Liburan kali ini terasa istimewa. Bersama keluarga, kami berencana untuk mengunjungi Pariaman, sebuah kota pesisir yang terletak di provinsi Sumatera Barat, sekitar 70 km dari Padang Panjang. Kami sudah lama berencana untuk berlibur ke sini. Sebelum memulai perjalanan, kami ingin mengenal sedikit lebih dalam tentang sejarah kota ini.
"Pariaman itu kota yang penuh dengan sejarah, lho. Dulu, kota ini menjadi pelabuhan penting," kata ayah, membuka obrolan di pagi hari.
"Benar, Pak. Pariaman juga punya peranan besar dalam perkembangan budaya Minangkabau," jawab ibu sambil menyelesaikan sarapan.
Pariaman memiliki sejarah panjang yang erat kaitannya dengan perdagangan dan peranan penting dalam perkembangan budaya Minangkabau. Kota ini dulu merupakan pelabuhan penting pada abad ke-19, terutama setelah dibukanya jalur pelayaran ke Eropa. Pada masa kolonial Belanda, Pariaman menjadi salah satu kota yang ramai dengan kegiatan perdagangan, khususnya komoditas kopi, karet, dan hasil laut. Selain itu, kota ini juga dikenal sebagai salah satu pusat pendidikan dan kebudayaan Minangkabau, di mana berbagai kegiatan seni dan adat berkembang pesat. Pariaman juga sempat menjadi daerah yang penting dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, dengan peran serta rakyatnya dalam mempertahankan kemerdekaan.
Setelah mengetahui sedikit sejarah kota ini, kami pun mulai mempersiapkan perjalanan kami. Kami berangkat dari Padang Panjang sekitar pukul 8 pagi, dengan semangat tinggi untuk menjelajahi kota yang terkenal dengan pantainya yang indah dan sejarah yang kaya.
"Perjalanan ini pasti menyenangkan. Siapa yang mau duduk di depan?" tanya ayah sambil membuka pintu mobil.
Aku langsung berebutan dengan adikku, "Aku, aku yang di depan!"
Perjalanan dimulai dengan mobil yang dipenuhi tawa riang keluarga. Kami melewati jalanan yang berkelok-kelok, dikelilingi oleh perbukitan hijau yang menyegarkan mata. Pemandangan alam yang sangat memukau menemani kami sepanjang perjalanan. Sesekali, kami melihat petani yang sedang bekerja di sawah dan rumah adat Minangkabau yang khas dengan atap gonjong. Udara segar yang datang dari pegunungan membuat perjalanan terasa menyenangkan meskipun jalannya cukup berkelok.
"Wah, lihat itu! Rumah adat Minangkabau!" seru adikku, menunjuk ke arah sebuah rumah besar yang memiliki atap yang melengkung.
"Ya, itu rumah gadang. Ciri khas dari Minangkabau," jawab ibu dengan penuh semangat.
Setelah beberapa jam, akhirnya kami tiba di Pariaman. Begitu memasuki kota, kami langsung disambut oleh angin laut yang sejuk dan suasana yang tenang. Kami menyadari bahwa Pariaman memiliki nuansa yang berbeda dibandingkan dengan kota-kota besar lainnya. Kota ini terasa sangat nyaman, dengan penduduk yang ramah dan pemandangan alam yang menenangkan.