Sebagai manusia yang selalu belajar, kita perlu terus mencari makna kehidupan sebagai perjalanan agar menjadi manusia yang bermanfaat bagi sosial. Menjadi hal penting bahwa dalam berkehidupan kita dapat mendefinisikan diri, mendefinisikan hidup untuk mencapai tujuan. Dalam kesempatan LK III atau Advance Training yang diselenggarakan oleh HmI Badan Koordinasi Jawa Barat, saya tertarik dengan materi yang disampaikan oleh Wakil Ketua Umum HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) Jawa Barat, yaitu M. Firaldi Akbar yang menjelaskan tentang bagaimana menjadi seorang entrepreneur dengan berjiwa aktivis, materi tersebut sangat mendekati dengan istilah yang tengah berkembang hari ini yaitu Sociopreneur.
Dalam era yang penuh dengan perubahan dan tantangan sosial yang kompleks, peran Sociopreneur menjadi semakin penting. Sociopreneur, atau wirausahawan sosial, adalah individu yang menggabungkan semangat kewirausahaan dengan misi sosial untuk menciptakan perubahan positif dalam masyarakat. Namun, perjalanan menjadi seorang Sociopreneur bukan hanya tentang memulai usaha sosial, tetapi juga tentang pertumbuhan pribadi dan mendefinisikan diri sendiri di setiap fase kehidupan.
Firaldi Akbar memulainya dengan Teori Segitiga Maslow yang menjadi dasar manusia dalam berkehidupan, bahwa hal pertama yang dibutuhkan manusia adalah kebutuhan fisiologis. Jika kebutuhan fisiologis saja belum terpenuhi, maka kebutuhan setelahnya akan sulit untuk terpenuhi. Setiap tingkatan kebutuhan penting untuk dipenuhi secara bertahap. Kemudian, sebagai Sociopreneur perlu bagi kita bisa menentukan harga bagi diri kita, kelompok, ataupun organisasi. Untuk menciptakan harga, maka perlu dibentuk nilai jual agar kemudian terbentuk suatu harga. Harga ini akan menjadi daya tawar kepada sosial agar kita tahu letak posisi di tengah masyarakat.
Sociopreneur akan membentuk kita menjadi orang yang tidak hanya menghitung untung, tetapi juga menghitung manfaat dan menjaga lingkungan. Firaldi Akbar menyebutkan bahwa fase kehidupan sudah jelas tahap-tahapnya seperti; Lahir, Sekolah, Kerja, Menikah, Beli Rumah, Punya Anak, Membesarkan Anak, Umrah/Haji, dan Meninggalkan Wasiat. Fase hidup tersebut pasti terjadi pada setiap orang, dengan fase tersebut kita perlu mengilhami definisi hidup kita dalam setiap prosesnya.
Dalam mendefinisikan hidup tersebut kita perlu menyusun Visi hidup kita yang mendasarkan pada metode SMART, yaitu Specific (Spesifik), Measurable (Terukur), Achieveable (Menantang), Realistic (Realistis), dan Timeline (Jangka Waktu), dengan begitu, Visi yang kita tentukan akan menjadi jelas dan terukur dalam bentuk kuantitatif serta dapat tercapai dengan jangka waktu yang jelas.
Di setiap fase perjalanan menjadi sociopreneur, kita terus mendefinisikan dan mendefinisikan ulang diri kita. Ini adalah proses yang berkelanjutan yang melibatkan refleksi mendalam dan pertumbuhan pribadi. Sekalipun kita menjadi aktivis, kita perlu menemukan makna hidup, Firaldi Akbar mengingatkan kita untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain, kita perlu memenuhi kebutuhan hidup kita terlebih dahulu, jika hidup kita saja belum 'selesai', bagaimana kita mau memberi manfaat untuk orang lain.
Kesimpulan
Menjadi Sociopreneur adalah perjalanan seumur hidup yang melibatkan pertumbuhan pribadi dan profesional yang berkelanjutan. Dengan mendefinisikan diri di setiap fase kehidupan, kita tidak hanya menciptakan perubahan positif dalam masyarakat, tetapi juga mentransformasi diri kita sendiri.
Perjalanan ini mengajarkan kita bahwa kesuksesan tidak hanya diukur dari pencapaian material atau dampak sosial yang terukur, tetapi juga dari bagaimana kita tumbuh sebagai individu dan berkontribusi pada kesejahteraan kolektif. Setiap fase membawa tantangan dan peluang baru, dan dengan tetap setia pada nilai-nilai inti kita sambil tetap fleksibel dalam pendekatan, kita dapat terus berkembang dan membuat perbedaan yang berarti.
Menentukan definisi pada hidup kita menjadi hal penting agar kita tahu goals apa yang akan kita tuju, dari mencari definisi tersebut membuat kita terus berusaha menggapai goals dengan beragam strategi, yang kemudian menjadi daya tawar untuk menciptakan nilai pada diri kita, kelompok, ataupun organisasi agar orang lain menghargai kita sesuai dengan nilai yang sudah terbentuk pada diri atau kelompok kita. Â