Mohon tunggu...
Raihanatuqalby Btaviananda
Raihanatuqalby Btaviananda Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

I was born to tell stories.

Selanjutnya

Tutup

Cryptocurrency Pilihan

Pajak Kripto Indonesia vs Negara Lain: Lebih Besar Mana?

1 Maret 2023   09:43 Diperbarui: 1 Maret 2023   09:52 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3. Belgia 

Belgia dikenal dengan pajak 33% besar atas keuntungan modal pada transaksi kripto dan bisa menahan pajak pendapat profesional 50% pada perdagangan kripto. Belgia mengadopsi aturan perpajakan kripto yang ketat pada tahun 2017. 

4. Spanyol 

Di Spanyol, perdagangan kripto dalam jangka pendek dalam setahun akan dikenakan pajak sebesar 24,75% dan 52% dari tiap keuntungan yang didapatkan. Sedangkan untuk perdagangan jangka panjang memiliki tarif pajak yang lebih rendah antara 19% dan 23%. Persentase yang dibayarkan ditentukan oleh seberapa banyak keuntungan yang dihasilkan di tahun tersebut. 

Kalau dilihat dari beberapa negara di atas, Indonesia merupakan negara yang pajak kriptonya lebih rendah kalau dibandingkan oleh negara lain. Bappebti menjelaskan bahwa penerimaan pajak kripto sampai bulan Desember 2022 mencapai Rp246,45 miliar dengan total transaksi sebesar Rp296,6 triliun. 

Perbedaan yang jauh ini dikarenakan pajak kripto baru dipungut pada bulan Mei 2022. Sedangkan total transaksi di atas adalah total transaksi dari bulan Januari sampai November 2022. 

Walaupun terbilang rendah kalau dibandingkan negara lain, penerapan pajak kripto di Indonesia juga masih menerima kritik. Asosiasi Pedagang Aset Kripto (ASPAKRINDO) pernah menyatakan keberatan mereka karena adanya pajak kripto ini, hal ini dikarenakan menurut mereka kripto merupakan aset yang baru sehingga tidak perlu dikenakan pajak. 

Sedangkan menurut Changpeng Zhao yang merupakan CEO dari Binance, penarikan pajak kripto di Indonesia tidak optimal. Hal ini dikarenakan pajak kripto dikenakan di tiap transaksi, bukan pada industri aset kriptonya. 

Sistem ini dikhawatirkan akan membuat transaksi kripto jadi menurun dan penerimaan pajak akan menjadi rendah pada akhirnya. Menurut CZ pengenaan pajak sebesar 0,12% per transaksi masih akan berpotensi besar menurunkan transaksi investasi aset kripto. 

CZ berpendapat bahwa industri aset kripto harus dikenakan pajak. Untuk hal ini perusahaan harusnya dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) perusahaan, dan pemerintah lebih baik memberikan lisensi kepada perusahaan kripto. Hal ini akan lebih mudah untuk dilakukan daripada mengenakan pajak atas tiap transaksi dari pengguna. 

Dari hal ini, CZ menyimpulkan kalau persentase pajak yang lebih tinggi tidak selalu memberikan penerimaan pajak yang optimal untuk negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cryptocurrency Selengkapnya
Lihat Cryptocurrency Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun