitu banyak terdapat polemik yang beredar, seperti saling menyalahkan jika berbeda pendapat dan lain sebagainya. Maka saat ini peran tokoh agama dan masyarakat menjadi krusial. Mereka adalah jembatan yang menghubungkan, perekat yang menyatukan di tengah keberagaman.
Namun pada akhirnya, agama dan struktur sosial masyarakat adalah dua hal yang saling mengisi dan membentuk. Bagai kain tenun yang benangnya saling menyatu membentuk keindahan yang tiada tara. Memahami hubungan antara kedua hal ini bukan hanya penting untuk memahami masyarakat kita, tapi juga kunci untuk bagaimana menciptakan kondisi masyarakat yang penuh akan toleransi dalam keberagaman dan menjaga manusia tetap pada jalan yang benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H